Prabowo Diminta Kaji Ulang Penghapusan Sistem Kelas BPJS Kesehatan
GH News May 22, 2025 09:03 AM

Buruh yang tergabung dalam Forum Jaminan Sosial (Jamsos) menolak kebijakan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) yang menjadi pengganti sistem kelas BPJS Kesehatan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Ketua Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal menyatakan pihaknya menolak konsep KRIS lantaran bertentangan dengan prinsip keadilan. Dia pun meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang menyangkut jaminan sosial.

"Kita menolak terhadap ide gagasan KRIS ini satu ruang perawatan yang bertentangan dengan prinsip keadilan buat kita. Kedua, kita minta kepada Presiden RI Pak Prabowo Sudanto agar mengkaji ulang berbagai kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah jaminan sosial," kata Jusuf saat ditemui usai audiensi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), di Jakarta, Rabu (21/5/2025) kemarin.

Jusuf menerangkan kebijakan tersebut menambah beban biaya dari BPJS Kesehatan yang luar biasa sehingga dapat mengurangi anggaran yang telah dialokasikan. Dia meminta agar dana yang telah dialokasikan di BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pelayanan yang sudah ada.

Senada, Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia Saepul Tavip menilai kebijakan tersebut menimbulkan kerugian di kalangan buruh. "Implikasinya luar biasa terhadap kalangan buruh yang selama ini berada di kelas 1 dan kelas 2. Kalau disamaratakan nanti itu akan mengalami downgrade," kata Tauvip.

Apabila pemerintah bertujuan untuk menyamaratakan kelas BPJS Kesehatan, Tauvip menyebut lebih baik meningkatkan layanan-layanan yang selama ini dinilai kurang. Menurutnya, jika KRIS diterapkan maka akan ada iuran tunggal untuk peserta mandiri yang nilainya berada di kisaran iuran kelas 3 dan kelas 2 saat ini. Hal ini berpotensi menurunkan pendapatan iuran dari peserta mandiri, yang akan berdampak pada defisit pembiayaan.

"Nah kalau pemerintah berniat upgrade ruang rawat inap. Ya harusnya memperbaiki yang lemah itu yang kurang itu diperbaiki, diupgrade, jangan yang sudah baik mengalami downgrade. Itu yang kami tolak. Jadi implikasinya luar biasa," terang Tauvip.

Dia pun meminta agar pemerintah tidak menerapkan kebijakan tersebut. Pihaknya pun akan turun ke jalan apabila pemerintah tetap menjalankan kebijakan KRIS. "Jadi kalau kebijakan ini dipaksakan, kita main, kita mainkan. Buruh kan begitu, turun lapangan kita, menolak. Ada cara-cara konsensional yang bisa kita lakukan," terang dia.

Tanggapan DJSN

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono menerangkan pihaknya siap menampung setiap masukan yang disampaikan semua pihak, termasuk dari buruh. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan mutu layanan perbaikan sistem perlindungan sosial.

"Jadi tentu sebagai satu dewan yang diberikan tugas dan amanah oleh undang-undang, maka kami menerima setiap masukan, setiap apa yang disampaikan oleh seluruh pemangku kepentingan di dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu layanan perbaikan dan sistem perlindungan sosial di Indonesia, khususnya jaminan sosial," terang Nuryartono.

Sebagai informasi, penerapan aturan baru KRIS BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025. Seluruh rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap sesuai dengan aturan KRIS dengan pertimbangan kemampuan dari masing-masing.

Saksikan Live DetikPagi :

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.