TRIBUNNEWS.com - Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Rio Rompas, menilai pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), Bahlil Lahadalia, soal lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, jauh dari tempat wisata, adalah sesat.
Ia mengimbau publik untuk tidak percaya begitu saja terhadap pernyataan Bahlil itu.
Sebab, jelas Rio, wilayah ekosistem di Raja Ampat merupakan satu kesatuan utuh, tidak hanya dilihat dari jarak antara satu pulau dengan lainnya.
"Kita jangan disesatkan dengan apa kata Bahlil. Karena wilayah ekosistem Raja Ampat itu satu kesatuan utuh."
"Itu bukan hanya dilihat dari jarak pulau-pulau, tapi biodiversitasnya saling berkaitan," tutur Rio, Sabtu (7/6/2025).
Karena wilayah ekosistem Raja Ampat yang merupakan kesatuan utuh, imbuh Rio, apabila pulau-pulau kecil lokasi tambang nikel mengalami kerusakan, maka akan berdampak pada ekosistem secara menyeluruh.
Terlebih, di wilayah Raja Ampat, hampir 75 persen merupakan biodiversitas, khususnya koral atau karang.
Karena itu, Rio sekali lagi menekankan, agar publik, terutama Bahlil, untuk tidak memperhatikan jarak antar pulau di Raja Ampat.
"Dan habitat-habitat yang memang ada di situ, kalau bahasanya itu adalah mahkota dari koral dari triangle secara global di dunia," jelasnya.
"Kalau dilihat juga di Piaynemo dekat Wayag juga yang paling dekat, ada satu perusahaan Kawe yang paling dekat yang itu juga jadi salah satu ikonik."
"Dan wilayah-wilayah itu sudah masuk Global Geopark UNESCO. Meskipun memang di Gag itu tidak masuk, tapi itu menjadi satu kesatuan," imbuh Rio.
Rio mengungkapkan, pihaknya sudah sejak lama melakukan investigasi terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.
Greenpeace, kata dia, telah mengumpulkan data dan dokumentasi terkait tambang nikel di tempat yang dijuluki surga terakhir di Bumi tersebut.
Hasilnya, ada tiga pulau dilindungi yang sedang dikeruk untuk didapatkan nikelnya.
Serta, dua pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Batang Pele dan Manyaifun yang sudah mulai dieksplorasi.
"Temuan kami di lapangan memang ada tiga pulau kecil yang sedang dikeruk di Pulau Manuran, Pulau Kawe, sama Pulau Gag," pungkasnya.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia mengatakan aktivitas tambang nikel di Pulau Gag oleh PT GAG Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk, jauh dari lokasi wisata, tepatnya Pulau Piaynemo.
Sebagai informasi, Pulau Piaynemo adalah salah satu tempat wisata populer di Raja Ampat.
Bahlil menyebut, jarak antara Pulau Gag dan Piaynemo adalah 30-40 kilometer.
"Aktivitas pertambangan dilakukan di Pulau Gag, bukan Piaynemo, seperti yang diperlihatkan di beberapa media yang saya baca," jelasnya, dikutip dari siaran pers, Jumat (6/6/2025).
"Saya sering di Raja Ampat. Pulau Piaynemo dan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km. Di wilayah Raja Ampat itu betul wilayah pariwisata yang kita harus lindungi," lanjut dia.
Sementara itu, empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat diketahui melakukan pelanggaran sebab telah merusak ekosistem akibat aktivitas mereka.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan pelanggaran itu termasuk pelanggaran serius sebab melakukan aktivitas tambang di pulau kecil.
Pelanggaran itu diketahui setelah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan pengawasan selama 26-31 Mei 2025.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi."
"KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," kata Hanif dikutip dari siaran pers di laman KLH, Jumat (6/6/2025).
Hanif melanjutkan, meski keempat perusahaan itu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun hanya tiga yang mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
"Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil," ujarnya.
Berikut ini daftar perusahaan tambang nikel dan pelanggaran yang dilakukannya:
Buntut polemik tambang nikel di Raja Ampat, Bahlil menyetop sementara aktivitas pertambangan sembari menunggu hasil evaluasi.
Bahlil akan mengevaluasi keberadaan tambang-tambang nikel yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut Bahlil, diperlukan perlakuan khusus untuk pembangunan smelter di Papua karena daerah tersebut merupakan otonomi khusus.
Bahlil pun akan memanggil para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di kawasan Raja Ampat agar bisa mengevaluasi aktivitas pertambangan di sana.
"Untuk sementara kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (5/6/2025).
"Nanti saya akan evaluasi. Saya ada rapat dengan dirjen saya, saya akan panggil pemilik IUP, mau BUMN atau swasta."
"Kita memang harus menghargai karena di Papua itu kan ada otonomi khusus sama dengan Aceh. Jadi perlakuannya juga khusus," urainya.
(Pravitri Retno W/Rahmat Fajar/Endrapta/Yohanes Liestyo)