PMKRI, Ingatan dan Autocracy Inc
GH News May 26, 2025 12:06 AM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tanggal 25 Mei 2025, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) berusia 78 tahun. Ini artinya PMKRI menjadi salah satu organisasi gerakan sosial kemahasiswaan terlama di Indonesia yang masih setia menemai perjalanan panjang bangsa ini.

Dominannya teknologi berjaringan internet, perubahan periodik kohort generasi bangsa, serta berbagai implikasinya menjadi tantangan bagi gerakan sosial, termasuk PMKRI. Tidak sedikit Gerakan sosial yang memudar, dan akhirnya berhenti bergerak.

Yang mampu bertahan dituntut beradaptasi dengan mencari dan merumuskan format pembinaan dan metode perjuangan yang baru. Siasat jitu diambil dengan mengakomodasi kebutuhan, kebiasaan, dan selera zaman yang berubah tiap generasi. “Tanggap terhadap yang baru, menatap ke depan, sambil merawat yang lama”. Menurut saya, sejauh ini PMKRI mampu mengantisipasi secara proporsional.

Di lain pihak, memang setiap pilihan menyongsong perubahan, juga mengandung trade-off tertentu, ”ada yang diraih, ada yang dilepas atau dibutuhkan penyesuaian”.

Sebagai kader muda, saya merekam banyak hal menarik dari perjalanan PMKRI akhir-akhir ini. Secara konsisten PMKRI hadir merumuskan agenda-agenda kesetaraan gender, kepedulian terhadap lingkungan yang berkelanjutan, penguatan HAM. 

Demokrasi digital dan perhatian lebih pada ketertinggalan pendidikan di daerah 3T serta upaya menciptakan ekosistem kewirausahaan yang berkelanjutan untuk memberi akselerasi pertumbuhan wirausaha muda, khususnya bagi kader PMKRI.

Dilema Autocracy Inc

Pro Ecclesia et Patria. Sebuah semboyan yang tak hanya menyinari gerakan PMKRI berbasis iman kristiani tetapi juga menuntut PMKRI untuk memandu perjalanan bangsa ini agar semakin berkedilan, bermartabat dan demokratis.

Mengutip buku Anne Applebaum, Autocracy Inc: The Dictators Who Want to Run The World (2024). Applebaum mengulas Autocracy Inc, fenomena ketika sebuah sistem pemerintahan otokrasi sebetulnya dijalankan jejaring rumit yang melibatkan struktur keuangan, bisnis, keamanan, dan teknologi. Jejaring ini berkelindan dengan jejaring di negara otokrasi lain. Tujuannya, untuk saling menguatkan dan melanggengkan kekuasaan mereka.

Rangkaian kebijakan politik ataupun proses hukum di negeri kita akhir-akhir ini mengisyaratkan hal tersebut. 27 tahun reformasi terancam berbagai inovasi otokratik. Bahkan tampak semakin jelas Indonesia sedang bergerak menuju arah deformasi.

Jika reformasi adalah upaya yang kontinu untuk memperbaiki institusi politik, ekonomi, dan sosial dari waktu ke waktu, maka deformasi adalah gerak sebaliknya. Ia adalah upaya grusa-grusu untuk merusak institusi politik, ekonomi, dan sosial dalam tempo yang terburu-buru.

Deformasi ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Ia berjalan perlahan dengan melucuti satu per satu institusi yang menjadi manifestasikan agenda reformasi. Prosesnya pun dilakukan melalui mekanisme demokratis, melalui revisi undang-undang hingga bersidang di mahkamah. Coraknya pun terlihat sangat populis. 

Akibatnya, banyak dari kita tidak sadar akan gejala ini. Kita berpikir bahwa keadaan tidak seburuk yang diberitakan. Ribuan buruh di PHK. Desa dan daerah mengap-mengap akibat anggaranya disedot makan bergizi gratis, koperasi merah putih dan sekolah rakyat yang sejauh ini memiliki banyak soal. 

Di saat yang sama, semangat reformasi menyublim dalam berbagai pencitraan dan kultus individu. Akhirnya, kita menggeser perhatian pada sistem menjadi tunjuk hidung orang per orang. 

Mengelolah Dilema

Bagaimana gerakan sosial, dalam hal ini PMKRI, sebaiknya menghadapi fenomena Autocracy Inc tersebut? Apa yang harus dilakukan? Applebaum memang memfokuskan bukunya pada negara-negara dengan sistem pemerintahan otokrasi. 

Namun, kita juga bisa memaknai buku tersebut sebagai sebuah ”peringatan dini” ketika mabuk memupuk kekuasaan melanda negeri kita sehingga melemahkan demokrasi yang tengah dalam proses penguatan. Tarikan untuk bergabung dengan ”gerbong kekuasaan” kerap terlalu menggiurkan untuk ditampik.

Di sinilah, Gerakan sosial pmkri seperti PMKRI memainkan peran krusial. PMKRI harus cerdas menjaga jarak yang proporsional dengan kekuasaan. Memperlakukan kekuasaan sebagai sesuatu yang normal, rutin dan wajar agar bisa bergerak dan bersuara dengan obyektif, proporsional dan mengusung agenda-agenda perbaikan sosial. 

Sembari, ingatan kolektif tentang sejarah reformasi dan gagasan pembaharuan di dalamnya perlu terus disegarkan kembali. Langkah tersebut dapat menjadi bagian dari perlawanan terhadap otokrasi agar kolektivitas politik  tidak menjauh dari kebaikan bersama.

Para pendiri PMKRI memang visioner. Ini tecermin pada visi “Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati”, sebuah visi yang tetap dan kian relevan setelah tujuh dekade. 

Atas cita-cita besar itu, PMKRI terus berkomitmen untuk menghadirkan pola pembinaan dan kaderisasi yang relevan, menghadirikan gerakan sosial yang membangun, meneguhkan komitmen kebangsaan, membantu masyarakat dalam mengambil keputusan penting dalam hidupnya tanpa kehilangan harapan.

Selamat ulang tahun ke-78 PMKRI. Mencintaimu seperti rahim memeluk janin. (*)

***

*) Oleh : Astra Tandang, Sekjen PP PMKRI Periode 2024-2026.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.