TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dalam artikel Badan Pembinaan Ideologi Pancasila berjudul “Fungsi Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Begini Penjelasannya”. Setiap aktivitas perlu disesuaikan karena Pancasila sendiri diciptakan dari nilai-nilai yang sudah ada dalam diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang dimaksud adalah ketuhanan-keagamaan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan-demokrasi, dan nilai keadilan sosial.
Pandangan hidup bangsa yang tercermin dari sila ke-5 Pancasila memiliki makna tentang mengembangkan perbuatan luhur dengan cara kekeluargaan dan gotong royong. Tak hanya itu, setiap warga negara juga harus selalu bersikap adil, dan memahami antara hak dan kewajiban agar bisa menghormati hak-hak orang lain sesama bangsa Indonesia.
Gotong royong salah satunya dapat diwujudkan dengan pemenuhan pembayaran pajak, Masyarakat yang mampu membayar pajak, kemudian pajak yang terkumpul dikelola oleh negara untuk kesejahteraan bersama, pajak dinikmati bersama baik yang membayar pajak maupun masyarakat kurang mampu yang tidak membayar pajak. Sudahkah Undang-Undang Pajak disusun sesuai dengan Ideologi Pancasila?
Pajak dalam Undang-Undang didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Undang-undang perpajakan Indonesia disahkan tahun 1983 dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, berbeda dengan undang- undang perpajakan yang dibuat zaman kolonial.
Perbedaan terlihat dalam sistem dan mekanisme serta cara pandang terhadap Wajib Pajak yang tidak dianggap sebagai "obyek" tetapi merupakan “subyek “ yang harus dibina dan diarahkan agar mau dan mampu memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan.
Perbedaan falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar pembentukan undang-undang tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak yang menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia.
Ciri dan Corak Sistem Pemungutan Pajak Indonesia
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment).
Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
Ciri dan Corak Sistem Pemungutan Pajak Zaman Kolonial
Tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintahan seperti yang tercermin dalam sistem penetapan pajak yang terhutang keseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantung dari pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, mengakibatkan anggota masyarakat Wajib Pajak kurang mendapat pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut berperan serta dalam memikul beban negara dalam mempertahankan kelangsungan pembangunan nasional.
Dalam sistem perpajakan Indonesia Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang bukan oleh pemerintah namun berada pada Wajib Pajak sendiri.
Sebagai konsekuiensi Wajib Pajak diwajibkan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak, memberi kepercayaan lebih besar kepada masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, dengan demikian dapat merangsang peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat.
Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti zaman kolonial, dimana kegiatannya menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, dalam sistem perpajakan Indonesia administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi.
***
*) Oleh: Samsul Arifin, S.E., M.M., Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.