Komnas Perempuan Kritik Fadli Zon soal Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998
kumparanNEWS June 16, 2025 02:20 PM
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan kritik atas pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dinilai menyangkal terjadinya kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. Fadli Zon menyebut saat itu tak ada pemerkosaan massal.
Komnas Perempuan menilai sikap tersebut menyakitkan bagi para penyintas dan merupakan bentuk kekerasan yang berulang.
“Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, dalam keterangannya, Senin (16/6).
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat terdapat 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan, dalam kerusuhan Mei 1998. Laporan itu menjadi dasar pengakuan resmi negara atas peristiwa tersebut dan melahirkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 yang menetapkan pembentukan Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan mengingatkan dokumen TGPF adalah produk resmi negara. Maka, menyangkal dokumen resmi TGPF berarti mengabaikan jerih payah kolektif bangsa dalam menapaki jalan keadilan.
Sementara itu Komisioner Yuni Asriyanti meminta agar pernyataan Fadli Zon ditarik dan disertai permintaan maaf kepada para penyintas dan masyarakat. Ia menilai pengakuan atas kebenaran merupakan fondasi penting bagi proses pemulihan yang adil dan bermartabat.
Di sisi lain Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan, Sondang Frishka Simanjuntak, menyerukan agar para pejabat negara menghormati kerja-kerja pendokumentasian resmi, berpegang teguh pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan mendukung pemulihan korban secara adil.
“Komnas Perempuan menyerukan kepada semua pejabat negara untuk menghormati kerja-kerja pendokumentasian resmi, memegang teguh komitmen HAM, dan mendukung pemulihan korban secara adil dan bermartabat,” ujar Sondang.
Perbesar
Ilustrasi pemerkosaan. Foto: HTWE/Shutterstock
Penjelasan Fadli Zon
Sebelumnya, Fadli Zon menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan Mei 1998 memang menimbulkan banyak perspektif, termasuk terkait istilah “perkosaan massal” yang hingga kini masih diperdebatkan. Ia menilai penggunaan istilah tersebut perlu kehati-hatian karena tidak disertai data kuat seperti nama korban, waktu, tempat kejadian, atau pelaku dalam laporan TGPF.
Meski begitu, ia menegaskan tidak sedang menegasikan keberadaan kekerasan seksual terhadap perempuan, baik pada masa lalu maupun masa kini.
“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998,” ungkap Fadli dalam keterangannya, (16/6).
“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan,” tegasnya.
Fadli menjelaskan pernyataannya bukan untuk menyangkal keberadaan kekerasan seksual, namun untuk menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.
“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik,” jelas Fadli.
Menurutnya, istilah ‘massal’ juga telah menjadi pokok perdebatan di kalangan akademik dan masyarakat, sehingga sensitivitas seputar terminologi tersebut harus dikelola dengan bijak dan empatik.
“Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan
13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif,” ujarnya.