Ibadah Qurban hadir bukan sekadar ritual tahunan. Lebih dari itu, ia adalah seruan mendalam, sebuah manifestasi ketakwaan ekologis. Tradisi qurban, yang berakar pada kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, mengajarkan kita tentang ketaatan mutlak kepada perintah Ilahi. Namun, di balik ketaatan personal itu, tersimpan pelajaran tentang bagaimana kita berinteraksi dengan alam dan segala isinya.
Konsep Ketaqwaan Ekologis
Dalam konteks ini, muncul gagasan ketakwaan ekologis—yaitu kesadaran beragama yang tidak hanya berorientasi pada hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah), hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas), tetapi juga pada hubungan manusia dengan alam (hablum minal 'alam).
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan ekoteologi. Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat al- A’raf ayat 56:
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Allah Maha Bersih dan mencintai kebersihan.” (HR. Tirmidzi)
Ayat dan hadis ini menunjukkan bahwa menjaga kebersihan, keindahan, dan keseimbangan alam adalah bagian dari ekspresi ketakwaan.
Qurban dan Ketaqwaan ekologis
Qurban sebagai Manifestasi Eko-Teologi Islam, berpijak pada dua prinsip utama, yaitu khalifah dan amanah. Manusia ditugaskan bukan untuk mengeksploitasi, tetapi merawat bumi sebagai bagian dari ibadah. Sehingga Qurban dalam konteks ini menekankan:
1. Pelaksanaan yang beretika dan berkelanjutan
2. Pemilihan hewan yang layak dan disembelih dengan ihsan,
3. Pengelolaan limbah dan distribusi yang ramah lingkungan.
Pelaksanaan qurban yang berlandaskan pada ketaqwaan ekologis, dapat dimulai sejak proses pemilihan hewan qurban. Membeli hewan qurban dari peternak lokal lebih dianjurkan daripada membeli hewan qurban dari tempat yang jauh apalagi dari hewan import. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya mobilitas hewan yang dapat meningkatkan emisi karbon karena faktor transportasi maupun logistik. Selain itu peredaran hewan ternak dari berbagai daerah, juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit akibat virus, bakteri maupun parasit.
Hewan yang di qurbankan nantinya akan di bagikan pada berbagai pihak. Sehingga sebelum membeli, pastikan bahwa hewan Qurban menunjukkan ciri fisik dan perilaku sehat. Pemilihan hewan Qurban yang sehat menjadi kunci untuk mendapatkan daging yang terhindar dari risiko penyakit, sehingga dagingnya aman dikonsumsi bagi seluruh Masyarakat. Jangan sampai semangat berQurban justru berujung pada masalah kesehatan. Pemilihan dan pembelian hewan qurban dari peternak lokal akan mendukung perekonomian lokal, meminimalisir emisi karbon serta meminimalisir risiko penyakit.
Proses penyembelihan, pendistribusian dan pengolahan limbah hewan qurban: pada proses ini seringkali menyisakan masalah penumpukan sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik dapat berupa darah, kotoran, jeroan, dan bagian hewan qurban lainnya yang tidak termanfaatkan, akan menimpulkan bau tak sedap dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Kotoran hewan yang langsung dibuang di badan air, bisa menyebabkan kontaminasi lingkungan dan menyebabkan dampak kesehatan yang serius bagi Masyarakat. Sedangkan terjadinya penumpukan sampah anorganik pada hari raya qurban dapat berasal dari aktifitas penggunaan plastik sekali pakai dalam pendistribusian hewan qurban.
Gerakan Eco Green Idul Adha
Gerakan Green Idul Adha mengajak umat Muslim untuk melaksanakan qurban ramah lingkungan, melalui:
Membeli hewan qurban dari peternak lokal
Menggunakan wadah non-plastik atau yang bisa digunakan ulang, seperti stainless steel (yang dibawa sendiri oleh menerima daging qurban), daun pisang, daun jati, besek dll.
Menghemat air dan energi saat pemotongan dan pengolahan daging
Memanfaatkan semua bagian hewan kurban: tulang, kulit, hingga jeroan
Mengolahan limbah yang berkelanjutan. pengolahan kotoran dan darah hewan kurban dapat dilakukan dengan pengomposan dan penimbunan. Kotoran dan bagian tubuh yang tidak dimanfaatkan dapat dikomposkan, sedangkan darah dapat ditimbun di lubang tanah. Penimbunan limbah juga dapat membantu meminimalkan bau dan penyebaran penyakit.
Qurban adalah ibadah mulia yang harus dijalankan dengan tanggung jawab sosial dan ekologis. Perubahan kecil ini tentu dapat berdampak besar jika dilakukan bersama-sama oleh masyarakat luas. Secara konsisten Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur yang di koordinatori oleh LLHPB (Lembaga lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana) telah melakukan praktek Eco green idul adha, praktek ini diserukan secara serentak pada masing-masing Pimpinan Daerah Aisyiyah.
Gerakan Eco green Idul adha ini merupakan bentuk implementasi, komitmen dan penguatan peran Aisyiyah dalam agenda SDGs (Sustainable Development Goals) terutama yang berkaitan dengan lingkungan dan konsumsi berkelanjutan, seperti SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action) dan SDG 15: Kehidupan di Darat (Life on Land).
Ketakwaan ekologis bukan hanya gagasan, tapi diwujudkan dalam gerakan atau tindakan spiritual sekaligus sosial dan ekologis. Melalui kurban yang bertanggung jawab, umat Islam dapat menyemai nilai tanggung jawab lingkungan, menyebarkan semangat berbagi yang juga menjaga bumi, serta menjadikan Islam sebagai solusi atas krisis moral dan ekologis global. Dengan memahami Qurban dari perspektif ketakwaan ekologis, kita diharapkan dapat menjadi pribadi yang tidak hanya taat dalam beribadah, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan, mewujudkan harmonisasi antara iman, amal, dan kelestarian alam. Karena serangakaian kegiatan yang kita lakukan jangan lupa diniatkan karena Allah SWT, hanya semata untuk mengharap ridhonya