Anggota Komisi III Singgung Yusril: MoU Helsinki Titik Tolak Perdamaian Aceh
kumparanNEWS June 17, 2025 03:20 PM
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai pernyataan Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra soal MoU Helsinki tidak tepat. Yusril sempat menyebut Perjanjian Helsinki tak bisa jadi rujukan hukum menetapkan wilayah 4 pulau Aceh-Sumut.
Ia menyayangkan pernyataan tersebut dan menekankan pentingnya kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai fondasi perdamaian di Aceh.
“Jadi sebenarnya Prof. Yusril tidak perlulah menyampaikan hal seperti itu ke depan publik. Karena apa pun ceritanya bagi masyarakat Aceh, MoU Helsinki itu menjadi titik tolak yang sangat penting untuk menghadirkan perdamaian di Aceh,” kata Nasir Djamil kepada wartawan di gedung DPR RI, Selasa (17/6).
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta.  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Menurutnya, meskipun MoU Helsinki tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, tetapi substansinya penting dalam menjaga stabilitas di Aceh.
“Jadi poin-poin dalam MoU Helsinki itu adalah kesepakatan yang disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Dan itu tetap menjadi acuan moral dan politik,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pemerintah pusat memahami makna dari kekhususan Aceh dan mengingatkan agar MoU Helsinki tetap dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
“Jadi jangan kemudian itu sama sekali dinafikan. Ya tetap saja bahwa itu menjadi hal yang harus diperhatikan oleh para pemangku kebijakan yang ada di pusat,” pungkasnya.
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra saat ditemui di Depok pada Minggu (15/6/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra saat ditemui di Depok pada Minggu (15/6/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Sebelumnya, Yusril mengatakan sudah meninjau Perjanjian Helsinki sebagai bagian dari aturan yang jadi rujukan. Yusril menyebut, UU Nomor 24 Tahun 1956 dan perjanjian Helsinki tidak dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan kepemilikan atas 4 pulau yang sedang diperebutkan Aceh dan Sumatra Utara.
"Enggak (dapat dijadikan rujukan), jalur Undang-Undang 1956 juga enggak. Kami sudah pelajari hal itu," kata dia saat ditemui di wilayah Sawangan, Depok, pada Minggu (15/6).
Dalam UU Nomor 24 Tahun, 1956, menurut Yusril, tak disebut secara eksplisit soal status kepemilikan dari 4 pulau itu. Dengan demikian, aturan itu tak dapat dijadikan sebagai rujukan.
"Undang-Undang pembentukan Provinsi Aceh tahun 1956 itu tidak menyebutkan status 4 pulau itu ya. Bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini ya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belum," ucap dia.
Wakil Presiden RI ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla bicara soal 4 pulau rebutan Aceh-Sumut sambil membawa MoU Helsinki 2005, Jumat (13/6). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden RI ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla bicara soal 4 pulau rebutan Aceh-Sumut sambil membawa MoU Helsinki 2005, Jumat (13/6). Foto: Haya Syahira/kumparan
Soal UU 42/1956 dan MoU Helsinki sempat disinggung oleh Wapres ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla. JK menegaskan, keempat pulau itu merupakan milik Aceh berdasarkan kedua dokumen itu.
Ia menyinggung poin 1.1.4 dalam perjanjian Helsinki yang disepakati antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia yang diambil 15 Agustus 2005 lalu.
“Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 1.1.4, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” kata JK dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6).
Peta 4 Pulau di antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Foto: Kemendagri
zoom-in-whitePerbesar
Peta 4 Pulau di antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Foto: Kemendagri
JK menjelaskan aturan perbatasan itu merujuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 mengenai pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara yang diteken oleh Presiden RI saat itu, Sukarno.
“Apa itu tahun 1956? Di undang tahun 1956, ada undang-undang tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Sukarno,” kata JK.
Kronologi 4 Pulau di Aceh kini menjadi milik Sumatera Utara. Foto: Kemendagri
zoom-in-whitePerbesar
Kronologi 4 Pulau di Aceh kini menjadi milik Sumatera Utara. Foto: Kemendagri
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.