TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lonjakan peredaran rokok ilegal kembali menjadi sorotan seiring kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Kenaikan tarif cukai memicu harga rokok legal naik tajam dan membuat sebagian konsumen beralih membeli rokok tanpa pita cukai atau ilegal.
Salah satu kritik tersebut disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebut wilayahnya mengalami peningkatan signifikan dalam peredaran rokok ilegal, karena tarif cukai yang mahal.
“Kenapa rokok ilegal marak? Karena cukai rokoknya mahal,” ujar Dedi dikutip, Selasa (3/6/2025).
Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo mengatakan tingginya tarif cukai justru membuka celah bagi produk ilegal yang punya harga lebih murah tumbuh subur di masyarakat.
“Karena daya beli menyesuaikan, dengan membeli rokok dengan harga yang terjangkau. Rokok ilegal akan mengisi pasar itu,” kata Kun.
Naiknya tarif CHT juga menurutnya tidak begitu saja menjamin peningkatan penerimaan negara maupun menurunkan angka prevalensi perokok. Ia menyatakan perlunya reformulasi struktur tarif cukai yang lebih tepat sasaran.
"Untuk mengoptimalkan penerimaan CHT dan mengurangi konsumsi rokok, perlu dilakukan reformulasi atau perubahan struktur tarif cukai rokok di Indonesia,” katanya.
Dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya pendekatan moderat dalam penyesuaian tarif CHT.
Tujuannya agar dapat mengoptimalkan penerimaan negara tanpa menimbulkan tekanan berlebih terhadap industri hasil tembakau.
Saat ini industri rokok legal disebutnya sedang mengalami kontraksi di mana produksi menurun tapi di sisi lain tembakau di pasaran habis.
Fenomena ini disebutnya mengindikasikan ada potensi pergeseran bahan baku ke jalur produksi ilegal.
Berdasarkan data dari DJBC penindakan terhadap rokok ilegal juga masih tinggi.
Pada 2024, tercatat 20.000 kasus penindakan, sementara pada 2023 dan 2022 masing-masing mencapai 22.000 kasus. Total, lebih dari 752 juta batang rokok ilegal berhasil diamankan.
Sementara pada kuartal I 2025, DJBC sudah melakukan 2.928 penindakan dengan total 257,27 juta batang rokok ilegal disita. Nilai ekonominya mencapai Rp367,6 miliar hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini.
“Nah, (terjadi) kontraksi luar biasa, (di mana) produksinya menurun, tetapi di pasar tembakau ini habis,” ungkap Misbakhun.