TRIBUNJATIM.COM - Jasad jemaah haji ilegal asal Pamekasan, Madura, akan dimakamkan di Makkah, Arab Saudi.
Jenazah Syukron tak dapat pulang ke Tanah Air karena terkendala biaya.
Keluarga lantas mengikhlaskan pemakanan tersebut.
Seperti diketahui sebelumnya, Syukron dan dua Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya tertangkap basah aparat keamanan Arab Saudi melalui jalur ilegal saat hendak ibadah haji.
Namun saat itu Syukron sudah tak bernyawa diduga karena dehidrasi berat, Sabtu (27/5/2025).
Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com
Keputusan tersebut diambil karena keluarga tidak mampu menanggung biaya pemulangan jenazah yang dinilai sangat tinggi.
"Sekarang pihak keluarga sudah ikhlas. Karena memang tidak punya biaya untuk memulangkan jenazah," ujar tokoh masyarakat Desa Blumbungan, Junaidi, saat dikonfirmasi, Sabtu.
Menurut Junaidi, biaya pemulangan jenazah yang diajukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah mencapai Rp60 juta, dan itu hanya mencakup biaya di Arab Saudi.
"Untuk biaya di Arab Saudi saja keluarga di sini belum bisa membayarnya. Apalagi ditambah dengan biaya lain-lain," kata Junaidi. Ia menyebut total biaya pemulangan ke Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp75 juta.
Junaidi menambahkan, sebelumnya KJRI sempat meminta surat persetujuan dari pihak keluarga untuk memakamkan jenazah di Mekkah. Namun saat itu, keluarga belum menyetujui karena ingin memastikan kondisi jenazah terlebih dahulu.
"Setelah diberi kesempatan melihat melalui dokumentasi dari KJRI, akhirnya setuju," katanya.
Keluarga, lanjut dia, masih syok atas peristiwa meninggalnya Syukron Mahbub.
Sebelumnya, tiga warga negara Indonesia (WNI) ditemukan di tengah gurun di wilayah Jumum, Makkah, Senin (27/5/2025).
Mereka ternyata hendak melangsungkan melaksanakan ibadah haji namun melewati jalur ilegal.
Satu di antaranya bahkan diketahui sudah tak bernyawa saat ditemukan aparat keamanan Arab Saudi.
Jalur ekstrem diduga kuat menjadi penyebab.
Konsul Jenderal RI di Jeddah pun membenarkan peristiwa tersebut.
Mengejutkan lagi, tiga WNI tersebut ternyata sudah kepergok sebelum kejadian tragis itu.
Korban tewas berinisial SM dan 10 WNI lainnya sempat terjaring razia aparat keamaan.
Mereka diketahui mencoba menunaikan ibadah haji menggunakan visa non-haji.
Setelah tertangkap, mereka dipulangkan ke Jeddah.
Namun, SM memilih untuk tidak menyerah.
Bersama J dan S, ia kembali mencoba memasuki wilayah Makkah dengan memanfaatkan jasa taksi gelap.
Kali ini, jalur yang mereka pilih lebih berisiko, melalui gurun pasir.
Perjalanan yang sudah berat itu berubah menjadi lebih berbahaya ketika sopir taksi secara tiba-tiba menghentikan kendaraan di tengah gurun dan memaksa mereka turun karena takut tertangkap patroli keamanan.
Patroli udara aparat Saudi, yang menggunakan teknologi drone, menemukan ketiganya di tengah hamparan gurun yang gersang.
Saat ditemukan, SM sudah meninggal dunia, diduga kuat akibat dehidrasi parah dan suhu panas yang ekstrem.
Sementara itu, J dan S segera dievakuasi ke rumah sakit untuk menerima perawatan medis.
“Setelah dirawat, J dan S kembali diusir ke Jeddah oleh otoritas Saudi,” tambah Yusron dalam keterangannya.
Jenazah SM berada di rumah sakit di Makkah untuk menjalani prosedur visum.
Konsulat Jenderal RI di Jeddah telah berkoordinasi dengan keluarga almarhum di Madura.
Proses pemakaman akan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku di Arab Saudi.
Konsul Jenderal Yusron B. Ambary mengingatkan kembali bahwa upaya untuk berhaji melalui jalur tidak resmi sangat berbahaya dan melanggar hukum.
“KJRI Jeddah mengimbau kepada seluruh WNI agar tidak terlibat dalam aktivitas haji nonprosedural dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku di Arab Saudi,” tegasnya.
Peristiwa ini menjadi pengingat akan risiko besar yang dihadapi para pelaku haji ilegal.
Tidak hanya menghadapi ancaman deportasi, tetapi nyawa pun bisa menjadi taruhannya.
Pemerintah Indonesia melalui KJRI Jeddah terus mengedukasi masyarakat untuk tidak tergoda iming-iming berhaji tanpa antre yang seringkali berujung pada tragedi.
-----