Pengacara Protes Kejagung Sita Laptop Tom Lembong: Abuse of Power
kumparanNEWS June 17, 2025 07:20 PM
Pengacara eks Menteri Perdagangan Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, protes terkait penyitaan iPad dan laptop yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap kliennya.
Ari mempermasalahkan penyitaan itu lantaran tahap penyidikan kasus importasi gula yang menjerat kliennya sudah rampung. Kini, kasus itu tengah bergulir di persidangan.
"Penyitaan itu dalam kasus apa? Kalau kasusnya Pak Tom sudah tahap persidangan, tidak boleh lagi ada penyitaan, karena penyidikan, ya, sudah selesai," ujar Ari kepada wartawan, Selasa (17/6).
Ari menekankan bahwa dua alat elektronik itu diperlukan Tom Lembong untuk menulis pleidoi atau nota pembelaan terkait kasus yang menjerat kliennya itu.
"Pak Tom memerlukan laptopnya untuk membuat pleidoi pembelaan, sebagai alat tulis yang normal di dunia modern, tidak lagi pakai tulis tangan," ucap Ari.
Ketua tim kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir memberikan keterangan pers usai sidang perdana praperadilan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua tim kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir memberikan keterangan pers usai sidang perdana praperadilan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA FOTO
Menurut Ari, hak Tom Lembong selaku terdakwa diatur oleh perundang-undangan yang juga mesti dipatuhi oleh Kejagung.
"Kalau hak untuk membuat pleidoinya di halang-halangi maka inilah yang disebut obstruction of justice, karena hak-haknya terdakwa itu diatur dalam UU yang harus dipatuhi oleh pihak kejaksaan," tutur dia.
Untuk itu, kata dia, penyitaan tersebut dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang dan bertentangan dengan keadilan.
"Pada zaman kolonial saja, tahanan politik, bisa membuat surat, bisa membuat pleidoinya dengan baik. Kenapa zaman merdeka seperti ini masih ada sikap-sikap abuse of power hanya untuk pamer kekuasaan," kata Ari.
"Penyitaan laptop itu, tindakan melawan hukum, dan perbuatan yang zalim, bertentangan dengan keadilan," imbuhnya.
Penyitaan itu sempat diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat persidangan lanjutan kasus dugaan importasi gula yang menjerat Tom Lembong sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/5) lalu.
Jaksa menyebut, penyitaan itu diajukan lantaran iPad dan laptop itu ditemukan di kamar Tom Lembong saat dilakukan sidak di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Kini, Kejagung pun telah menyita iPad dan laptop tersebut dari Tom Lembong.
"Iya sudah, sudah ada penetapan hakim, sudah kita sita," ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, kepada wartawan, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (17/6).
Sutikno menyebut, bahwa pihaknya kini tengah menelusuri isi dari alat elektronik tersebut. Termasuk, apakah ada kemungkinan menghalangi penuntutan.
"Kalau laptopnya dia sendiri, kan yang kita butuh itu isinya. Isi laptop ini ada informasi apa, jangan sampai ada suatu misal isinya tentang rencana menghalang-halangi tuntutan," papar dia.
"Kan yang kita cari itunya, bukan masalah laptop ini dari mana, itu punya dia," sambungnya.
Ia menyatakan bahwa penyitaan itu diperlukan sebagai bagian pembuktian dari JPU.
"Ya kalau penyitaan kan memang fungsinya itu untuk kepentingan pembuktian kita, karena perkara sudah di tingkat penuntutan," pungkasnya.

Kasus Tom Lembong

Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Tom Lembong didakwa bersama-sama dengan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Serta Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama), Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto W. Tiwow (Direktur PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), serta Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Temu Mas).
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Ada 10 pihak yang mendapat keuntungan dari perbuatan tersebut. Mereka adalah:
Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.