TRIBUN-MEDAN.COM – Beginilah nasib Eka Kurnia, hakim di Pengadilan Negeri (PN) Curup yang vonis pengeroyok pelajar hingga lumpuh cuma bersihkan Masjid.
Hakim Eka Kurnia Nengsih masih menjadi sorotan publik setelah vonis ringan terhadap pelaku pengeroyok pelajar bernama Reza Ardiansyah (16) hingga lumpuh.
Dimana Eka Kurnia hanya menjatuhkan vonis pengeroyok pelajar tersebut membersihkan Masjid.
Kini, Eka pun dilaporkan oleh kuasa hukum korban ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) pada Selasa (17/6/2025).
Kuasa hukum korban, Ana Tasia Pase, menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan.
Ia menyebut bahwa dalam sidang vonis terhadap pelaku utama, hakim beberapa kali menekankan bahwa keterlibatan terdakwa Dimas alias Dm hanya sedikit.
Hakim juga berulang kali menjelaskan alasan terdakwa utama, Biyo alias Bi, melakukan aksi kekerasan terhadap korban.
"Maka dari itu, kami melaporkan hakim yang bersangkutan ke KY dan Bawas MA," kata Ana.
Ana menambahkan, putusan yang dijatuhkan bertentangan dengan sistem peradilan anak.
Ia juga menyoroti pemisahan putusan antara kedua terdakwa, padahal aksi yang dilakukan saling berkaitan dan berujung pada kondisi korban yang kini lumpuh dan kehilangan masa depan.
"Sehingga seakan majelis hakim ini lebih berpihak kepada terdakwa. Putusan ini tidak mencerminkan keadilan.
Kami menilai telah terjadi pelanggaran kode etik dan prinsip-prinsip peradilan," lanjut Ana.
Diketahui, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Eka Kurnia Nengsih, SH, MH pada 11 Juni 2025, terdakwa Biyo alias Bi sebagai pelaku utama dijatuhi pidana penjara selama dua tahun.
Selain itu, hakim juga mengabulkan seluruh tuntutan restitusi yang diajukan.
Orang tua terdakwa diwajibkan membayar ganti rugi biaya pengobatan korban senilai lebih dari Rp90 juta.
Jika tidak mampu membayar, maka akan dilakukan penyitaan aset.
Jika aset tidak mencukupi, orang tua terdakwa akan dipenjara dalam jangka waktu tertentu.
Sementara itu, pada persidangan sebelumnya tanggal 4 Juni 2025, Hakim Eka Kurnia Nengsih menjatuhkan pidana terhadap anak Dm alias Dimas berupa pidana bersyarat berupa pelayanan masyarakat.
Anak tersebut diwajibkan membersihkan Masjid At-Taqwa di Desa Pugguk Lalang, Kecamatan Curup Selatan, selama 60 jam.
Pekerjaan tersebut harus dilakukan tidak lebih dari tiga jam per hari.
Selain itu, terdakwa juga dikenakan syarat umum, yakni tidak melakukan tindak pidana selama masa percobaan, serta syarat khusus berupa wajib lapor satu kali dalam seminggu kepada Penuntut Umum selama satu bulan.
Adapun Ana Tasia Pase, pengacara korban Reza Ardiansyah (16)—pelajar di Rejang Lebong, Bengkulu, yang menjadi korban pengeroyokan hingga mengalami kelumpuhan—mengungkapkan sejumlah keanehan dalam putusan hakim Eka Kurnia Nengsih.
Ana menyebut setidaknya ada lima kejanggalan dalam proses hukum yang menjatuhkan vonis ringan berupa kerja sosial kepada Dimas.
"Pertama, yang jelas, secara undang-undang tidak ada dasar hukumnya," kata Ana saat tampil di Podcast Bincang Tribun, Kamis (12/6/2025).
Atas hal ini, pihaknya telah melaporkan Hakim Eka ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.
"Ibu hakim yang tercinta, kami laporkan ibu hakim ke KY dan badan pengawas Mahkamah Agung," lanjut Ana.
Ana juga mengungkapkan bahwa hakim menyatakan Dimas hanya menginjak wajah korban, sehingga tidak dibebani biaya pengobatan.
"Padahal kita punya pegangan, perjanjian, bahwa D itu dibebankan biaya," ujarnya.
Keanehan lain, menurut Ana, adalah pernyataan hakim bahwa berkas kasus Dimas terpisah dari pelaku utama, Dio alias Bi.
"Dikatakan apa yang dilakukan D adalah berkas terpisah dari pelaku B, padahal sepengetahuan kita berkasnya sama," ujarnya.
"Dan yang uniknya lagi, biasanya putusan terhadap pelaku itu berkasnya sama dan diputus di hari yang sama. Tapi ini berbeda waktu, selang satu minggu. D dulu, baru B."
Hal tersebut, lanjut Ana, menimbulkan kecurigaan.
"Padahal, kembali lagi ke sistem peradilan anak, untuk persidangan anak itu harus cepat dan tepat sasaran," jelasnya.
Sekolah Sempat Minta Reza Mengundurkan Diri
Ironisnya, di tengah kondisi fisik yang memprihatinkan, pihak sekolah sempat meminta Reza untuk mengundurkan diri.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (12/6/2025), ketika sejumlah perwakilan sekolah mendatangi rumah keluarga Reza dengan membawa contoh surat pengunduran diri lengkap beserta materai.
Menurut pengakuan ayah Reza, Rovi, kunjungan pihak sekolah dilakukan secara mendadak.
Awalnya pihak sekolah datang untuk bersilaturahmi, namun kemudian secara tiba-tiba meminta agar Reza mengundurkan diri dari sekolah.
Ia menjelaskan bahwa alasan pihak sekolah adalah karena ketatnya aturan kehadiran siswa.
"Bahkan mereka tadi bawa contoh surat pengunduran diri dan materai. Dijelaskan bahwa aturan sekolah ketat, siswa harus hadir setiap hari. Padahal anak saya ini lumpuh, dia tidak bisa jalan apalagi ke sekolah," jelas Rovi.
Reza saat ini duduk di kelas XI dan hanya tinggal satu tahun lagi untuk menyelesaikan pendidikannya di SMKN 6 Rejang Lebong.
Tak tinggal diam, keluarga Reza melaporkan peristiwa ini ke berbagai pihak, mulai dari Penasehat Hukum (PH), hingga pejabat daerah seperti Gubernur, Bupati Rejang Lebong, dan anggota DPRD Provinsi.
"Kita lapor ke PH, PH nelpon Gubernur, Bupati dan Dewan Provinsi. Tapi sekarang sudah clear masalahnya," ungkap Rovi.
Pejabat daerah akhirnya turun tangan, dan pihak sekolah setuju agar Reza tetap melanjutkan pendidikannya secara daring dari rumah.
Meski permasalahan telah diselesaikan, keluarga Reza mengaku kecewa atas sikap awal pihak sekolah yang dinilai kurang menunjukkan empati terhadap kondisi siswa.
"Anak saya ingin sekolah, dia masih punya semangat walaupun lumpuh. Tapi respons sekolah membuat kami sangat kecewa. Seharusnya ada solusi, bukan tekanan untuk mengundurkan diri," tutup Rovi.
Artikel ini telah tayang di Tribun Bengkulu
(*/ Tribun-medan.com)