Konflik Iran-Israel Ancam Rantai Pasok Industri Otomotif dan Sektor Strategis Indonesia
Sanusi June 18, 2025 07:32 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pecahnya konflik Iran-Israel berpotensi mengganggu rantai pasok global, termasuk bagi sektor industri di Indonesia.

Tak hanya sektor energi yang terdampak, gangguan juga mengancam jalur perdagangan utama seperti Selat Hormuz yang menangani 30 persen pengiriman minyak global dan Terusan Suez yang menopang 10 persen perdagangan dunia.

Serangan yang terjadi terhadap kapal komersial juga memaksa pengalihan rute melalui Tanjung Harapan di Afrika, menambah waktu pengiriman Asia-Eropa hingga 15 hari dan menaikkan biaya kontainer sebesar 150-200 persen.

Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dampak konflik Iran-Israel akan terasa di berbagai sektor, diantaranya sektor otomotif dan elektronik, yang bergantung pada komponen impor untuk 65 persen produksinya, menghadapi kelangkaan semikonduktor dengan waktu tunggu hingga 26 minggu berpotensi menimbulkan kerugian ekspor sebesar 500 juta dolar AS.

Industri tekstil dan alas kaki,  melihat margin laba menyusut 5-7 persen akibat kenaikan biaya logistik, mengurangi daya saing dibandingkan pesaing regional seperti Vietnam dan Bangladesh.

Selanjutnya, sektor nikel dan baja Indonesia, menghadapi kenaikan biaya transportasi batubara sebesar 15-20 persen dan penundaan pengiriman tiga hingga empat minggu, mengancam kerugian ekspor sebesar 1,2 miliar dolar AS.

Konflik juga mempercepat tren friend-shoring oleh negara-negara Barat yang ingin mengurangi ketergantungan pada kawasan rawan konflik.

Meski Indonesia memiliki keunggulan karena cadangan nikel yang menyumbang 40 persen permintaan global untuk baterai kendaraan listrik, hambatan baru seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa bisa meningkatkan biaya kepatuhan ekspor sebesar 8-12 persen.

Ketahanan pangan juga kian rentan. Impor gandum Indonesia mencapai 11 juta metrik ton per tahun, dengan 60 persen berasal dari sekitar zona konflik, mendorong kenaikan harga roti hingga 8 persen, semakin membebani anggaran rumah tangga.

Indonesia mengimpor pupuk dan bahan baku pupuk berbasis NPK, di mana 64 persen fosfat diimpor dari Mesir, bisa menyebabkan lonjakan harga pupuk dan penurunan hasil panen padi hingga 10–15 persen, mengancam capaian swasembada.

Meski kondisinya terasa akan sulit ke depan, namun Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai situasi ini sebagai peluang mempercepat hilirisasi dan memperkuat kemandirian industri nasional.

"Di tengah tantangan global, justru terbuka ruang bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku dan produk energi dan pangan luar negeri. Hilirisasi bukan hanya soal nilai tambah ekonomi, tapi juga soal kedaulatan energi dan pangan Indonesia," ungkap Agus dalam keterangan resminya, Selasa (17/6/2025).

Ia menambahkan, pemerintah akan terus memberikan dukungan berupa insentif, fasilitasi investasi, hingga kebijakan fiskal untuk mendorong transformasi industri.

"Ketahanan pangan dan energi bukan hanya tanggung jawab sektor primer, tapi juga sektor industri. Dan industri manufaktur Indonesia harus jadi garda terdepan untuk mewujudkannya," imbuhnya.

Dengan strategi tersebut, Kemenperin berharap industri nasional tetap stabil dan mampu beradaptasi terhadap tekanan global.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.