TRIBUNNEWS.COM – Banyak orang memandang Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi raksasa yang misterius, kuat, dan tertutup. Negeri tirai bambu itu juga sering dianggap sebagai penantang tatanan global yang dibentuk Barat. Namun, lewat buku The New China Playbook: Beyond Socialism and Capitalism yang rilis pada tahun 2023, ekonom Keyu Jin berusaha membalik persepsi itu.
Lewat narasi yang segar, Jin mengajak pembaca dari kalangan bisnis, pemerintahan, hingga masyarakat umum untuk melihat Tiongkok dari dalam, bukan hanya dari sudut pandang luar yang selama ini mendominasi.
Bukan Buku Ekonomi Biasa
Meski terlihat seperti buku strategi makroekonomi, The New China Playbook sejatinya menyuguhkan lebih dari itu. Buku ini terasa seperti jembatan dialog antara Timur dan Barat.
Dalam buku ini, Jin menegaskan bahwa Tiongkok tidak anti terhadap pasar bebas atau inovasi. Tiongkok juga tidak semata-mata ingin menggulingkan sistem global. Justru sebaliknya, kata Jin, Tiongkok ingin diakui sebagai pemain sah dalam sistem dunia dengan pendekatannya sendiri.
Mengutip isi buku ini, Jin mengungkapkan bahwa “Ada sesuatu yang terjadi di Amerika yang berbeda… dan secara khusus berdampak buruk bagi kelas pekerja. Mereka (Amerika) mengaitkannya dengan monopoli yang menindas dan institusi-institusi yang secara konsisten melemahkan serikat pekerja serta memperkuat posisi para pemberi kerja, sehingga memungkinkan mereka meraup keuntungan dengan mengorbankan para pekerja biasa.”
Jin dengan tegas menyatakan bahwa Tiongkok telah mencapai kemajuan yang signifikan tanpa harus mengikuti jejak negara-negara Barat. Inovasi dan perkembangan teknologinya juga menentang anggapan bahwa Tiongkok perlu menyesuaikan diri dengan sistem ekonomi dan pandangan politik Barat demi melanjutkan pembangunannya.
Buku ini juga memberikan pandangan positif terhadap mekanisme intervensi ekonomi yang dipimpin oleh negara di Tiongkok. Misalnya, peran besar negara dalam sektor teknologi dan digital bukan berarti mengekang kreativitas, melainkan menciptakan stabilitas dan ekosistem yang sesuai dengan karakter masyarakat Tiongkok.
Dilengkapi Data, Disajikan Ringan
Kekuatan utama buku ini terletak pada cara penyampaiannya. Jin menulis dengan gaya yang jernih, tidak kaku, dan kaya data. Ia menyisipkan berbagai hasil penelitian, statistik ekonomi, hingga cerita pribadinya sebagai orang Tiongkok yang pernah menempuh pendidikan di Harvard dan kini menjadi akademisi di London School of Economics.
Ia membahas banyak isu krusial, mulai dari pertumbuhan kelas menengah Tiongkok, daya saing industri teknologi lokal, hingga tantangan besar seperti demografi dan reformasi pendidikan. Ia juga tidak antipati terhadap bahasan global seperti hubungan AS-Tiongkok dan posisi partai komunis dalam pembangunan ekonomi.
Disebut Terlalu Lunak terhadap Pemerintah Tiongkok
Beberapa pengulas menyebut buku ini terlalu simpatik terhadap Beijing. Salah satunya datang dari editorial The Guardian yang menyebut buku ini terlalu menyerupai “narasi resmi Partai Komunis Tiongkok”.
Salah satu contohnya adalah ketika Jin membahas tragedi gempa Sichuan tahun 2008, yang menyebabkan ribuan siswa meninggal dunia karena runtuhnya bangunan sekolah yang tidak layak. Dalam buku ini, tragedi itu hanya disebut sebagai faktor meningkatnya tabungan rumah tangga, tanpa membahas isu korupsi, kualitas infrastruktur, atau protes warga.
Kasus kelaparan besar tahun 1959–1961 juga hanya disebut sebagai ‘penurunan hasil panen gandum’, tanpa penjelasan soal puluhan juta jiwa yang meninggal akibat kebijakan politik yang salah arah.
Ketika menyentuh isu seperti sensor internet, pengawasan digital, atau pelanggaran HAM di Xinjiang, Jin cenderung memilih diam atau menyatakan “tidak cukup data” untuk memberikan komentar.
Buku yang Perlu Dibaca dengan Kritis
Meski menuai kritik, tak bisa dipungkiri bahwa The New China Playbook memberikan perspektif baru yang segar tentang Tiongkok. Apalagi bagi pembaca dari Indonesia yang tengah mencari formula untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Buku ini menyajikan bahwa membangun ekonomi tak harus mengikuti cetak biru Barat. Bisa dengan jalan sendiri, asalkan konsisten dan disesuaikan dengan kondisi domestik.
Namun, penting juga membaca buku ini dengan sikap kritis. Jangan telan mentah-mentah narasi yang ada. Perhatikan pula apa yang disampaikan dan apa yang dibiarkan tak dibahas. Pasalnya, dalam narasi politik dan ekonomi global, apa yang tidak dikatakan kadang lebih penting dari apa yang ditulis.
Layak Dibaca tapi Bukan Kebenaran Mutlak
The New China Playbook memang bukan buku yang sempurna, tapi layak dibaca. Buku ini membuka ruang diskusi dan menawarkan alternatif pandangan tentang salah satu kekuatan global terbesar saat ini. Sebagai pembaca, buku ini bisa jadi pembuka mata, atau justru memicu perdebatan, tergantung dari mana Anda membacanya.
Apakah ini buku propaganda atau jembatan dialog antar Tiongkok dan negara lain, tergantung pada siapa yang membaca dan sejauh mana kita siap memahami Tiongkok bukan hanya dari luar, tapi juga dari perspektif Jin yang ada di dalam buku ini.
Apakah ini strategi lunak Tiongkok untuk mengubah opini dunia? Atau langkah tulus membangun dialog antarperadaban? Waktulah yang akan menjawab.