PB HMI Sebut IUP Nikel di Raja Ampat Langgar UU dan Putusan MK
GH News June 09, 2025 04:03 PM

Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Rifyan Ridwan Saleh, menilai Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, melanggar undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditegaskan larangan aktivitas tambang di pulau kecil.

"Pasal 23 ayat 2 beleid ini menyatakan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan, di antaranya konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik dan peternakan, dan pertahanan dan keamanan negara," kata Rifyan kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Rifyan menyebut di luar tujuan itu maka wajib dipenuhi syarat pengelolaan lingkungan, dengan memperhatikan kemampuan dan kelestarian, juga sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.

"Sikap tegas Menteri ESDM penting, menurut saya. Aktivitas apapun yang bertentangan dengan undang-undang, di Raja Ampat saat ini harus dihentikan selamanya," ujar Rifyan.

Dia mengatakan undang-undang secara eksplisit mengatur pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Dalam hal ini Pulau Gag, salah satu dari gugus pulau Raja Ampat yang ditambang, memiliki luas hanya 7.000 hektare lebih atau setara dengan 77,27 km persegi.

"Pulau tersebut masuk dalam jenis pulau-pulau kecil, sehingga berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tersebut, diperintahkan untuk tidak melakukan aktivitas pertambangan," tegas Rifyan.

Lanjut, Rifyan menyebut aktivitas tambang di pulau-pulau kecil juga sudah dilarang lewat Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023. Dia menyampaikan aktivitas pertambangan di Raja Ampat juga melanggar Undang-Undang Dasar 1945.

"Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 secara eksplisit menyatakan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan menjaga keseimbangan kemajuan serta kesatuan ekonomi nasional," jelasnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Rifyan berpendapat pertambangan di Raja Ampat tak berwawasan lingkungan, dan hanya untuk kepentingan produksi nikel. Namun ironisnya, imbuh dia, mengorbankan kelestarian lingkungan dan bahkan masyarakat adat di wilayah terdampak pertambangan.

Rifyan sangat mendukung upaya penertiban aktivitas tambang di Raja Ampat. Dia mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia untuk mengambil tanggung jawab dan langkah tegas.

Dia juga bersaran agar pemerintah tak hanya menghentikan sementara aktivitas tambang di Raja Ampat, tetapi harus secara permanen. "Sebab sudah jelas pelanggaran hukumnya," tambah Rifyan.

"Belum lagi Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 secara tegas menyatakan bahwa menteri berwenang menerbitkan dan mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil apabila menimbulkan dampak penting terhadap perubahan lingkungan," lanjut Rifyan.

Rifyan juga mengatakan bahwa terbitnya izin pertambangan di Raja Ampat, yang jelas secara eksplisit dilarang oleh undang-undang, telag mengindikasikan adanya korupsi.

"Jika peraturan atau undang-undang dan putusan MK telah jelas, tetapi izin pertambangan tetap di kelua. Maka saya patut menduga bahwa ada kongkalikong antara otoritas pemberi izin yakni pemerintah pusat dengan perusahaan tambang," jelas Rifyan.


© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.