TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melaporkan kasus dugaan pendudukan lahan oleh organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya di kawasan Tangerang Selatan, ke Polda Metro Jaya.
Tanah yang disengketakan seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektare tercatat sebagai milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003.
Kepemilikan BMKG atas lahan tersebut juga telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 serta sejumlah putusan lain yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, sejak pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023, proyek itu terganggu oleh kelompok yang mengaku sebagai ahli waris dan didukung oleh massa ormas.
Dalam laporan tersebut, ada enam orang terlapor yakni berinisial J, H, AV, K, B, dan MY.
AV, K, dan MY disebut merupakan anggota dari GRIB Jaya.
Mereka dilaporkan atas pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, Pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas barang tidak bergerak, kemudian 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang.
Dalam laporannya, BMKG juga mengatakan kelompok tersebut meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar agar mau meninggalkan lokasi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan adanya laporan tersebut yang dibuat pada 3 Februari 2025.
"Kami membenarkan bahwa kami telah menerima sebuah laporan polisi dan saat ini proses penyelidikan masih berlangsung."
"Pelapornya adalah salah seorang pegawai dari BMKG. Kami membenarkan itu," ungkap Ade Ary kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Lahan seluas 12 hektare lebih yang menjadi konflik ini berada di daerah Pondok Betung, Tangerang Selatan.
Ade Ary mengatakan bahwa pada Januari 2024, pihak korban mendapat laporan dari penjaga jika ada pemasangan plang di tanah tersebut.
"Bahwa terlapor telah memasang plang yang bertuliskan, 'Tanah Ini Adalah Ahli Waris dari R bin S'."
"Dan di lokasi yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya, terlapor merusak pagar secara bersama-sama dan menguasai TKP, menguasai tanah, hingga saat ini melakukan pemasangan plang bahwa tanah itu milik ahli waris," ujar Ade Ary, Jumat.
Kemudian, dalam perjalanannya, pihak korban sudah melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada terlapor, tapi tak digubris.
Belakangan, terpasang pula plang bertuliskan 'Tanah ini dalam pengawasan Tim Advokasi Muda dari Tim Advokasi DPP Ormas GJ (GRIB Jaya)'.
"Kemudian akhirnya, karena dalam proses pendalaman di tahap penyelidikan, maka penyelidik mengambil langkah-langkah kepolisian agar TKP status quo, karena masih dalam proses penyelidikan dan telah dipasang plang oleh tim penyelidik dari Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro yang bertuliskan bahwa 'sedang dalam proses penyelidikan'," jelas Ade Ary.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman dengan mendatangi lokasi hingga melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi.
"Sejauh ini sudah ada beberapa saksi yang diambil keterangan dalam tahap klarifikasi di tahap penyelidikan. Antara lain adalah pelapor, kemudian ada tiga saksi, kemudian dari instansi terkait hingga pak lurah di lokasi," tambah Ade Ary.
Adapun pendalaman dengan memeriksa sejumlah saksi dilakukan guna membuat terang kasus tersebut.
"Ini sudah merupakan bagian dari sasaran target pemberantasan operasi preman oleh Polda Metro Jaya."
"Ini masih berjalan proses penyelidikan, dan kasus ini akan diusut tuntas," tegasnya.
Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menanggapi ramainya isu lahan BMKG diduduki oleh ormas di Tangerang Selatan.
Rudianto mengatakan, adanya kegaduhan yang terus dilakukan oleh ormas, maka perlu adanya tindakan tegas dari kepolisian.
"Selaku institusi yang diberi mandat Undang-undang untuk menjaga kamtibmas, keamanan ketertiban masyarakat, tugas utama yang diemban oleh kepolisian melalui konstitusi kita, saya kira sih akan beres dan tidak ada organisasi apapun yang berani melakukan praktik-praktik menyimpang seperti itu tadi, pengancaman, teror, intimidasi, atau bahkan tindak pidana pemerasan, atau penganiayaan," ungkapnya, Jumat (23/5/2025).
Menurutnya, kepolisian bisa melakukan penangkapan hingga penahanan terhadap pihak-pihak yang tindakannya menimbulkan pidana.
"Kalau ada yang mencoba patut diduga misalkan melakukan pengancaman, intimidasi, teror, atau bahkan sudah menjurus ke tindak pidana pemerasan, atau bahkan penganiayaan, ya tidak ada jalan lain selain melakukan langkah tegas berupa penegakan hukum, berupa penangkapan dan penahanan," papar Rudal.
Ia berharap adanya tindakan dari pihak kepolisian tanpa harus ada pandang bulu.
Dirinya menambahkan, penindakan oleh kepolisian harus dilakukan secara tegas sehingga tidak ada lagi kegaduhan yang diciptakan oleh ormas bermasalah.
(Nuryanti/Abdi Ryanda Shakti/Rizki Sandi Saputra)