Pakar Hukum dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Beniharmoni Harefa menyebut saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan belum bisa membuktikan adanya keterkaitan atau keterlibatan Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hasto didakwa atas kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
"Sejauh ini dari perkembangan sidang pokok perkara memang terungkap bahwa beberapa alat bukti yang dihadirkan termasuk keterangan saksisaksi fakta, tidak ada yang melihat langsung suap yang dilakukan ataupun perintah langsung terdakwa dalam hal ini Hasto Kristiyanto," kata Beni kepada wartawan, Selasa (20/5/2025).
Diketahui, beberapa saksi yang telah memberikan keterangan pada persidangan Hasto Kristiyanto diantaranya komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari; Ketua KPU periode 20172022 Arief Budiman, dan Wahyu Setiawan.
Bahkan, jaksa turut menghadirkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti dan penyelidik yakni Arif Budi Raharjo.
Menurutnya, Jaksa harus memperkuat bukti yang akan dihadirkan pada persidangan selanjutnya. Sehingga, konstruksi perkara yang didakwakan akan semakin jelas.
"Dalam hukum acara pidana berlaku actori incumbit probatio, actori onus probandi artinya siapa yang mendalilkan (menuntut) dia yang wajib membuktikan," terangnya.
Namun, jika jaksa tak bisa membuktikan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam dugaan suap maupun perintangan, maka harus dibebaskan. Hal tersebut merujuk pada asas pembuktian.
"Adagium ini berlanjut actori non probante, reus absolvitur artinya jika tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan," ujarnya.
Mesku begitu, Beni tetap menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk memutuskan terlibat atau tidaknya Hasto Kristiyanto seperti yang didakwakan.
"Kembali kepada keyakinan majelis hakimnya apakah berdasarkan buktibukti yang sudah dan akan disampaikan di persidangan, majelis memperoleh keyakinan bahwa terjadi tindak pidana dan terdakwa lah pelakunya, kita tunggu saja perkembangan berdasarkan faktafakta persidangan nantinya," jelas Beni.
Pada persidangan sebelumnya, Staf Kesekretariatan DPP PDI Perjuangan (PDIP), Kusnadi yang juga sempat menjadi saksi menyebut sempat dititipkan tas hitam oleh Harun Masiku. Tas tersebut berisi uang Rp400 juta.
Kesaksian itupun membantah dakwaan jaksa yang menyebut uang itu dititipkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Tadi saudara sudah menjelaskan terkait dengan keberadaan uang Rp 400 juta ya yang ditanyakan oleh kuasa pemohon dan saudara terangkan itu berasal dari siapa?" tanya tim KPK.
"Harun Masiku. Tapi saya nggak tahu itu uang. Saya dititipannya itu barang," balas Kusnadi.
"Dititipinnya dalam bentuk bungkusan?" tanya KPK.
"Tas," jawabnya.
"Warnanya apa?" cecar KPK.
"Hitam," timpal Kusnadi.
Selain itu, Kusnadi juga menyampaikan Harun Masiku penyerahan menyerahkan tas tersebut area resepsionis Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.
"Terus kemudian saksi menerangkan itu dari Harun Masiku, kemudian awal mulanya bagaimana kemudian Harun Masiku bisa menyuruh saudara menyerahkan tas kepada Donny (Donny Tri), gimana awal mulanya?" tanya KPK.
"Awal mulanya kan sering ketemu di DPP, Pak. Sering ketemu kan ngurus pencalegan. Di situ kan saya memang bekerja di situ Pak. Dia mau ketemu Donny, tapi Donnynya belum ada, Pak. Akhirnya ketemu saya di resepsionis, ‘nanti ada titipan dari saya Harun Masiku buat Donny dan Saeful’, gitu, Pak," kata Kusnadi.
Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIPerjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.