Berkurban di Era Digital: Lebih Mudah, Luas, dan Berkah
Edi Nugroho June 05, 2025 06:31 AM

Oleh:
Ahmad Syawqi
 Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin

JUMAT 6 Juni 2025 yang bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah 1446 H, menjadi momen yang sangat istimewa bagi umat Islam dalam merayakan hari Iduladha yang sangat identik dengan ibadah kurban.

Dulu, berkurban ditandai dengan repotnya mencari hewan di pasar, tawar-menawar harga, hingga mengurus penyembelihan dan pendistribusian daging secara manual. Kini, di tahun 2025 yang serba digital, praktik ibadah kurban telah mengalami revolusi. “Berkurban di Era Digital” bukan sekadar tren, melainkan sebuah realitas yang menawarkan kemudahan, jangkauan yang lebih luas, dan potensi keberkahan yang lebih besar.

Era digital telah mengubah cara kita berinteraksi dengan banyak hal, tak terkecuali ibadah. Kemudahan kini ada di ujung jari. Dari pasar tradisional ke pasar digital.  Jika dahulu pekurban harus datang langsung ke peternak atau pasar hewan,  kini cukup dengan sentuhan jari di layar smartphone. Berbagai platform digital, baik yang diinisiasi oleh lembaga amil zakat, organisasi kemasyarakatan, maupun e-commerce khusus hewan kurban, menawarkan kemudahan luar biasa.

Bayangkan, Anda bisa memilih jenis hewan kurban seperti kambing, domba, dan sapi, melihat visual hewan, membandingkan harga, bahkan membaca ulasan dari pekurban lain, semuanya tanpa harus beranjak dari rumah. Proses pembayaran pun sangat praktis, bisa melalui mobile banking, dompet digital, atau kartu kredit. Fitur notifikasi juga memungkinkan pekurban untuk mengetahui status kurbannya, mulai dari pembayaran diterima, hewan sudah dipilih, hingga proses penyembelihan dan pendistribusian. Ini adalah jawaban bagi masyarakat urban yang sibuk, atau mereka yang berada jauh dari lokasi penyembelihan.

Data menunjukkan, tren kurban online terus meningkat signifikan. Kementerian Agama RI pernah mencatat bahwa pada tahun 2023, penjualan hewan kurban melalui platform digital melonjak drastis. Lembaga seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan BAZNAS melaporkan peningkatan partisipasi pekurban melalui channel digital hingga puluhan persen setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa masyarakat semakin percaya dan nyaman dengan metode ini.


Transparansi dan Akuntabilitas

Salah satu kekhawatiran terbesar dalam berkurban melalui pihak ketiga adalah masalah transparansi. Apakah hewan kurban benar-benar disembelih? Apakah dagingnya sampai kepada yang berhak? Era digital menyediakan solusi untuk kekhawatiran ini.

Platform kurban digital umumnya menyediakan fitur pelaporan yang transparan. Pekurban bisa mendapatkan sertifikat kurban digital, laporan penyaluran, bahkan sebagian platform menyediakan foto atau video singkat proses penyembelihan hewan kurban mereka. Sistem pelacakan ini membangun kepercayaan dan memastikan akuntabilitas. Lembaga-lembaga terpercaya yang bergerak di bidang ini juga seringkali memiliki sistem audit eksternal dan laporan keuangan yang bisa diakses publik, sehingga integritas mereka terjamin.

Ini selaras dengan prinsip syariah yang menekankan kejelasan dalam setiap transaksi. Dengan teknologi, pekurban dapat merasa tenang karena ibadahnya dilakukan dengan benar dan efektif.

Lebih Luas dan Merata

Fleksibilitas kurban digital tidak hanya berhenti pada kemudahan bagi pekurban, tetapi juga pada jangkauan manfaat bagi penerima. Jika kurban konvensional seringkali terpusat di wilayah perkotaan atau sekitar masjid besar, platform digital memungkinkan distribusi daging kurban hingga ke pelosok negeri, bahkan ke daerah-daerah terpencil yang jarang tersentuh bantuan.

Misalnya, seorang pekurban di Banjarmasin bisa memilih untuk menyalurkan kurbannya ke wilayah pedalaman Kalimantan Selatan yang kesulitan akses, atau bahkan ke daerah terdampak bencana di provinsi lain. Lembaga penyalur biasanya memiliki jaringan yang luas dan data penerima manfaat yang terverifikasi, sehingga penyaluran daging kurban menjadi lebih tepat sasaran dan merata.

Dampak ini sangat signifikan dalam konteks pemerataan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Daging kurban yang mengandung protein tinggi dapat membantu meningkatkan gizi masyarakat di daerah-daerah terpencil, memberikan mereka asupan yang mungkin jarang didapatkan.

Tantangan dan Etika

Meskipun banyak kemudahan, berkurban di era digital juga memiliki tantangan dan memerlukan pemahaman etika.

Pekurban harus selektif dalam memilih platform. Pastikan lembaga yang dipilih memiliki izin resmi, rekam jejak yang baik, dan testimoni positif dari masyarakat. Jangan mudah tergiur penawaran yang terlalu murah atau tidak masuk akal.

Tidak semua lapisan masyarakat akrab dengan teknologi. Edukasi tentang cara berkurban online yang aman dan benar perlu terus digalakkan, terutama untuk generasi yang lebih tua.

Pastikan platform yang dipilih tetap mematuhi kaidah fikih kurban, mulai dari pemilihan hewan yang sah, waktu penyembelihan, hingga tata cara distribusi yang benar. Diskusi dengan ahli agama terkait model kurban digital juga penting.

Meski kurban digital meminimalisir mobilitas, isu limbah hewan kurban tetap harus diperhatikan oleh lembaga penyalur. Inovasi dalam pengelolaan limbah dan penggunaan kemasan ramah lingkungan menjadi aspek yang semakin relevan.

Ke depan, berkurban di era digital akan terus berkembang. Mungkin kita akan melihat adopsi teknologi blockchain untuk transparansi yang lebih tinggi, penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk optimasi distribusi, atau bahkan integrasi dengan metaverse untuk pengalaman kurban yang lebih imersif (meskipun ini masih spekulatif dan memerlukan kajian syariah).

Era digital telah membuka pintu baru bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah kurban dengan lebih mudah, efisien, dan berdampak luas. Ini adalah perpaduan harmonis antara tradisi yang kaya makna dengan inovasi teknologi, membuktikan bahwa syariat Islam senantiasa relevan di setiap zaman. Mari manfaatkan kemudahan ini untuk memperbanyak amal kebaikan, memperluas jangkauan manfaat, dan meraih berkah Iduladha yang melimpah. (*) Banua Genting Narkoba

KEPOLISIAN Daerah (Polda) Kalsel dan jajaran Polres/Polresta berhasil menggagalkan peredaran 54,8 kilogram sabu, 10.355 butir ekstasi dan 9.401 butir obat keras dalam kurun April-Mei 2025. Total barang bukti itu senilai Rp 62,2 miliar dari 239 kasus kejahatan narkoba yang berhasil ditangani.

Hal ini diungkap Kapolda Kalsel Irjen Rosyanto Yudha Hermawan dalam konfrensi pers, Rabu (4/6). Sehari sebelumnya, Polres Banjarbaru mengumumkan berhasil mengamankan barang bukti 10,3 kilogram sabu.

Sejumlah daerah lain di Kalsel juga telah merilis hasil tangkapan pelaku peredaran narkotika dan barang buktinya.

Hampir setiap hari, berita penangkapan pengedar dan pengguna narkotika, mendominasi pemberitaan kriminalitas media massa di Banua. Sebagian disebut masih terafiliasi dengan jaringan Fredy Pratama yang saat ini masih berstatus buronan Bareskrim Mabes Polri.

Peredaran barang haram di wilayah Kalimantan Selatan memang kian memprihatinkan. Pelakunya berasal dari berbagai latar belakang dan usia. Bahkan seperti tangkapan di Banjarbaru, salah satu pelakunya adalah remaja putri yang masih berusia belasan tahun.

Tak hanya masyarakat biasa, tapi narkoba juga telah menyusupi aparat penegak hukum. Tentu masih segar diingatan kita tentang berita viral enam polisi pengguna narkoba di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Bahkan seolah menjadi rahasia umum, hal itu dinilai sebagai fenomena yang telah lama terjadi, termasuk di daerah lain. Tidak hanya aparat, tapi juga kalangan pejabat.

Banua genting narkoba. Sudah saatnya kita bersatu padu dan bahu membahu memberantas peredaran dan penggunaan narkoba. Jangan sampai, generasi penerus bangsa hancur gara-gara terpengaruh zat berbahaya yang bersifat adiktif itu. Ancamannya sangat jelas dan nyata. Bahkan, saat ini sudah sangat dekat di sekitar kita.

Seperti disampaikan Kapolda Kalsel, Irjen Rosyanto Yudha Hermawan. Diperkirakan ada 286 ribu warga yang berhasil diselamatkan dari bahaya narkoba, menyusul keberhasilan pihaknya mengungkap peredaran 54,8 kilogram sabu, dan ribuan pil setan lainnya.

Apa jadinya, jika barang haram itu berhasil beredar di masyarakat? Tentu ratusan ribu warga pula yang terancam rusak mental dan kesehatannya, bahkan masa depannya, karena harus menjalani hukuman dan di bui.

Kita semua perlu memasang mata dan telinga. Jalankan fungsi masing-masing, baik aparat, pemerintah maupun masyarakat. Jadilah radar di lingkungan masing-masing. Saling menjaga dan memperhatikan sesama, baik tetangga, saudara atau kawan. Jika ada tanda-tanda mencurigakan sebagai pemakai apalagi pengedar, harus diingatkan. Kalau perlu laporkan kepada pihak berwenang agar tidak makin kebablasan. Hukum harus ditegakkan.

Aparat pun sudah saatnya melakukan ‘bersih-bersih’. Tentu akan sulit membersihkan pelaku narkoba, jika aparat sendiri justru terlibat atau menjadi pengguna. Bak pepatah, “Sapu kotor, tidak akan bisa membersihkan”. (*)


I

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.