TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Di tepi sebelah barat pintu Exit Tol Kraksaan, Probolinggo, sebuah pohon berdiri dengan daun-daun hijau menghadap langit. Namun ini bukanlah pohon biasa.
Ia juga bukan tempat berteduh. Bukan pula ditanam oleh petani. Ia adalah simbol zaman baru, ketika infrastruktur tak lagi bicara hanya soal beton dan aspal. Tetapi juga energi, kecerdasan, dan keberlanjutan.
Itulah Hybrid Wind Tree, sebuah mahakarya teknologi energi terbarukan yang kini menjadi pusat perhatian pengguna jalan di Probolinggo.
Sekilas, bentuknya menyerupai pohon artistik di galeri seni luar ruang. Batangnya kokoh, menjulang setinggi lebih dari delapan meter. Dari batang utama itu memancar puluhan cabang logam ramping yang menopang 'daun-daun' besar berwarna hijau tua.
Tapi jika diperhatikan lebih seksama, setiap 'daun' ternyata adalah turbin angin mikro. Unit Aeroleaf™, yang dapat menangkap aliran angin dari segala arah.
Namun, yang membuat teknologi ini istimewa bukan hanya soal desain. Turbin ini nyaris tak bersuara. Tidak ada dengungan mesin, tidak ada suara kipas berdentum seperti pada turbin angin besar di perbukitan.
Daun-daun ini berputar hampir seperti meditasi. Tenang, senyap, tapi menghasilkan energi yang nyata. Cocok untuk lingkungan urban atau fasilitas publik yang sensitif terhadap suara dan getaran.
Selain menangkap angin, setiap daun juga dilengkapi panel surya mini. Inilah yang disebut teknologi hybrid. Pohon ini bisa menghasilkan energi baik dari matahari di siang hari maupun dari angin kapan pun ia berhembus. Bahkan di malam hari.
Artinya, Hybrid Wind Tree bekerja nyaris 24 jam tanpa jeda. Dayanya mengombinasikan sumber daya terbarukan yang efisien dan berkesinambungan.
Turbin Aeroleaf adalah turbin angin sumbu vertikal dengan teknologi magnetik tanpa gesekan keras. Setiap turbin memiliki generator tersendiri yang mengubah putaran menjadi energi listrik.
Karena bentuknya seperti daun yang melingkar, ia dapat menangkap angin dari segala arah (360 derajat). Tidak perlu memutar arah seperti baling-baling konvensional.
Teknologi ini membuatnya responsif terhadap angin lambat, mulai dari 2,5 meter per detik (sekitar 9 km/jam), menjadikannya sangat cocok untuk lingkungan seperti Probolinggo yang memiliki angin lokal musiman seperti Angin Gending.
Panel surya kecil di bawah setiap daun mengonversi sinar matahari menjadi listrik tambahan. Memastikan energi tetap mengalir bahkan saat udara tenang.
Dengan sistem inverter dan kontrol mikro, energi yang dihasilkan disalurkan ke baterai penyimpanan atau langsung digunakan untuk keperluan operasional di sekitar lokasi. Dalam kasus Exit Tol Kraksaan, energi ini digunakan untuk penerangan, CCTV, dan sistem operasional gerbang tol.
Dari segi output, Hybrid Wind Tree mungkin tidak sebesar PLTS skala besar atau turbin raksasa di atas bukit. Namun, efisiensinya sangat tinggi untuk konteks lokal: hemat tempat, tidak berisik, dan tidak mengganggu burung atau ekosistem sekitar.
Desainnya juga anti-getar. Sehingga tidak mencemaskan pengguna jalan tol atau petugas yang berada di dekatnya.
Struktur logam utamanya terbuat dari material baja galvanis tahan cuaca. Sementara daun turbinnya dari komposit ringan yang tahan panas dan angin kencang hingga 150 km/jam. Pohon ini bahkan sudah melalui uji cuaca ekstrem oleh pengembangnya di Eropa.
Salah satu aspek terbaik dari Hybrid Wind Tree adalah kemampuannya untuk mengundang rasa ingin tahu publik. Berbeda dengan pembangkit konvensional yang tersembunyi, proyek ini tampil terbuka, berdiri tegak sebagai bagian dari ruang publik. Ini menjadikannya alat edukatif yang alami.
Masyarakat, pelajar, bahkan pengunjung dari luar daerah bisa datang, melihat langsung cara kerja teknologi ini, bahkan memahami prinsip energi terbarukan secara visual.
Pihak pengelola tol pun menyatakan rencana memasang papan informasi interaktif di sekitar lokasi agar pohon ini berfungsi layaknya living laboratory (laboratorium hidup) di tepi jalan raya.
Pohon ini bukan hanya solusi teknis, tetapi juga model masa depan tentang bagaimana infrastruktur dan energi bisa bersatu dalam estetika dan keberlanjutan. Dengan desain modular, teknologi ini bisa diperbanyak di taman kota, halaman sekolah, pusat perbelanjaan, atau bahkan halaman rumah.
Jika satu pohon seperti ini bisa menyuplai energi untuk penerangan jalan atau kantor kecil, bayangkan jika ada seratus pohon tersebar di sepanjang koridor tol atau jalur hijau kota. Kita bukan hanya akan memiliki pasokan energi bersih, tetapi juga menghadirkan wajah kota yang lebih hijau dan futuristik.
Hybrid Wind Tree di Exit Tol Kraksaan bukan sekadar pohon buatan. Ia adalah simbol teknologi yang tidak bising tapi bekerja diam-diam. Mengubah hembusan angin dan sinar mentari menjadi daya listrik, dan diam-diam memberi kita harapan. Bahwa masa depan energi Indonesia bisa datang tanpa suara, namun tetap berdampak besar. (*)