TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan deviasi sebesar minus 31 persen dalam proyek pembangunan sekolah di DKI Jakarta.
Temuan ini diungkap oleh tim Satuan Tugas (Satgas) II Korsup Wilayah II KPK saat meninjau pembangunan TK Negeri, SD Negeri 01 dan SDN 02 Cikini di Jakarta Pusat serta Unit Sekolah Baru (USB) SMA di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025).
Proyek tersebut merupakan bagian dari enam paket pembangunan sekolah yang berada di bawah tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Total anggaran untuk seluruh paket proyek mencapai Rp262 miliar, dengan nilai kontrak pembangunan USB di wilayah Cikini sebesar Rp61 miliar.
Kepala Satgas II Korsup Wilayah II KPK, Dwi Aprilia Linda Astuti, mengatakan bahwa PPK dan inspektorat perlu memberi perhatian serius terhadap temuan tersebut agar pembangunan segera tuntas 100 persen.
Apalagi, anggaran enam proyek ini berasal dari tahun anggaran 2024.
Dan, untuk menyesuaikan realisasi target, Dinas Pendidikan telah melakukan adendum agar proyek dapat dilanjutkan hingga tahun 2025.
“KPK mendorong Dinas Pendidikan DKI Jakarta berkoordinasi intensif dengan inspektorat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Perencanaan persiapan pengadaan seharusnya dilakukan secara matang, termasuk audit berkala dan evaluasi metode pemaketan pelaksanaan kegiatan,” kata Linda dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/5/2025).
Awalnya, proyek ditargetkan selesai pada 31 Desember 2024.
Namun, Dinas Pendidikan memberikan perpanjangan waktu kepada penyedia jasa, sehingga jadwal serah terima diundur menjadi 3 Mei 2025.
Setelah pengajuan adendum ketujuh, jadwal penyelesaian kembali mundur ke 22 Juni 2025.
Sayangnya, hingga April 2025, progres fisik pembangunan baru mencapai 69,11%, dan masih banyak bagian bangunan yang belum selesai.
Akibat keterlambatan ini, sejak Mei 2024 para siswa SDN 01 dan 02 Cikini harus direlokasi ke SDN 03 dan 05 Gondangdia.
Kegiatan belajar mengajar (KBM) pun menjadi tidak optimal karena jam belajar dipadatkan dan para siswa harus bergantian dengan sekolah lain.
“Kita bicara soal hak anak untuk belajar dengan layak. Maka proyek ini harus diawasi ketat dan diselesaikan tanpa alasan. Setiap keterlambatan, sekecil apapun, berdampak pada masa depan mereka,” ujar Linda.
Tak hanya proyek di Cikini yang bermasalah. Keterlambatan juga terjadi pada proyek rehabilitasi total SDN Duri Pulo 01/02/03/04/05/10.
Per 28 April 2025, progres pembangunan baru mencapai 69,13 persen. Sementara itu, dua proyek pembangunan hampir rampung, yakni:
1. Kelompok Bermain Negeri (KBN) 29 Cempaka Baru dan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar Negeri (PKBMN) 29 Cempaka Baru dengan progres 91,43% (per 21 Mei 2025).
2. SDN Karang Anyar 01/02/05/06/08 dengan progres 95,35% (per 15 Mei 2025).
Adapun dua proyek yang telah selesai dan diserahterimakan pada 9 April 2025 adalah:
1. SDN Kampung Bali 01
2. SDN Pasar Baru 01/03/05 serta TK Negeri Sawah Besar.
Secara keseluruhan, rata-rata progres pembangunan enam paket proyek tersebut mencapai 84,90%.
Keterlambatan proyek ini menambah catatan tersendiri bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, seiring hasil Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) 2024.
Area pengadaan barang dan jasa (PBJ) Pemprov DKI tercatat masih rawan, dengan skor hanya 71.
Terlebih lagi, subindikator independensi Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) hanya berada di angka 46.
KPK pun merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, antara lain:
1. PPK dan pengawas proyek harus lebih proaktif melaporkan perkembangan,
2. Menyusun timeline proyek yang realistis,
3. Mengirimkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta terkait perbaikan tata kelola PBJ sebagai bagian dari pencegahan korupsi.