Komnas HAM Ungkap Kondisi Memprihatinkan Pengungsi Papua Tengah di Nabire dan Timika
Wahyu Aji June 08, 2025 06:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM RI Anis Hidayah mengungkapkan temuan pihaknya atas pemantauan terhadap kondisi pengungsi pada Juni 2024 akibat konflik yang terjadi di beberapa wilayah Provinsi Papua Tengah.

Temuan tersebut diungkapkan menyusul informasi yang diungkap Menteri HAM Natalius Pigai baru-baru ini yang menyebut pihaknya menerima informasi ada 60 ribu warga masyarakat dari Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak yang mengungsi ke daerah perkotaan seperti Nabire dan Timika. 

Bahkan, menurut Pigai, distrik Sinak di Kabupaten Puncak dan Distrik Hitadipa di Kabupaten Intan Jaya sudah kosong karena ditinggal warganya mengungsi.

Berdasarkan data Komnas HAM RI per Juni 2024 yang dibagikan Anis, tercatat terdapat pengungsi yang tinggal bersama dengan keluarga dan kerabat yang berasal dari Kabupaten Puncak. 

Bahkan di Nabire terdapat satu rumah yang dihuni 7 kepala keluarga (KK).

Selain itu, data Komnas HAM RI juga mencatat pekerjaan mereka terbatas, di mana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kebanyakan pengungsi berkebun.

Hasil kebun tersebut kemudian dikonsumsi sendiri dan atau dijual di pasar.

Kemudian, temuan Komnas HAM RI pada Juni 2024 lalu juga mengungkapkan para pengungsi mengalami kerugian di antaranya rumah tidak terawat dan ternak hilang.

Komnas HAM juga menemukan pengungsi mayoritas kekurangan pangan dengan rata-rata makan hanya 1 sampai 2 kali sehari.

Para pengungsi, berdasarkan data Komnas HAM tersebut, di antaranya mengungsi dengan beberapa cara.

Pengungsi di Korowa misalnya, berdasarkan catatan Komnas, menyatakan bahwa mereka mengungsi dengan menggunakan pesawat dengan menggunakan dana pribadi setelah sebelumnya menempuh perjalanan selama satu hari satu malam. 

Kemudian, Komnas HAM juga menemukan seorang ibu di Sektor Penduduk (SP) III mengungsi bersama lima orang anaknya dan membawa dua ekor babi, dengan menggunakan pesawat. 

Masing-masing babi juga dikenakan biaya tiket di mana saat itu nilainya Rp2 juta per tiket. 

Kemudian, seorang kepala kampung di Winanggwi Distrik Magabume, Kabupaten Puncak menjelaskan dana desa yang diperoleh dipergunakan untuk pembiayaan mengungsi ke Nabire dan Timika. 

Para pengungsi tersebut kemudian menuju ke Nabire dan Timika, dan kemudian tinggal bersama keluarga yang ada di kedua kabupaten tersebut. 

Data Komnas HAM tersebut juga mencatat para pengungsi tersebar di Distrik Nabire Kabupaten Nabire, Distrik Teluk Kimi Nabite Timur, Kecamatan Wania Kabupaten Mimika, dan Kecamatan Kuala Kencana Kabupaten Mimika. 

Namun demikian, berdasarkan informasi yang diterima Komnas HAM RI masih ada titik-titik lokasi lain yang belum sempat teramati Komnas HAM karena keterbatasan waktu dan sumber daya manusia.

"Terkait dengan pengungsi di Nabire dan Mimika sebenarnya datanya belum terkonsolidasi. Komnas HAM terakhir melakukan pemantauan itu tahun lalu Bulan Juni 2024. Dan kita mendapati mereka mengungsi karena beberapa peristiwa," ungkap Anis saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (8/6/2025).

"Pertama peristiwa pada tahun 2015 karena konflik yang terjadi, pemilihan Bupati Puncak pada saat itu. Kemudian peristiwa pada 2019 itu tragedi baku tembak. Kemudian juga peristiwa kekerasan terhadap Tarina Murib pada tahun 2023. Jadi di setiap peristiwa itu kemudian warga di Puncak Jaya mengungsi di Nabire dan Mimika," sambungnya.

Selain itu, ia mengungkapkan kondisi para pengungsi memprihatinkan di antaranya berdesakan di satu rumah keluarga, pekerjaan terbatas, anak-anak tidak mendapatkan layanan kesehatan serta sebagian di antaranya belum mendapatkan kepastian terkait akses pendidikan.

Namun secara umum, lanjut dia, banyak hak para pengungsi yang tidak terpenuhi.

"Hak atas pangan tidak terpenuhi, hak atas pendidikan tidak terpenuhi, hak atas pekerjaan tidak terpenuhi, hak atas kesehatan tidak terpenuhi, hak atas rasa aman juga tidak terpenuhi termasuk juga hak terhadap perempuan dan anak," ungkap Anis.

"Tetapi memang beberapa SKPD itu sudah memiliki struktur untuk penanganan dan alokasi anggaran. Termasuk di tingkat rumah sakit itu ada rumah sakit rujukan. Itu di Timika, namanya RS Mitra Masyarakat. Kemudian dari tingkat Gereja itu juga sudah menyediakan lumbung sosial. Jadi stok pangan untuk para korban pengungsi," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.