SURYA.CO.ID - Seorang guru sekolah menengah pertama (SMP) berinisial D, di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, viral karena menendang kepala siswanya.
Kejadian ini diketahui dari unggahan Instagram @tkpdemak, Rabu (11/6/2025).
DM tampak berdiri di atas meja sembari memarahi seorang siswa inisial G yang duduk di hadapannya.
Tak hanya memarahi, DM terlihat menendang kepala siswa tersebut sebanyak dua kali.
Menurut keterangan unggahan tersebut, peristiwa tersebut dipicu oleh DM yang mengira GAM bersiul saat mengerjakan ujian.
Disdikbud Turun Tangan
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Demak, Haris Wahyudi Ridwan, membenarkan adanya laporan terkait kejadian tersebut.
Haris menyebut, pihaknya telah menugaskan tim untuk menindaklanjuti kasus ini.
“Sudah saya turunkan tim pagi ini untuk klarifikasi dan konfirmasi ke sekolah,” ujar Haris, Rabu (11/6/2025).
Haris menyatakan belum bisa menyampaikan lebih lanjut terkait motif tindakan guru tersebut karena proses klarifikasi masih berlangsung.
“Saya belum bisa menjelaskan karena tim turun belum selesai,” tambahnya.
Haris menegaskan akan ada tindak lanjut secara administrasi terhadap oknum guru yang menendang muridnya.
"Akan kami tindak lanjut secara administrasi," tegasnya.
Satreskrim Dapat Laporan Keluarga Korban
Kini, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Demak sudah menangani kasus tersebut setelah mendapat laporan dari orang tua korban.
Kasatreskrim Polres Demak, AKP Kuseni, menjelaskan bahwa insiden terjadi ketika DM bertugas mengawasi ujian, Selasa (10/6/2025).
Saat ujian berlangsung, ia mendengar suara siulan.
"Pelaku menuju ke arah korban untuk menanyakan sumber siulan tersebut," jelas Kuseni, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.
DM merasa, suara siulan itu berasal dari dalam ruang ujian.
Namun, sesaat kemudian, suara tersebut kedengarannya berasal dari luar kelas.
Guru DM lantas naik ke atas meja di depan korban untuk melihat ke luar melalui ventilasi, namun tidak menemukan siapa pun.
Ia kembali bertanya kepada GAM.
Siswa tersebut menegaskan bahwa dirinya tidak bersiul.
"Korban dengan tegas menjawab dirinya tidak bersiul sehingga pelaku marah dan menendang korban sebanyak dua kali," kata Kuseni.
Setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian segera mengamankan DM.
DM mengakui perbuatannya dan mengaku menyesal.
"Dibenarkan pelaku dirinya melakukan tindak kekerasan terhadap siswanya dan siap bertanggung jawab atas perbuatannya," ujar Kuseni.
"Kami juga memberikan ruang kepada keluarga korban untuk memutuskan, apakah kasus ini akan dilanjutkan ke proses penyidikan atau diselesaikan secara kekeluargaan," tutupnya.
Kisah Lain : Guru Honorer Jadi Korban Dugaan Pungli
Kisah lain yang tak kalah viral adalah Dwi Susilowati, guru honorer di SDN Dander II, Kecamatan Dander, Bojonegoro, ditipu hingga Rp 55 juta.
Penipuan ini diduga dilakukan oleh oknum pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan (Dindik) yang menjanjikannya lolos menjadi pegawai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dwi Susilowati yang akrab disapa Bu Susi ini dengan lugu bertutur mengakui awalnya tergiur dengan iming-iming diangkat derajatnya dari yang semula guru honorer menjadi pagawai PPPK pada rekruitmen tahun 2019 silam.
“Saya korban tahun 2019, senilai Rp55 juta. Saat itu, usia kami kan 35 tahun ke atas, dijanjikan untuk dipermudah,” ujar Bu Susi, jum'at (13/6/2025).
Sebagai singel mom, harapan Bu Susi hanya sederhana, dapat hidup lebih baik mendapat upah layak dari peluhnya mengajar puluhan tahun.
“Saya hanya ingin hidup lebih baik. Anak saya butuh biaya sekolah, dan saya satu-satunya tulang punggung keluarga. Tapi malah tertipu,” timpalnya.
Bu Susi juga mengaku nasib pilu ini tidak hanya dialami oleh dirinya saja.
Ada sebanyak 22 rekan sejawatnya juga menjadi korban.
Para guru honorer tersebut dijanjikan akan diloloskan menjadi PPPK oleh SW, seorang oknum Dindik yang mengaku sakti memiliki akses dan pengaruh.
Bu Susi bersama puluhan guru honorer lainnya pun terpedaya hingga menyetor sejumlah uang kepada Sri Wijayanti, jumlahnya bervariasi.
Bu Susi sendiri menyebut telah menyetorkan uang senilai total Rp55 juta.
“Saya waktu itu berpikir positif. Mungkin ini jalan dari Tuhan untuk mengubah nasib saya. Tapi ternyata saya ditipu,” tuturnya lirih.
Ironisnya, uang yang disetorkan tak kunjung membawa kejelasan.
Dari tahun ketahun Bu Susi bersama korban yang lainnya menanti namun hasilnya nihil.
Praktik nakal yang dilakoni oleh Sri Wijayanti pun akhirnya mencuat.
Bu Susi mengaku beberapa kali dipanggil oleh Dindik bersama sejumlah korban lainnya untuk dimediasi dengan terduga pelaku.
Namun hingga kini, tak ada itikad baik maupun kepastian soal pengembalian uang.
Lebih lanjut, Dwi menegaskan bahwa Sri Wijayanti tidak pernah mencatut nama pejabat tertentu saat melakukan aksinya.
Rupanya Allah berkehendak lain.
Di balik cobaan yang dialami Bu Susi ada rencana indah.
Dia dinyatakan lolos dan telah menerima SK pengangkatan PPPK secara murni.
Meski menjadi korban penipuan, Bu Susi dan sejumlah guru lainnya belum melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum.
Alasannya sederhana, mereka hanya ingin uang mereka kembali.
“Kami sudah lolos PPPK secara murni. Kami tidak ingin masalah ini merusak status kami. Kami hanya ingin keadilan,” pungkasnya.
Kasus pungli pada guru honorer ini pun mendapat sorotan serius dari Komisi C DPRD Bojonegoro.
Penyelidikan terhadap dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Dindik pun dilakukan.
Sejumlah pejabat di Dindik, Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) serta para korban di panggil ke DPRD dalam rapat tertutup di ruangan Komisi C, pada Kamis (12/6/2025).
Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Ahmad Supriyanto, yang memimpin jalannya hearing menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami kasus ini lebih jauh.
Supriyanto menduga praktik pungli ini tidak dilakukan oleh satu orang semata, melainkan melibatkan lebih dari satu pihak.
“Jangan berhenti pada SW. Kami mencium ada indikasi sindikat. Ini tidak bisa dianggap kasus tunggal,” tegas politisi Partai Golkar.
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro, Natasha Devianti menyebutkan berdasarkan laporan yang diterimanya, total terdapat 24 tenaga honorer yang mengaku telah menyetorkan uang kepada oknum Dinas Pendidikan.
"Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 orang dikabarkan belum menerima pengembalian dana, dengan nilai kerugian keseluruhan mencapai Rp449 juta," ujar Natasha Devianti, yang akrab disapa Sasa.
Sasa menegaskan bahwa pihaknya di Komisi C DPRD tidak akan berhenti pada proses mediasi.
Kasus ini akan terus dilakukan pendalaman.
Bahkan, kata Sasa pihaknya tidak segan akan melibatkan aparat penegak hukum bila tidak segera tuntas.
“Komitmen kami adalah menjaga integritas pelayanan publik dan memastikan tenaga honorer tidak menjadi korban sistem yang tidak transparan,” tegasnya.
Klik di sini untuk untuk bergabung