Generasi Alpha Dinilai Kurang Bergerak, Akademisi: Ini Alarm Bahaya untuk Masa Depan Anak
GH News June 10, 2025 01:04 AM

TIMESINDONESIA, MALANG – Aktivitas fisik anak-anak zaman sekarang dinilai semakin minim. Gawai menggantikan lapangan bermain, dan rutinitas sekolah yang padat membuat waktu anak untuk bergerak nyaris habis. Fenomena ini menjadi sorotan Frendy Aru Fantiro, M.Pd., dosen Pendidikan Jasmani dari Program Studi PGSD Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Malang), yang menyebut kondisi ini sebagai “alarm bahaya” bagi generasi alpha.

“Kita sedang menghadapi generasi yang makin jarang berkeringat, jarang bermain di luar, dan lebih akrab dengan layar daripada rumput hijau,” kata Frendy.

Menurut Frendy, kemajuan teknologi dan pola asuh modern telah membuat anak-anak sekolah dasar kehilangan kebiasaan gerak sejak dini. Mereka lebih sering duduk menatap layar daripada berlari, memanjat pohon, atau bermain lompat tali seperti anak-anak era sebelumnya.
Akibatnya, masalah kesehatan fisik dan mental mulai bermunculan. Anak-anak menjadi lebih mudah lelah, banyak yang mengalami obesitas, gangguan postur tubuh, hingga stres.

“Kalau dibandingkan generasi sebelumnya, anak SD sekarang lebih banyak yang cepat mengeluh capek, berkacamata sejak dini, bahkan sulit fokus,” tambahnya.

Frendy menekankan pentingnya aktivitas fisik sebagai bagian dari rutinitas harian anak, bukan hanya pelajaran di sekolah atau ekstrakurikuler mingguan. Ia menyarankan waktu minimal 60 menit per hari untuk anak SD, dan 30 menit untuk anak prasekolah.

Kegiatan seperti bermain, bersepeda, berjalan kaki ke sekolah, hingga membantu pekerjaan rumah, menurutnya bisa sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Namun masalahnya, orang tua seringkali kurang memberi contoh yang baik.

“Anak-anak tidak akan aktif kalau orang tuanya pasif. Kita tidak bisa hanya menyuruh mereka bergerak, kita harus ikut bergerak bersama,” ujar Frendy.

Tak hanya keluarga, Frendy juga mengkritisi sistem pendidikan yang terlalu fokus pada prestasi akademik. Anak-anak diharuskan belajar dari pagi hingga sore, kemudian masih harus mengikuti les dan mengerjakan PR. Waktu untuk bergerak pun akhirnya terpinggirkan. Padahal, aktivitas fisik justru punya dampak positif terhadap prestasi akademik.

“Penelitian menunjukkan bahwa anak yang rutin berolahraga memiliki konsentrasi lebih tinggi dan nilai akademik lebih baik, terutama dalam pelajaran yang menuntut fokus seperti matematika dan membaca,” ungkapnya.

Frendy mengajak semua pihak—baik orang tua maupun sekolah—untuk membangun budaya aktif bagi anak-anak. Mulai dari kebiasaan kecil seperti jalan-jalan sore, bermain di taman, atau kegiatan keluarga yang melibatkan gerak tubuh.

“Olahraga jangan dijadikan hukuman. Buatlah menyenangkan. Putar musik, ajak anak menari, atau main petak umpet. Yang penting, tubuhnya aktif dan hatinya senang,” pungkasnya. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.