Setara Institute Sebut Perpres Perlindungan Jaksa Salah Secara Materiil dan Formil
Hasanudin Aco May 26, 2025 12:35 PM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setara Institute buka suara mengenai langkah Presiden Prabowo meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres 66/2025).

Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan langkah penerbitan Perpres tersebut salah dan bermasalah. 

"Perpres 66/2025 salah secara materiil dan formil, dari sisi muatan dan prosedur pembentukan," kata Hendardi, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (26/5/2025).

Ia menjelaskan, satu-satunya dasar hukum yang digunakan oleh Perpres 66/2025 adalah Pasal 4 UUD Negara RI tahun 1945 yang mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. 

Hendardi kemudian menuturkan, Perpres sama sekali tidak mendasarkan pada UU TNI padahal Perpres tersebut melegitimasi pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan kejaksaan, bahkan Perpres tidak untuk merujuk UU Kejaksaan itu sendiri. 

"Secara hukum hal tersebut merupakan bentuk legalisme otokratis (autocratic legalism) yang menegaskan kecenderungan pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan politik pemerintahan semata," ucapnya.

Dari sisi prosedur, Hendardi menilai Perpres 66/2025 tidak taat prosedur. Seharusnya pembentukan Perpres melalui dua prosedur, program penyusunan Perpres (Progsun) atau di luar progsun. 

Adapun proses Perpres melalui Progsun panjang dan pasti memakan waktu lama. Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dapat mengajukan Rancangan Perpres di luar Progsun Perpres jika ada kebutuhan untuk melaksanakan UU atau putusan MA. 

Lanjutnya, Perpres melalui prosedur di luar Progsun dapat dilakukan dalam keadaan tertentu untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik, atau bencana alam. 

"Patut diduga prosedur tersebut diterabas, untuk memberikan legitimasi secara cepat dan instan atas ‘main mata’ kejaksaan dan TNI yang dasar hukumnya juga salah yaitu MoU antara Kejaksaan dengan TNI," jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya, secara objektif, tidak ada ancaman sistematis dan massif yang nyata terhadap kinerja kejaksaan dalam penegakan hukum sehingga membutuhkan peraturan perundang-undangan khusus dalam bentuk Perpres.

Hendardi menyebut, Perpres 66/2025 tersebut juga bermasalah, setidaknya karena dua dampak yang akan ditimbulkan. 

Pertama, pengamanan kejaksaan oleh TNI dalam jangka panjang akan melegalisasi pelibatan militer dalam proses-proses penegakan hukum oleh Kejaksaan. 

"Kedua, Perpres akan secara lebih terbuka memantik gesekan dan mencampuradukan kewenangan khususnya antara tiga lembaga; Kejaksaan, Polri dan TNI," pungkasnya.

Diketahui, Perpres Nomor 66 Tahun 2025 mengatur bahwa Kejaksaan berhak mendapatkan pelindungan dari dua institusi aparat yaitu TNI dan Polri.

Perpres tersebut juga memuat aturan jaksa dan keluarganya yang berharap dilindungi oleh kepolisian.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mengkaji pengerahan personel TNI untuk pengamanan pejabat di Kejaksaan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, sejauh ini pengamanan yang dilakukan TNI hanya terkait aset dan fisik Kejaksaan.

"Nah, itu masih kita diskusikan (pengamanan TNI untuk pejabat Kejaksaan)," kata Harli, kepada wartawan di Gedung Puspenkum Kejagung, Rabu (14/5/2025).

Harli menjelaskan, ada keterbatasan jumlah personel TNI yang dikerahkan.

Sejumlah personel yang saat ini sudah dikerahkan, menurutnya, fokus untuk pengamanan aset Kejaksaan sebagai obyek vital negara.

Tak hanya itu, Harli juga menyampaikan, pengerahan personel TNI juga dimungkinkan terjadi dalam kegiatan proses hukum yang dilakukan Kejaksaan, seperti penggeledahan dan penyitaan.

"Karena kalau kita lihat orangnya kan berapa? Kalau di daerah itu hanya 30 orang, ya kan? Ya untuk pejabat utamanya pun sudah habis di hampir separuh ya kan. Bagaimana pengamanan fisiknya (Kejaksaan) lagi?" ucapnya.

Harli menegaskan, pengamanan yang dilakukan TNI di seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia tidak berkaitan dengan proses penegakan hukum kasus tertentu.

Dia juga memastikan, pelaksanaan tugas-tugas dalam hal penegakan hukum tetap dilakukan Kejaksaan secara independen.

"Jadi jangan ada kekhawatirkan bahwa dengan adanya TNI, lalu akan ada intervensi. Ya buktinya selama ini terkait penanganan-penanganan (perkara) konesitas kita umumkan juga," jelasnya.

Lebih lanjut, Kapuspenkum Kejagung juga menjelaskan, pengamanan yang dilakukan TNI merupakan realisasi dari memorandum of understanding (MOU) alias perjanjian kerja sama antara institusi pertahanan tersebut dengan Kejaksaan Agung.

Adapun satu di antara beberapa butir poin perjanjian dalam MOU tersebut, yakni TNI dapat memberikan bantuan dukungan terhadap pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi Kejaksaan.

"Dan kita (Kejaksaan) juga memberikan dukungan bantuan terhadap TNI dalam bentuk lain," ucap Harli.

Dia kemudian menyebut, selain kewenangan dalam hal pertahanan, TNI masih berwenang untuk melakukan pengamanan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) Undang-undang 34 Tahun 2004 (UU TNI).

"Kalau kita mengacu ke UU TNI itu ya di Pasal 7 ayat 2 itu, itu tegas dinyatakan bahwa TNI dapat memberikan dukungan, bantuan pengamanan terhadap aset-aset atau objek vital strategis," kata Harli.

"Tentu Kejaksaan ini kan merupakan objek vitalnya negara yang sangat strategis," pungkasnya.

MoU Kejagung dan TNI

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Negeri se-Indonesia oleh prajurit TNI itu semata untuk melanjutkan nota kesepemahaman atau MoU antara kedua belah pihak.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa pengamanan itu bukan berdasarkan permintaan khusus melainkan hanya melanjutkan kerjasama yang sudah terjalin dalam nota kesepemahaman.

"Iya tindaklanjut dari MoU. Semua dilakukan secara profesional dan terukur," kata Harli saat dihubungi, Senin (12/5/2025).

Adapun kerjasama antara TNI dan Kejaksaan RI itu tertuang dalam Nota Kesepemahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI per tanggal 6 April 2023.

Dalam MoU itu dijelaskan Harli, bahwa TNI dapat memberikan bantuan atau dukungan pengamanan kepada Kejaksaan.

Selain itu menurut dia, hal itu selama ini sudah dilakukan di area Kejagung dan berlangsung baik-baik saja.

"Harus dipahami, sesuai MoU yang ada TNI kan dapat memberikan dukungan pengamanan terhadap Kejaksaan. Selama ini di Kejagung sudah berlangsung dan biasa-biasa saja," katanya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.