Wall Street Menguat, Kekhawatiran Investor Mereda soal Ketegangan Israel-Iran
kumparanBISNIS June 17, 2025 07:40 AM
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup menguat pada perdagangan Senin (16/6), usai harga minyak turun di tengah konflik Israel-Iran, yang ternyata tidak berdampak pada produksi maupun ekspor minyak mentah. Hal tersebut meredakan kekhawatiran investor terhadap potensi lonjakan harga energi yang bisa memicu inflasi.
Mengutip Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average (.DJI) naik 317,30 poin atau 0,75 persen menjadi 42.515,09, S&P 500 (.SPX) menguat 56,14 poin atau 0,94 persen ke 6.033,11, dan Nasdaq Composite (.IXIC) melonjak 294,39 poin atau 1,52 persen ke 19.701,21. Kenaikan Nasdaq tersebut menjadi persentase harian terbesar sejak 27 Mei lalu.
Harga minyak mentah sendiri ditutup turun lebih dari 1 persen, setelah muncul harapan akan tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran usai beberapa hari saling melancarkan serangan misil. Iran menyerukan kepada Presiden AS Donald Trump untuk mendesak gencatan senjata dalam perang udara yang sudah berlangsung empat hari. Sementara itu, Perdana Menteri Israel menyatakan negaranya berada di “jalur menuju kemenangan.”
Sebelumnya, harga minyak sempat melonjak lebih dari 7 persen pada Jumat (13/6) setelah Israel mulai membombardir Iran. Menurut sumber Reuters, Teheran meminta Qatar, Arab Saudi, dan Oman untuk mendesak Trump menggunakan pengaruhnya terhadap Israel agar menyetujui gencatan senjata, dengan imbalan fleksibilitas Iran dalam negosiasi nuklir.
“Faktor yang tidak pasti adalah apa yang akan terjadi pada harga minyak. Sedikit saja pergerakan geopolitik bisa berdampak besar pada sektor ini, dan pada ekonomi secara keseluruhan,” ujar George Young, manajer portofolio di Villere & Co, New Orleans.
“Kalau konsumen mulai menahan pengeluaran karena takut inflasi, itu akan berdampak langsung pada laba perusahaan, apa pun sektor ekonominya,” lanjut George.
Para investor kini menanti keputusan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) pada Rabu. Para pembuat kebijakan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap. Berdasarkan data LSEG, pasar uang memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga setidaknya 25 basis poin baru akan terjadi pada bulan September, dengan probabilitas sebesar 61,1 persen.
“Karena suku bunga masih tinggi, situasinya agak membingungkan. Mungkin pasar masih memperkirakan akan ada inflasi,” kata Jack Ablin, Chief Investment Officer di Cresset Capital, Chicago.
“Kalau tidak ada hal lain, ketidakpastian yang meningkat ditambah dengan tarif dagang kemungkinan membuat The Fed tetap bersikap hati-hati,” tambahnya.
Data ekonomi yang dinanti pekan ini termasuk penjualan ritel bulanan, harga impor, dan klaim pengangguran mingguan.
Sektor teknologi dan jasa komunikasi memimpin penguatan di indeks S&P 500, sementara sektor utilitas menjadi yang terburuk. Indeks semikonduktor Philadelphia SE melonjak 3,03 persen, didorong oleh saham Advanced Micro Devices yang melesat 8,81 persen setelah Piper Sandler menaikkan target harga sahamnya.
UPS dan FedEx masing-masing naik 1,1 persen setelah Trump Organization meluncurkan jaringan seluler bernama Trump Mobile, dan menunjuk kedua perusahaan sebagai mitra pengiriman.
Namun, saham Sarepta Therapeutics anjlok 42,1 persen setelah perusahaan melaporkan kematian pasien kedua akibat gagal hati akut setelah menerima terapi gen untuk distrofi otot langka.
Sementara itu, saham U.S. Steel naik 5,1 persen setelah Presiden Trump menyetujui tawaran akuisisi senilai USD 14,9 miliar dari Nippon Steel Jepang.
Di Bursa New York (NYSE), jumlah saham yang naik melampaui yang turun dengan rasio 1,97 banding 1, sementara di Nasdaq, rasio saham naik terhadap turun adalah 1,9 banding 1.
Indeks S&P 500 mencatatkan 16 level tertinggi baru dalam 52 minggu dan lima level terendah, sementara Nasdaq mencatatkan 74 level tertinggi baru dan 96 level terendah. Volume perdagangan di bursa AS tercatat sebanyak 17,86 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata harian selama 20 hari terakhir yang sebesar 18,14 miliar saham.