Dari Anak Bandel ke Hidup Disiplin: Kisah Abdul di Barak Purwakarta
Meilani Puji Permata Sari June 15, 2025 06:20 PM
Derap kaki terdengar keras di lapangan sebuah barak di Purwakarta. Puluhan remaja berseragam hijau tua berdiri tegak, mengikuti aba-aba pelatih. Sekilas suasananya mirip pelatihan militer, tapi ini bukan markas tentara. Inilah program barak binaan gagasan Kang Dedi Mulyadi, yang beberapa waktu lalu viral di media sosial.
Program ini juga sempat bikin Kak Seto penasaran dan akhirnya datang langsung ke barak ini. Ia ingin memastikan apakah kegiatan ini benar-benar membina atau justru memberatkan anak-anak. Tapi yang didapat justru di luar dugaan. Kak Seto melihat sendiri, anak-anak yang dulunya dicap “nakal” kini lebih percaya diri, lebih sehat, dan punya tujuan hidup.
“Anak-anak di sini kelihatan jauh lebih teratur, lebih tenang, dan mulai tahu arah hidup”, ujar Kak Seto dalam video yang diunggah di YouTube TRANS7 OFFICIAL lewat program FYP, For Your Pagi.
Salah satu anak itu adalah Abdul. Remaja ini dulu kerap bikin orang tuanya geleng-geleng kepala. Suka bolos sekolah dan main game sampai pagi, sampai ibunya sering sakit karena stres. Di awal masuk barak, Abdul sempat kaget. Rutinitas padat, disiplin ketat, dan suasana baru membuatnya tidak betah. Tapi hari demi hari, ia mulai terbiasa. Bangun jam 04.30 WIB, salat subuh berjamaah, senam pagi, PBB (baris-berbaris), sampai belajar formal di sore hari jadi kesehariannya.
Pelan-pelan, Abdul mulai memahami arti kebersamaan dan tanggung jawab. Bahkan kini, ia punya cita-cita jadi tentara. Dulu, tidak pernah ada bayangan soal itu. Tapi setelah 18 hari di barak, ia merasa hidup disiplin dan punya tujuan itu penting.
Ayah Abdul, Pak Hadi, juga tidak menyangka. Awalnya sempat berat hati menitipkan anaknya ke barak. Tapi kini bersyukur karena melihat perubahan anaknya yang luar biasa. “Anak saya yang dulu suka main game sampai pagi, sekarang udah bisa bangun subuh tanpa disuruh”, katanya, haru.
Di balik semua itu, program ini diam-diam jadi sarana sederhana untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang dulu hanya dia dengar di sekolah, kini dijalani langsung di barak. Salat subuh berjamaah, saling bantu saat latihan, hingga musyawarah malam jadi bagian dari rutinitasnya.
Soal keadilan? Di sini semua setara. Tidak peduli anak siapa, semua kebagian tugas — dari bersih-bersih toilet sampai piket dapur.
Meski sempat menuai pro-kontra, nyatanya banyak anak yang berubah setelah ikut program ini. Ada yang kembali ke sekolah, aktif di karang taruna, bahkan ada yang bantu-bantu orang tuanya di rumah.
Cerita Abdul membuktikan bahwa di balik anak yang dicap “nakal” selalu ada harapan. Tinggal butuh kesempatan, cara yang tepat, dan orang-orang yang peduli. Karena seperti kata Kang Dedi, “Anak muda jangan cuma dilabeli nakal, tapi diberi kesempatan untuk berubah”.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.