BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Setelah dituntut dengan pidana penjara selama 4 tahun, Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan, Syarifah Hayana melalalui tim penasihat hukumnya mengajukan pledoi alias pembelaan.
Pembelaan disampaikan pada sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran pidana Pilkada di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Senin (16/6/2025).
Dalam pembelaannya, penasehat hukum terdakwa, Muhammad Pazri mengklaim bahwa yang dilakukan DPD LPRI pada PSU Pilwali Banjarbaru hanyalah tabulasi data C Hasil dari seluruh 403 TPS, bukan quick count atau penghitungan cepat berbasis sampling.
Dalam petitum pledoinya, penasihat hukum terdakwa memohon agar majelis hakim menerima nota pembelaan untuk seluruhnya dan meminta agar menolak surat dakwaan yang masuk dalam surat tuntutan.
Penasihat hukum meminta agar hakim menyatakan terdakwa Syarifah Hayana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan dituntut Jaksa Penuntut Umum berdasarkan Pasal 187D Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 jo Pasal 128 huruf K Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
“Membebaskan terdakwa Syarifah Hayana dari dakwaan dan tuntutan hukum yang diajukan penuntut umum. Memerintahkan pada penuntut umum agar merehabilitasi nama baik terdakwa Syarifah Hayana,” pinta tim penasihat hukum terdakwa.
Pasa hari yang sama, sidang berlanjut dengan agenda pembacaan replik dari JPU.
Sidang dijadwalkan kembali digelar pada Selasa (17/6/2025) dengan agenda pembacaan putusan Majelis Hakim.
Sebelumnya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Banjarbaru menuntut terdakwa Syarifah Hayana dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Selain hukuman badan, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 40 juta subsidair 6 bulan kurungan.
“Tuntutannya 4 tahun penjara dan denda 40 juta subsidair 6 bulan,” jelas Kasipidum kepada BPost, Sabtu (14/6/2025).
Terdakwa dianggap jaksa terbukti melanggar Pasal 187D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan perubahannya tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota jo Pasal 128 huruf K Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana surat dakwaan.
JPU sebelumnya mendakwa Syarifah Hayana selaku Ketua LPRI Kalsel melanggar ketentuan larangan yang mana Pemantau Pemilihan dilarang melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan pemilihan pada PSU Pilwali Banjarbaru.
Masih dari dakwaan JPU yang dapat diakses luas di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Banjarbaru, DPD LPRI Kalsel sebagai Pemantau Pemilihan dianggap tidak memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan rilis atau publikasi terkait dengan penghitungan cepat. (riz)