TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum pemohon sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru, Denny Indrayana, memutuskan walkout dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/5/2025).
Tindakan itu dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan intimidasi terhadap kliennya, Syarifah Hayan.
"Jadi saya memilih walkout untuk menunjukan sikap: ini harus dilawan," ujar Denny kepada wartawan usai sidang di Gedung MK, Jakarta.
Permohonan yang diajukan Syarifah teregister dengan nomor perkara 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Ia menggugat hasil PSU Pilkada Banjarbaru yang memenangkan pasangan calon tunggal Erna Lisa Halaby dan Wartono atas kolom kosong.
Denny mengatakan, Syarifah sejak awal mengajukan gugatan mendapat berbagai tekanan dari berbagai pihak.
Ia menyebut, Syarifah sempat dipanggil oleh KPU, Bawaslu, dan Polres Banjarbaru agar mencabut permohonan gugatan ke MK. Tak hanya itu, Syarifah kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
"Ancaman intimidasi kepada pemohon Syarifah Hayan itu terus dilakukan. Sejak mengajukan permohonan ini, dipanggil KPU, dipanggil Bawaslu, dipanggil Polres, didesak untuk menarik gugatan ini ke MK," jelasnya.
Syarifah dijerat Pasal 128k Undang-Undang Pilkada dengan dugaan pelanggaran netralitas sebagai pemantau pemilu. Ia disebut tidak netral karena turut merekap suara.
"Bukan hanya ditersangkakan, sertifikat pemantaunya dicabut oleh KPU tanggal 9 Mei. Supaya legal standing-nya diperlemah, supaya tidak bisa memantau lagi," kata Denny.
Denny juga menyoroti adanya tekanan dari unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kalimantan Selatan.
Ia menyebut ada surat resmi yang ditandatangani Gubernur, Kapolda, Pangdam, Kajati, Ketua DPRD hingga Kesbangpol yang meminta agar gugatan ke MK dicabut.
"Ada surat gubernur, resmi berkop surat meminta agar permohonan dicabut," ujarnya.
Atas kondisi tersebut, Denny menyatakan telah mengajukan surat ke MK untuk meminta perlindungan hukum bagi Syarifah.
Ia juga meminta MK mengeluarkan putusan sela agar proses hukum terhadap kliennya dihentikan sementara hingga persidangan selesai.
"Tadi saya berkirim surat, kemarin kita masukkan. Memohon perlindungan ke MK. Ini kan tidak menghormati MK. Apapun putusannya kami hormati, tapi jangan pemohon dikuyel-kuyel begini," ungkapnya.
Denny menambahkan, permintaan putusan sela tersebut bertujuan agar proses hukum terhadap Syarifah ditangguhkan sampai MK mengeluarkan keputusan akhir.
Latar Belakang Sengketa
Dalam PSU Pilkada Banjarbaru, KPU menetapkan pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono memperoleh 56.043 suara atau 52,15 persen, sementara kolom kosong meraih 51.415 suara atau 47,85 persen. Selisih suara tercatat 4.628.
Pemohon menggugat Keputusan KPU Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025 tentang Penetapan Hasil PSU Pilwalkot Banjarbaru. Mereka meminta agar MK membatalkan hasil tersebut dan mendiskualifikasi pasangan Erna Lisa–Wartono, serta mengakui perolehan suara sah adalah suara kolom kosong.
Tak hanya itu, pemohon juga meminta agar MK memerintahkan KPU RI mengambil alih pelaksanaan PSU ulang secara menyeluruh pada 27 Agustus 2025, sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2024.