Janji 19 Juta Lapangan Kerja, Realistiskah?
GH News June 06, 2025 05:03 PM

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pernah berjanji akan membuka 19 juga lapangan kerja. Janji itu disampaikan saat Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024) lalu.

Apakah janji itu 19 juta lapangan kerja itu realistis jika mengacu pada kondisi Indonesia saat ini?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai janji itu bisa dilakukan, cuma kebijakan pemerintah yang tidak mendukung untuk merealisasikan janji tersebut.

Pertama, untuk mencipta lapangan kerja baru menurutnya pemerintah harus banyak mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Melalui pendidikan, kemampuan sumber daya manusia di Indonesia meningkat.

Bukan hanya sekedar untuk bekerja, namun bisa mengikuti kebutuhan perkembangan zaman.

"Lihat aja kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ya di mana kan kalau mau wujudkan penciptaan lapangan pekerjaan 19 juta, yang pertama adalah upgrade kualitas tingkat pendidikan. Nah sekarang anggaran pendidikan itu berkurang, terus lebih banyak direlokasi anggaran ke yang lain MBG (Makan Bergizi Gratis), Koperasi Merah Putih, tidak ada upgrade skill dari sana. Nah harusnya kan selain akses pendidikan diperluas," terang Esther kepada detikcom, Jumat (6/6/2025).

Kedua, menurutnya jika ingin menciptakan 19 juta lapangan kerja, harusnya diberikan banyak insentif untuk meningkatkan investasi di dalam negeri. Menurut Esther, insentif yang diberikan pemerintah saat ini hanya sekedar mengutamakan konsumsi.

"Kalau mau membuka lapangan pekerjaan 19 juta yaudah dong kasih insentif-insentif yang ke arah investasi bukan insentif-insentif yang mengarah ke konsumsi. Jadi kalau ada kaya kasih bansos, kasih subsidi listrik, kasih gaji subsidi 2 bulan Rp 300 ribu insentif itu tidak ke arah investasi atau mengupgrade pendidikan secara luas," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai janji penciptaan 19 juta lapangan kerja tidak akan tercapai di pemerintahan saat ini. Ia menerangkan kondisi ekonomi sekarang sedang tertekan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diperkirakan tembus 280 ribu orang tahun ini.

"Rasio investasi dengan lapangan kerja makin tidak berbanding lurus. Investasi masuk lebih ke sektor padat modal, akibatnya setiap Rp 1 triliun investasi asing hanya menyerap 1.000 orang tenaga kerja. Zaman covid-19 angka nya bisa 1.300 orang per Rp 1 triliun PMA. Berarti kualitas investasi nya makin jelek," ujar Bhima kepada detikcom.

Menurutnya, sejumlah program pemerintah telah mengutamakan penyerapan lapangan kerja yang tinggi. Bhima menyebutkan salah satu contohnya Program Koperasi Desa Merah Putih yang dinilai punya masalah dalam menyerap tenaga kerja, karena menjadi subsitusi UMKM dan BUMDes yang sudah ada.

"Kopdes Merah Putih akan head to head dengan usaha di desa, dan itu justru ciptakan banyak usaha gulung tikar. Hitungan CELIOS dengan adanya Kopdes MP, 175.000 lapangan kerja di sektor farmasi jadi terancam" jelas Bhima.

Selain itu, program hilirisasi efeknya tidak terlalu besar menyerap tenaga kerja. Ia menyebut petani dan nelayan harus kehilangan pendapatan karena hilirisasi dilakukan tanpa tata kelola yang baik.

"Bisa dibilang skenario pemerintah akan gagal buka 19 juta lapangan kerja kalau program nya bermasalah," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.