TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lakso Anindito, mengatakan pengembalian uang dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tidak menghapus unsur pidana.
Hal itu disampaikan Lakso merespons terkait adanya permintaan uang untuk rangkaian acara pernikahan anak Sekretaris pejabat PU. Namun, diketahui uang tersebut telah dikembalikan kepada para pemberi.
"Langkah inspektorat yang menemukan dugaan ini adalah hal baik, tetapi secara umum pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi kepada pihak pemberi tidak lah menghapuskan tindak pidana," kata Lakso dalam keterangannya, Sabtu (31/5/2025).
Menurut Lakso, pihak Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Direktorat Gratifikasi KPK perlu mengecek lebih jauh apakah permintaan tersebut memenuhi unsur gratifikasi atau tidak.
Sebab, ia mengkhawatirkan, justru pasal yang lebit tepat digunakan dalam perkara ini adalah suap dan pemerasan.
"Langkah ini perlu agar tidak adanya penyelesaian kasus korupsi hanya dengan pendekatan etik dan administratif," kata ketua Indonesia Memanggil atau IM57+ Institute ini.
Ia menambahkan, perlu juga adanya upaya lanjutan untuk mengecek apakah permintaan tersebut sudah menjadi budaya dalam Kementerian PU.
Hal tersebut mengingat Kementerian PU memiliki posisi strategis dalam pengambilan kebijakan terkait berbagai kontrak pemerintah.
"Pendekatan ini diperlukan untuk dapat mengubah secara serius budaya korup yang terjadi pada institusi pemerintah," ujar Lakso.
Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan telah menerima informasi terkait adanya dugaan penerimaan gratifikasi kepada pejabat di Kementerian PU.
Dugaan gratifikasi itu berkaitan dengan pesta pernikahan salah seorang anak pejabat di Kementerian PU.
"KPK mendapatkan informasi adanya dugaan praktik gratifikasi di Kementerian PU, dengan modus permintaan uang oleh salah seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri, kepada pegawai di jajarannya, yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi," kata Jubir KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).
"Informasi tersebut hasil investigasi yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian PU," imbuhnya.
KPK, kata Budi, melalui Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik Kedeputian Pencegahan dan Monitoring pada kesempatan pertama akan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal ataupun Inspektur Investigasi Kementrian PU.
Komisi antikorupsi akan melakukan analisis atas temuan investigasi tersebut.
"KPK apresiasi langkah cepat Inspektorat dalam memproses dugaan pelanggaran ini. KPK terus mengingatkan kepada para penyelengara negara dan ASN untuk tidak menerima/memberi gratifikasi," kata Budi.
Sebelumnya, Budi mengatakan, pada Selasa (27/5/2025), KPK telah mengadakan monitoring dan evaluasi (monev) terkait pencegahan dan pengendalian gratifikasi bagi seluruh kementerian, lembaga, BUMN, dan BUMD.
Kasus dugaan gratifikasi ini mencuat usai beredarnya dokumen yang bertanda tangan Inspektur Jenderal Kementerian PU Dadang Rukmana soal hasil audit investigasi sementara pada Sekretariat Jenderal Kementerian PU.
Dalam surat tersebut menyampaikan bahwa Kepala Biro telah menghubungi beberapa Kepala Balai Besar untuk meminta dukungan terkait rangkaian acara pernikahan anak Sekretaris pejabat PU.
Dari surat yang beredar tersebut terkumpul sejumlah uang Rp10 juta dan 5.900 dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam surat itu dinyatakan bahwa uang tersebut telah dikembalikan kepada para pemberi.
"Uang tunai tersebut saat ini telah disita oleh Inspektorat aral dan selanjutnya akan dikembalikan kepada pihak pemberi karena uang tersebut merupakan uang pribadi pemberi yang ditujukan untuk membantu/mendukung rangkaian acara pernikahan," tulis dalam surat itu.
Menteri PU Dody Hanggodo pun sudah buka suara merespons dugaan gratifikasi pejabat PU.
Dody mengatakan telah menerima laporan tersebut dan menunjuk Inspektur Jenderal menyelesaikan masalah tersebut.
Ia pun menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada Irjen.
"Ya lagi diproses sama Irjen, tapi ya Irjen kalau misalnya dirasa sama Irjen itu nanti memang ada unsur pidana, pasti dia limpahkan ke KPK atau ke Kejaksaan atau ke mana ke Kepolisian untuk tidak lanjut secara pidananya. Tapi kalau mungkin dia merasa enggak perlu ya, tapi kalau sudah viral gini kan susah ya," ucap Dody di kantor Kementerian PU, Jakarta, Rabu (28/5/2025).