TRIBUNNEWS.com - PT Gag Nikel Tbk menjadi satu-satunya dari lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tak dicabut.
Diketahui, empat dari lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP), dan PT Nurham, dicabut IUP-nya oleh pemerintah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, membeberkan alasan mengapa PT Gag Nikel masih mendapat izin menambang di Raja Ampat. Apa saja?
Bahlil mengatakan, PT Gag Nikel yang merupakan anak perusahaan pT Aneka Tambang (Antam) Tbk, adalah aset negara.
Alasan itulah yang membuat pemerintah masih "mempertahankan" PT Gag Nikel beroperasi di Raja Ampat.
"Karena itu juga adalah bagian dari aset negara," kata Bahlil, Selasa (10/6/2025).
Ia memastikan pihaknya akan mengawasi PT Gag Nikel sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
"(Sesuai) arahan Bapak Presiden, kita harus awasi betul lingkungannya," imbuh Bahlil.
Selain aset negara, PT Gag Nikel juga dianggap telah memenuhi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Dia (PT Gag Nikel) melakukan sebuah proses penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu bagus. Alhamdulillah sesuai dengan AMDAL," jelas Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan, PT Gag Nikel mengantongi izin kontrak karya (KK) operasi produksi.
Dari total 13 ribu hektar perizinan KK, ujar Bahlil, PT Gag Nikel hanya membuka 260 hektar.
Dari jumlah tersebut, 130 hektar telah direklamasi dan dikembalikan ke negara sekitar 54 hektar.
"Dan ini adalah lokasi produksinya sekarang masih ada 130 hektare," ucap Bahlil, dikutip dari Kontan.co.id.
Bahlil juga menyebut PT Gag Nikel beroperasi di luar kawasan geopark Raja Ampat.
Ia mengatakan, jarak antara Pulau Gag, tempat PT Gag Nikel beroperasi, jauh dari Piaynemo, sekitar 40 kilometer.
Atas hal itu, Bahlil mengungkapkan, pemerintah berpandangan PT Gag Nikel masih bisa beroperasi.
"Sampai dengan sekarang kami berpandangan (Gag Nikel) tetap akan bisa berjalan," kata dia.
Bahlil juga mengklarifikasi gambar Pulau Piaynemo di media sosial yang memperlihatkan kerusakan alam.
Ia menegaskan gambar-gambar itu adalah hoaks.
"Ini adalah pulau Gag, jadi yang dibilang bahwa terumbu karang, lautnya sudah tercemar, ini bisa dilihat sendiri," ujar Bahlil sembari menampilkan video saat mengunjungi lokasi.
Meski pemerintah telah mencabut IUP empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya bakal menggelar aksi penolakan.
Kendati demikian, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya mengapresiasi langkah pemerintah mencabut IUP empat perusahaan tersebut.
Sebab, keempat perusahaan itu dinilai secara terang-terangan melakukan pelanggaran karena eksplorasi dan pengelolaan di pulau-pulau kecil.
Rencananya, aksi unjuk rasa itu akan dilakukan pada Kamis (12/6/2025).
"Kami akan menggelar aksi demonstrasi besok, Kamis."
"Keputusan ini kami ambil setelah melakukan diskusi di Asrama Kabupaten Tambrauw," ujar Nia Kambu, Ketua Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya se-Kota Jayapura kepada Tribun-Papua.com, Rabu (11/6/2025).
"Kenapa kami mendukung pencabutan izin ini? Karena keempat perusahaan tersebut secara terang-terangan telah melakukan eksplorasi dan pengelolaan di wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil, yang jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta mendapat pengakuan dari UNESCO," jelasnya.
Aksi demonstrasi akan dilakukan di dua titik utama, yaitu Kantor DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
Tema besar yang diusung dalam aksi ini adalah "Suara Mahasiswa dan Pemuda Papua Selamatkan Pulau Indonesia", dengan tagar #SaveRaja dan #PapuaBukanTanahKosong.
"Aksi kami murni, tanpa ada yang menunggangi atau membawa kepentingan sponsor dari pihak mana pun."
"Ini adalah murni gerakan solidaritas mahasiswa dan pemuda Papua Barat Daya di Jayapura, bersama partisipasi BEM PTN/PTS, LSM, dan OKP/OKPI yang bersedia terlibat di lapangan," tegasnya.
Ia juga memberikan apresiasi kepada Aliansi Masyarakat Selamatkan Alam dan Manusia Papua yang telah menggelar aksi di Bandara Deo pada 7 Juni 2025, serta Gerakan Solidaritas untuk Raja Ampat yang menggelar aksi di Kantor Gubernur Papua Barat Daya di Sorong pada 10 Juni 2025.
"Semua aksi ini merupakan akumulasi gerakan masyarakat sipil. Terakhir, kami mahasiswa di Jayapura pun tidak tinggal diam. Kami akan bergerak pada Kamis, 12 Juni 2025," katanya.
Nia juga menyampaikan harapannya agar kunjungan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Gubernur Papua Barat Daya, dan aktivis lingkungan yang akan memantau langsung situasi di empat pulau terdampak tambang, bisa menunggu kehadiran perwakilan mahasiswa dari Jayapura.
"Setelah aksi Kamis, kami berencana berangkat ke Sorong pada Jumat untuk bergabung dengan rombongan pemerintah."
"Kami ingin memastikan informasi yang simpang siur bisa diklarifikasi, dan kami sebagai mahasiswa juga memiliki data yang valid untuk ikut mengawasi implementasi keputusan Presiden terkait pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," pungkasnya.
(Pravitri Retno W/Taufik Ismail, Tribun-Papua.com/Yulianus Magai, Kontan.co.id/Vendy Yhulia)