Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Pemerintah menanggung biaya pendidikan dasar di negeri dan swasta. Pemerintah disarankan mengklasifikasikan sekolah swasta dan hitung ulang kemampuan Anggaran Pendidikan dan Belanja Negara (APBN).
Saran itu datang dari Wakil Ketua Komisi X DPR yang membidangi pendidikan MY Esti Wijayati. Esti berpandangan pelaksanaan kebijakan ini membutuhkan pendekatan yang lebih kontekstual sebab tidak semua sekolah swasta dapat diperlakukan sama karena adanya perbedaan orientasi, segmen pasar, hingga standar kualitas layanan pendidikan.
"Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi," saran Esti dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (28/5/2025) yang ditulis Kamis (29/5/2025).
Legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini menambahkan implementasi putusan MK ini tetap memberikan kebebasan sekolah swasta untuk mandiri.
"Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas," tambah Esti.
Untuk itu, Esti menekankan pentingnya klasifikasi terhadap sekolah swasta dalam implementasi keputusan MK. Ia meminta Pemerintah untuk memberikan fokus dukungan kepada sekolah swasta yang berkontribusi membuka akses pendidikan dasar di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), serta di kawasan perkotaan padat yang kekurangan sekolah negeri.
"Yang perlu dihitung adalah berapa anggaran yang dibutuhkan. Termasuk sekolah-sekolah swasta yang perlu diperhitungkan anggaran untuk operasionalnya seperti gaji guru, tenaga kependidikan, fasilitas, dan sebagainya," terang Esti.
"Khususnya sekolah swasta yang menampung banyak masyarakat kurang mampu, sekolah swasta di daerah 3T, dan lain-lain," imbuhnya.
Esti mengatakan perencanaan anggaran yang matang perlu digarisbawahi agar kebijakan baru nantinya tetap mengutamakan kualitas pendidikan. Ia meminta pemerintah meninjau ulang struktur alokasi anggaran pendidikan yang selama ini dialokasikan 20% dari APBN sebagaimana amanat dari undang-undang.
"Ini saatnya Pemerintah meninjau kembali struktur anggaran. Realokasi anggaran pendidikan yang 20% dari APBN, agar penggunaannya tepat dan sesuai regulasi yang ada," sebut Esti.
Diperlukan perencanaan dan kalkulasi yang matang mengenai anggaran menyusul adanya putusan kewajiban sekolah gratis dari SD sampai SMA. Dengan begitu kebijakan yang hadir benar-benar menjawab kebutuhan riil di lapangan.
"Tidak hanya sekadar memenuhi angka formal, tetapi juga menjamin bahwa seluruh biaya operasional, mulai dari gaji guru, fasilitas, hingga kebutuhan dasar lainnya tetap berjalan, meski diberlakukan kebijakan gratis," ungkapnya.
Komisi X DPR, lanjutnya, akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat. Termasuk mengawal pembahasan anggaran agar kebijakan pendidikan gratis ini berjalan adil dan efisien, tanpa menurunkan kualitas pendidikan nasional.
"Pendidikan gratis adalah tujuan luhur, tetapi harus dibarengi dengan mekanisme pelaksanaan yang cerdas," tutur Esti.
"Kualitas pendidikan tidak boleh turun hanya karena kebijakan tidak disertai dengan perencanaan anggaran dan klasifikasi yang matang. Negara wajib hadir dengan solusi, bukan hanya dengan aturan," pungkasnya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). MK memerintahkan Pemerintah menggratiskan pendidikan dasar untuk masyarakat di sekolah negeri dan swasta.
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa adalah ibu rumah tangga, sementara Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Putusan dibacakan pada sidang di gedung MK Selasa (27/5).
Dalam putusannya, MK menegaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus menjamin terwujudnya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar secara gratis. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.