TRIBUNNEWS.COM, JEDDAH - "Mudah-mudahan dengan panggilan haji ini saya bisa melihat lagi."
Sepenggal harapan ini keluar dari mulut Baharudin Ratuamas, salah satu jemaah haji asal Tolitoli Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ia mengucapkannya dengan suara bergetar saat disambangi Tribunnews.com yang tergabung dalam Tim Media Center Haji (MCH 2025), Rabu (21/5/2025) siang.
Baharudin Ratuamas kemarin baru saja mendarat bersama Kloter BPN 10 saat baru saja mendarat di Bandara Internasional King Abdul Azis, Jeddah.
Pesawat GA 4110 yang membawa Baharudin bersama 355 jemaah lainnya kemarin.
Para jemaah dikumpulkan di Gate E Bandara Jeddah sambil menunggu diantarkan ke dalam bus yang akan membawa mereka menuju Kota Makkah.
Baharuddin saat itu sendirian di kursi rodanya.
Di sampingnya ada pegawai Al Wukalla Bandara Jeddah yang sudah siap mendorong kursi roda Baharudin dan membawanya menuju bus.
Tak ada interaksi antara pegawai itu dengan Baharuddin.
Maklum saja, keduanya terhalang oleh bahasa.
Sang pegawai warga Arab Saudi itu tak bisa berbahasa Indonesia, sementara Baharudin juga tak bisa berbahasa Arab.
Apalagi Baharuddin adalah penyandang disabilitas.
Penglihatannya sudah tak berfungsi lagi, dia tak bisa melihat.
Melihat Baharudin sendirian, Tribunnews pun mencoba menghampiri dan mengajaknya berbincang.
"Tadi pas datang bahasa Arab semua, sementara saya tidak melihat, saya jadi bingung," kata Baharudin.
Baharudin bercerita awalnya mendaftar haji pada Januari tahun 2013.
Saat itu kondisinya masih sehat.
Namun setahun kemudian takdir berkata lain.
"Tahun 2013 mendaftar haji, waktu itu masih sehat saya. Tidak bisa melihat ini dari 2014 sampai sekarang," kata Baharudin mengawali ceritanya.
Kala itu dia memeriksakan dirinya ke dokter setahun usai mendaftar haji, ternyata Baharudin diketahui mengidap glukoma.
Dia tak bisa melihat lagi.
Sempat ingin menjalani operasi namun dokter kala itu tak mengizinkannya.
Dari situlah kemudian Baharudin menjadi tunanetra.
"Keluhannya sekarang apa bapak," tanya Tribun.
"Saya tidak bisa melihat," jawab pensiunan Dinas Pendidikan yang pernah menjadi guru ini.
"Jadi tahun 2014, penyebabnya saya tidak tahu. Waktu berobat menurut keterangan dokter glukoma dulu," kata dia.
"Saya minta bantuan untuk dioperasi supaya bisa melihat tapi dokter tidak berani waktu itu," ujarnya.
Meski dalam kondisi tidak bisa melihat, semangat Baharudin tak kendur.
Dia yakin Allah akan memudahkan jalannya untuk menunaikan rukun Islam kelima ini.
"Ini panggilan, siapa tahu panggilan haji ini bisa sembuh mata saya, bisa melihat lagi," harap Baharudin.
"Mudah-mudahan Allah memanggil kita ini untuk memaafkan kesalahan-kesalahan yang lalu," kata dia.
Di tengah-tengah perbincangan, tiba-tiba Baharudin teringat dengan keluarga yang mendampinginya berhaji.
Ada keponakannya 2 orang, seorang menantu serta seorang kakaknya yang ikut berhaji bersama.
Namun keempat anggota keluarganya itu tak diketahui Baharudin ada dimana saat dia berada di Gate E.
Baharudin pun menanyakan keberadaan keluarganya itu.
"Saya tidak tahu kemana saudara-saudara saya ini. Bantu kita ya," ujarnya.
Tribun kemudian menjelaskan kepada Baharudin bahwa keluarganya aman-aman saja karena mereka telah terlebih dulu berada di dalam bus yang akan membawa mereka ke Makkah.
Sementara jemaah lansia dan penyandang disabilitas mendapat giliran terakhir untuk menaiki bus.
Baharudin pun senang dan menyampaikan terima kasih karena sudah dibantu oleh petugas haji.
"Kalau bisa melihat tidak ada persoalan, tapi saya tidak bisa melihat, jadi bantuan dari petugas haji yang kita harapkan," ujarnya.
Semangat Baharudin diakui oleh Tenaga Kesehatan Haji (TKH) Sulteng, Arifandi Yakub.
Arifandi mengatakan dari awal berangkat sejak di Tolitoli sampai di Palu, Baharudin tak sekalipun mengeluh.
"Alhamdulillah berangkatnya dari tempat tinggal di Tolitoli sampai di Palu tidak ada keluhan apapun. Cuma kekurangannya itu penglihatannya aja," kata Arifandi ditemui di Bandara Jeddah.
Demikian pula dalam perjalanan dari Palu ke Balikpapan, semuanya berjalan lancar.
"Juga selama di Embarkasi Balikpapan tidak ada keluhan," ujarnya.
Sebagai petugas TKH, Arifandi juga selalu melakukan observasi terhadap kondisi Baharudin.
"Mudah-mudahan menjadi haji mabrur, pergi sama-sama, pulang sama-sama," harapnya.
Arifandi pun mengungkapkan terimakasihnya atas bantuan dari petugas haji kepada jemaah haji dari Kloter BPN 10.
"Petugas haji sangat membantu, mulai dari embarkasi sampai di Jeddah, kami merasa sangat terbantu," ujarnya.
Diketahui Kloter BPN 10 mendarat di Bandara Internasional King Abdul Azis Jeddah mendarat pukul 11.10 WAS.
Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 4110 yang mengangkut Kloter BPN 10 ini membawa 356 jemaah, ditambah dengan 4 orang petugas.
Proses pendorongan jemaah Kloter BPN 10 dari Jeddah ke Makkah berjalan lancar.
(Media Center Haji/MCH 2025/Dewi Agustina)