Bagi kita yang belajar tentang ilmu ekonomi, kita tahu bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang erat kaitannya dengan konsep pengorbanan. Pengorbanan yang dilakukan oleh manusia sebagai pelaku ekonomi atau homo economicus untuk mencapai suatu tujuan yang optimum. Pengorbanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas di tengah sumber daya yang terbatas.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua konsep penting yang berkaitan dengan pengorbanan, yaitu trade-off dan opportunity cost. Sederhananya, trade-off terjadi saat kita harus memilih antara dua hal yang sama-sama bernilai. Misalnya, anak-anak di pagi hari dapat memilih antara belajar atau bermain. Jika mereka memilih untuk belajar, maka mereka melepaskan kesempatan bermain. Pilihan yang diambil—belajar—merupakan trade-off, sementara kesempatan bermain yang dikorbankan merupakan opportunity cost. Singkatnya, trade-off adalah pilihan yang diambil dari dua atau lebih alternatif, sedangkan opportunity cost adalah nilai dari pilihan terbaik yang tidak dipilih.
Nabi Ibrahim dalam Trade-off dan Opportunity Cost
Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang setiap Idul Adha kita dengarkan, ternyata memiliki relevansi dengan konsep pengorbanan dalam ilmu ekonomi. Apa relevansinya? Pertama, trade off-nya adalah ketika Nabi Ibrahim memutuskan untuk menyembelih Ismail dalam rangka menggapai ketaatannya pada Allah SWT. Ketaatan pada Allah SWT ini dalam bahasa ekonomi menjadi utilitas atau kepuasan yang dirasakan oleh Nabi Ibrahim dan juga menjadi pilihan yang rasional.
Kedua, opportunity cost nya adalah Nabi Ibrahim tidak menghiraukan posisi Ismail sebagai penantian panjang bersama dengan Siti Hajar. Kita dapat membayangkan saudara sekalian bagaimana rasanya seorang ayah yang telah lama menantikan buah hatinya tapi kemudian Allah memberikan perintah untuk menyembelih putranya sendiri yang telah lama dinantikan. Pernikahan antara Nabi Ibrahim dengan Siti Hajar, sudah lama sekali tidak diberikan keturunan. Setelah lebih dari 80 tahun menikah, Allah kemudian memberikan keturunan yaitu Ismail. Tetapi, setelah beranjak dewasa, Allah memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya. Hal ini sebagaimana terekam dalam yaitu “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka bagaimanakah pendapatmu?’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyā Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."
Ketiga, return dalam bentuk hewan sembelihan yang gemuk dan besar menjadi bentuk reward atas trade-off dan opportunity cost yang telah dilakukan sebelumnya. Ketika hari penyembelihan itu tiba, Ibrahim bersiap untuk menyembelih putranya dan Ismail juga telah direbahkan, Allah kemudian datang dan berkata pada Ibrahim “Wahai Ibrahim. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata” (). Setelah itu, Allah mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan yang besar dan gemuk. Konsep return adalah apa yang kita korbankan akan mendapatkan imbal hasil yang lebih baik lagi tanpa kita mengetahui apa hasil atau imbal balik yang ada pada saat kita berkorban sesuatu di awal. Sehingga, ketika manusia mengorbankan sebagian hartanya, sebagian tenaganya, hingga sebagian pikirannya untuk kebaikan dirinya sendiri dan kemaslahatan bersama dan untuk digunakan di jalan Allah, maka sudah tentu manusia itu tentu akan mendapatkan balasan yang lebih baik lagi.
Pengorbanan dan Tantangan Pembangunan
Dewasa ini, tantangan pembangunan global makin kompleks. Salah satunya adalah perkembangan teknologi dan Artificial Intelligence (AI) yang semakin pesat.
Untuk menjawab tantangan tersebut, maka perlu adanya pengorbanan melalui beberapa intervensi yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya melalui kebijakan fiskal untuk investasi di bidang research and development (RnD). Hal ini yang dilakukan oleh negara maju untuk memperkuat dan memperbarui teknologi hingga pengembangan ilmu pengetahuan di negara mereka, sehingga negara maju dapat memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitas yang tinggi pula.
menunjukkan bahwa semakin maju suatu negara, semakin besar pula investasi di bidang RnD sebagai persentase dari PDB yang dilakukan oleh suatu negara. Sebut saja Jepang dan Korea Selatan yang saling berlomba-lomba meningkatkan kapabilitas teknologinya. Korea Selatan pada tahun 2022 melakukan investasi sebesar 5,21% dari PDB, sementara Jepang sebesar 3,41% dari PDB.
Bagaimana posisi Indonesia dengan sesama tetangga kita di ASEAN dalam lima tahun terakhir? Pemerintah Singapura melakukan investasi sebesar 2,16% dari PDB untuk urusan RnD pada tahun 2020. Thailand menempati urutan kedua yaitu sebesar 1,16% pada tahun 2022. Disusul dengan Malaysia dan Vietnam yaitu masing-masing sebesar 0,95% (2020), dan 0,42% (2021). Indonesia menjadi peringkat terakhir yaitu sebesar 0,28% pada tahun 2020. Persentase Indonesia ini sama dengan angka tahun 2018 yang dilakukan oleh Brunei Darussalam dan lebih rendah dari Filipina pada tahun yang sama yaitu 0,32%.
Penutup
Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail melahirkan pesan bahwa effort atau pengorbanan yang dilakukan tanpa melihat imbalan yang didapatkan di waktu mendatang akan membawa return atau imbal hasil yang lebih baik dan lebih besar di masa mendatang. Effort atau pengorbanan perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menguatkan aspek RnD dengan menjadi prioritas dalam kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas yang berkualitas. Sehingga, trade off yang dipilih dalam menguatkan aspek RnD pada kebijakan fiskal dapat melahirkan return yang lebih baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.