Importasi sapi hidup untuk bakalan dan perah tidak lagi dibatasi. Alasannya karena importasi sapi hidup akan memberikan nilai tambah bagi negara.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menerangkan, nilai tambah itu salah satunya penyerapan tenaga kerja baru. Jadi, impor ini tidak habis begitu saja seperti daging beku.
"(Impor) Sapi hidup bebas, (karena) ada nilai tambah (seperti menambah) tenaga kerja," kata pria yang akrab disapa Zulhas kepada detikcom, Senin (16/6/2025).
Impor sapi hidup sebelumnya sempat dibatasi jumlahnya. Namun melihat produksi daging dan susu dalam negeri yang kurang dari kebutuhan, maka importasi sapi hidup kini tak lagi dibatasi.
Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah telah menambah jumlah impor sapi bakalan sebanyak 184 ribu ekor. Hal ini dilakukan untuk menggenjot produksi daging sapi dalam negeri.
Zulhas mengatakan sebelumnya kuota impor sapi bakalan 2025 sebanyak 350 ribu ekor. Artinya dengan penambahan 184 ribu ekor, impor sapi bakalan tahun ini menjadi 534 ribu ekor.
"(Jumlah impor sapi bakalan) 350 ribu ekor tambah 184 ribu ekor. Jadi saya sudah tadi bicara dengan teman-teman kalau memang kita fokusnya sapi bakalan nanti bakalan kita bebasin aja. Nggak usah ada kuota-kuota lagi. Kalau memang ingin penggemukan, artinya yang diatur daging bekunya," kata Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Graha Mandiri, Jakarta, Jumat (16/5).
Sedangkan impor daging kerbau beku dipangkas sebanyak 100 ribu ton. Sebelumnya jumlah impor daging kerbau tahun ini diputuskan 200 ribu ton
Kemudian, impor sapi perah juga telah dialokasikan lebih banyak untuk menggenjot produksi susu dalam negeri. Pemerintah menargetkan impor sapi bunting atau sapi perah sebanyak 1 juta ekor sampai 2029.
Pada 2025, targetnya impor sapi perah dapat mencapai 250 ribu ekor. Namun, berdasarkan data Kementerian Pertanian dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, hingga akhir Mei 2025, sebanyak 196 pelaku usaha menyatakan komitmen mendatangkan hampir satu juta ekor sapi perah dalam kurun lima tahun ke depan.
Realisasi awal tercatat 9.736 ekor sapi telah masuk dari Australia secara bertahap melalui jalur laut dan udara.
Untuk mendukung pengembangan peternakan sapi perah skala besar, dibutuhkan lahan sekitar 1,45 juta hektar. Pemerintah juga mendorong model kemitraan antara investor dan peternak rakyat agar distribusi manfaat ekonomi lebih merata.
Langkah strategis ini diperkuat dengan masuknya program percepatan produksi susu dan daging sebagai salah satu dari 77 Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Proyek ini akan dilaksanakan di 29 lokasi di berbagai provinsi.