Sederet Persoalan Jemaah Haji di Tenda Arafah dan Cara Kemenag Mengatasinya
kumparanNEWS June 08, 2025 03:40 AM
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menghadapi sejumlah kendala dalam penempatan jemaah di tenda-tenda Arafah.
Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, mengatakan permasalahan ini dipicu beberapa faktor teknis, sosial, dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik.
Wukuf di Arafah sebagai rangkaian puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijah 1446 H, bertepatan dengan 5 Juni 2025. Jemaah haji Indonesia diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah pada 4 Juni 2025. Dalam proses itu, ada sejumlah jemaah yang sempat tidak mendapatkan tempat di tenda Arafah.
“Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia,” ujar Mukhlis di Makkah, Sabtu (7/6).
Perbesar
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama, Muchlis Hanafi. Foto: Kemenag RI
Mukhlis membeberkan penyebab terjadinya masalah penempatan jemaah di Arafah. Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.
“Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama,” ujar Mukhlis.
Kedua, skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah. Penempatan jemaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah. Namun, pada praktiknya ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.
“Karena sistem keberangkatan dari Makkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” ungkap Mukhlis.
Perbesar
Tenda untuk jemaah haji di Arafah. Foto: Moh Fajri/kumparan
Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker). Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.
“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” tutur Muchlis.
Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali. Mukhlis menjelaskan banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal.
“Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” kata Muchlis.
Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijah 1446 H. Penempatan jemaah yang tidak sesuai rencana menyulitkan pihak syarikah atau markaz terkair proses distribusi makanan dan logistik.
“Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz atau Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” ujar Mukhlis.
Langkah Mitigasi PPIH
Perbesar
Tenda untuk jemaah haji di Arafah. Foto: Moh Fajri/kumparan
Persoalan penempatan jemaah di Arafah pada akhirnya bisa diselesaikan. Mukhlis mengatakan hal itu tidak terlepas dari sejumlah langkah cepat dan strategis yang diambil PPIH Arab Saudi. Langkah tersebut ditujukan untuk mengurai kepadatan dan memastikan seluruh jemaah mendapat tempat yang layak dan distribusi konsumsi yang lebih baik.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyisir dan memvalidasi ulang kapasitas tenda. Mukhlis mengungkapkan petugas melakukan penyisiran menyeluruh ke tenda-tenda Arafah dan menemukan banyak kasur yang seharusnya kosong sudah ditempati oleh jemaah.
“Pemetaan ulang menunjukkan bahwa beberapa tenda masih menyimpan kapasitas tambahan,” terang Muchlis.
Langkah kedua adalah mengalihkan tenda petugas untuk jemaah. “Tiga tenda petugas di wilayah Markaz 105 (Syarikah Rifadah) dialihfungsikan dan dipakai untuk menampung jemaah yang belum kebagian tempat,” ungkap Muchlis.
Upaya ketiga yang dilakukan PPIH Arab Saudi adalah melobi pihak Syarikah untuk menyiapkan tambahan tenda. Langkah ini cukup berhasil.
Perbesar
Tenda untuk jemaah haji di Arafah. Foto: Moh Fajri/kumparan
Keempat, pemanfaatan tenda utama Misi Haji Indonesia. “Tenda utama Misi Haji Indonesia pada akhirnya juga digunakan untuk menampung jemaah terdampak over kapasitas,” ujar Mukhlis.
Langkah kelima adalah koordinasi efektif dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief secara khusus melakukan komunikasi intensif dengan Kemenhaj. Langkah ini membuahkan hasil, sekitar 2.000 jemaah berhasil ditempatkan di tenda-tenda cadangan resmi yang disiapkan oleh pihak Saudi.
“Melalui upaya-upaya tersebut, kepadatan mulai terurai dan saat puncak wukuf, seluruh jemaah sudah berada di tenda untuk melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk,” tegas Muchlis.
“PPIH Arab Saudi terus berupaya semaksimal mungkin agar seluruh jemaah Indonesia dapat menjalani puncak ibadah haji dengan aman, nyaman, dan terlayani,” tambahnya.