Perempuan dan Peran Strategisnya: Seruan Kepemimpinan Menuju Indonesia Emas 2045
GH News May 24, 2025 01:04 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA –  Ketua MPR RIAhmad Muzani, menekankan pentingnya peran perempuan dalam menjaga nilai kebangsaan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pondasi menuju Indonesia Emas 2045.

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat membuka seminar “Kepemimpinan Perempuan untuk Indonesia Maju dan Sejahtera” yang diadakan Korps HMI Wati (KOHATI) dan Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (23/5/2025).

Ahmad Muzani mengapresiasi kontribusi aktif anggota Forhati dalam berbagai bidang strategis seperti pendidikan, sosial, dan politik. Ia menyebut kehadiran para perempuan dalam forum ini sebagai bentuk nyata pengorbanan demi kemajuan bangsa.

“Perempuan Indonesia sejak awal kemerdekaan sudah menunjukkan peran penting. Kita punya tokoh seperti Siti Soendari, hakim perempuan pertama yang diangkat pada masa Presiden Soekarno. Ini membuktikan bahwa bangsa kita telah lama memberi ruang bagi partisipasi perempuan,” ujarnya.

Namun, ia juga menyoroti tantangan yang masih harus dihadapi, terutama terkait kualitas pendidikan yang masih rendah. Rata-rata pendidikan masyarakat hanya sampai tingkat SMP, dan jumlah lulusan perguruan tinggi masih minim.

Menurutnya, pola pikir instan dan pragmatis juga menjadi ancaman tersendiri. “Kita butuh SDM yang tangguh, dan peran perempuan sangat krusial dalam membentuk karakter generasi masa depan. Nilai-nilai perjuangan yang dijaga HMI dan KOHATI harus terus dipertahankan,” tandasnya.

Buktikan dengan Kinerja, Bukan Penampilan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos., M.Si., sebagai salah satu pembicara, menekankan pentingnya peningkatan kapasitas perempuan. Ia mengajak kaum perempuan untuk tidak terpengaruh oleh stigma yang melemahkan.

“Jangan terjebak pada kata-kata yang mengecilkan. Jawablah dengan prestasi dan kemampuan yang nyata,” ucapnya.

Himmatul menolak pandangan bahwa perempuan tidak cocok dalam politik. Ia menggarisbawahi bahwa keberhasilan perempuan seharusnya diukur dari kemampuan dan wawasan, bukan dari penampilan semata. Meski keterwakilan perempuan di DPR meningkat—127 dari 580 kursi—tantangan untuk mewujudkan afirmasi 30 persen keterwakilan masih besar.

Ia pun mengingatkan pentingnya memahami regulasi yang melindungi hak perempuan, seperti pasal 28H UUD 1945 dan berbagai undang-undang pemilu, termasuk PKPU yang telah direvisi. Ia mendorong perempuan untuk aktif mencari peluang pendidikan, termasuk beasiswa, agar mampu bersaing di berbagai lini strategis.

Perempuan sebagai Pilar Perdamaian

Duta Besar RI untuk Kuwait, Hj. Lena Maryana Mukti, mengangkat peran perempuan dalam proses perdamaian global. Ia menekankan bahwa pelibatan perempuan dalam misi perdamaian bukan hanya bersifat moral, tapi merupakan kebutuhan strategis.

Mengacu pada inisiatif global Women, Peace, and Security (WPS), Lena menyebut perempuan memiliki peran penting dalam mencegah konflik, melindungi hak korban, dan membangun rekonsiliasi pascakonflik.

“Konflik kerap menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai korban utama. Oleh karena itu, mereka harus dilibatkan dalam perumusan solusi damai,” tegasnya.

Ketimpangan Gender di Pendidikan dan Ekonomi

Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Hetifah Sjaifudian, M.P.P., menyoroti ketimpangan gender dalam akses pendidikan dan dunia kerja, terutama di bidang STEM dan pendidikan anak usia dini.

Ia menekankan bahaya pernikahan usia dini bagi perempuan, yang menyebabkan banyak anak perempuan putus sekolah. “Sebanyak 12,7 persen anak perempuan berhenti sekolah karena menikah, jauh lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki,” jelasnya.

Hetifah juga menyoroti peran penting perempuan sebagai kepala keluarga yang masih terkendala dokumen kependudukan, akses pendidikan anak, dan layanan dasar lainnya.

Peran Nyata, Bukan Sekadar Akademis

Peneliti BRIN, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA., mendorong agar anggota KOHATI mulai bergerak melampaui kegiatan akademis dan menyentuh langsung masyarakat. Ia percaya bahwa perempuan, khususnya yang tergabung dalam organisasi seperti KOHATI, mampu mengambil peran besar dalam pembangunan dari tingkat desa.

“Ini saatnya perempuan menjadi motor penggerak pembangunan desa. Jangan hanya aktif di pusat, tapi juga turun ke akar rumput, membantu masyarakat mengatasi persoalan ekonomi dan sosial,” katanya.

Menurut Siti Zuhro, arah pembangunan yang kini digagas oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto juga menitikberatkan pada pembangunan dari pinggiran. Maka dari itu, perempuan harus terlibat aktif dalam misi tersebut.

Ajakan untuk Aksi Nyata

Seminar ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, namun menjadi panggilan bagi seluruh perempuan Indonesia untuk terus belajar, meningkatkan kapasitas, dan memperluas peran mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perempuan bukan hanya pelengkap, tetapi juga penentu arah masa depan Indonesia. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.