Bahlil dan Hikayat Tambang di Raja Ampat
Imad Imaduddin June 08, 2025 07:00 PM
Imad Imaduddin
Peneliti Prolog Initiatives, Alumnus Magister Analisis Kebijakan Publik Universitas Indonesia
Bahlil lagi, Bahlil terus. Mengapa setiap ada persoalan yang berkaitan dengan migas dan minerba selalu Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menjadi tertuduh, bahkan tervonis. Sepertinya kita perlu adil sejak dalam pikiran. Bahlil baru menjabat kurang dari setahun sebagai Menteri ESDM. Ini seperti mengulang tudingan dalam perkara kebijakan elpiji bersubsidi yang ramai beberapa waktu lalu. Opini direproduksi sedemikian masif, bahkan dialektikanya bergeser menjadi hal-hal superfisial, remeh, tidak substantif. Tendensius, bahkan diduga punya vested interest .
Lagi-lagi, tuduhan serupa, mirip tapi tidak sama, dialamatkan kepada Bahlil soal tambang nikel di Raja Ampat, Papua. Padahal, persetujuan ijin usaha pertambangan (IUP) perusahaan ini dikeluarkan pada tahun 2017, waktu ketika Bahlil masih menjadi profesional, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Artinya, Bahlil waktu itu masih berada di luar pemerintahan, sama sekali tidak punya kewenangan mengambil keputusan administrasi negara.
Penulis tidak terafiliasi dengan Partai Golkar, sayap kepemudaannya, atau hubungan bisnis dengan Bahlil. Tulisan ini semata bentuk tanggung jawab intelektual penulis dalam menjernihkan berbagai persoalan kebijakan publik agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan, atau tidak keliru dalam menuding siapa yang bertanggung jawab. Setiap pejabat publik mesti mempertanggung jawabkan kebijakannya di hadapan publik. Ini adalah postulat baku yang telah dilegalisasi di depan konstitusi dan kitab suci. Jika memang pejabat tersebut harus bertanggung jawab, maka rakyat punya hak untuk memintanya.
Menjernihkan Perkara Tambang
Ini berarti, berdasarkan kronologi waktu sebagaimana tercatat dalam MODI, persetujuan pemberian IUP PT GAG Nikel diterbitkan pada masa Menteri ESDM Ignasius Jonan (menjabat 14 Oktober 2016 - 20 Oktober 2019). Tulisan ini tidak bermaksud mencari siapa yang salah, namun berkehendak menjelaskan fakta apa adanya. Hal ini penting diurai agar persoalannya menjadi jelas dan terang, tidak sumir. Oleh karena itu, yang perlu dianalisis mendalam adalah bagaimana sebenarnya alur persetujuan pemberian IUP pada saat itu?
Dalam konteks PT GAG Nikel ini, komoditas yang diusahakan adalah nikel, yang berarti termasuk dalam kelompok mineral logam (Pasal 2 ayat 2 huruf b PP 23/2010). Dalam regulasi ini ditegaskan bahwa badan usaha mendapatkan persetujuan dan pemberian IUP dari Menteri ESDM setelah memiliki wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) melalui prosedur lelang. Secara praktikal, pelaksanaan lelang ini terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/ walikota.
Mencari Solusi Terukur
Langkah Bahlil yang langsung mengunjungi lokasi tambang dan menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel sesungguhnya respon kebijakan yang tepat dan terukur. Kita tentu mengharapkan pertambangan tetap sejalan dengan ketentuan hukum, kelestarian lingkungan, serta keberlanjutan pariwisata. Apalagi dengan status Raja Ampat sebagai destinasi wisata favorit dan Geopark Unesco, kita berharap ijin operasional tambang dievaluasi.
Apa yang telah dilakukan oleh Bahlil memenuhi indikator evaluasi kebijakan publik yang baik. Jika memang ternyata IUP PT GAG Nikel harus dicabut, pencabutannya harus melalui serangkaian prosedur evaluasi yang tepat. Kita berhak setuju atau tidak setuju dengan pertambangan di Raja Ampat itu. Namun jika sengkarut tambang ini menjadi instrumen disinformasi, maka itu tentu harus dikoreksi.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.