6 Alasan Zarof Ricar Divonis Penjara 16 Tahun, Berkurang dari Tuntutan Jaksa 20 Tahun: Faktor Usia
Suci BangunDS June 18, 2025 10:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Majelis Hakim Rosihan Zuhriah Rangkuti mengungkap alasan di balik pemberian vonis hukuman penjara 16 tahun kepada Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dalam kasus pemufakatan jahat untuk memengaruhi putusan kasasi terdakwa pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.

Diketahui, sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) memberikan tuntutan hukuman penjara pada Zarof Ricar selama 20 tahun. 

Namun, dalam sidang vonis Zarof Ricar yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat hari ini, Rabu (18/6/2025), majelis hakim memutuskan untuk mengurangi hukuman yang dituntut jaksa, menjadi 16 tahun.

Ada enam pertimbangan yang diungkap Ketua Majelis Hakim Rosihan dalam memberikan putusan vonis 16 tahun penjara untuk Zarof Ricar.

1. Usia Zarof Ricar Sudah 63 Tahun

Ketua Majelis Hakim Rosihan menyebut, Zarof Ricar ketika persidangan kasus suap Ronald Tannur ini sudah berusia 63 tahun.

Sehingga, jika diberi hukuman pidana 20 tahun, maka berpotensi menjadi pidana seumur hidup.

Mengingat, usia harapan hidup di Indonesia rata-ratanya adalah 72 tahun.

"Menimbang bahwa terdakwa saat persidangan sudah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun maka akan menjalani hukuman hingga usia 80 tahun."

"Yang secara humanitarian perlu dipertimbangkan, mengingat harapan hidup rata-rata di Indonesia sekitar 72 tahun."

"Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto," kata Ketua Majelis Hakim Rosihan, dilansir Kompas TV.

2. Kondisi Kesehatan di Usia Lanjut

Ketua Majelis Hakim Rosihan menyebut, dalam pemberian hukuman pidana, harus memperhatikan aspek kemanusiaan, termasuk kondisi kesehatan.

Terlebih, Zarof Ricar ini termasuk berusia lanjut, sehingga memiliki kecenderungan kondisi kesehatan yang menurun.

Hal ini, dinilai tak boleh diabaikan meski kejahatan yang dilakukan seorang terdakwa dinilai serius.

"Kondisi kesehatan di usia lanjut yang cenderung menurun  dan memerlukan perawatan khusus, aspek kemanusiaan dalam pemidanaan yang tidak boleh diabaikan meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius," terang Ketua Majelis Hakim Rosihan.

3. Prinsip Ultima Ratio

Dalam pemberian hukuman pidana harus berdasarkan pada prinsip ultima ratio.

Di mana pidana maksimal harusnya diberikan dalam keadaan kasus yang benar-benar luar biasa.

"Menimbang bahwa berdasarkan prinsip ultima ratio, pidana maksimal seharusnya dijatuhkan hanya dalam keadaan benar-benar luar biasa, dimana dalam kasus ini perlu dipertimbangkan," imbuh Ketua Majelis Hakim Rosihan.

4. Tak Ada Korban Jiwa

Menurut Ketua Majelis Hakim Rosihan, keterlibatan Zarof Ricar dalam kasus suap Ronald Tannur ini, dinilai tak menimbulkan korban jiwa secara langsung.

Selain itu, tak ada indikasi kekerasan di dalamnya.

"Tidak ada korban jiwa atau korban fisik langsung kepada orang lain, tidak ada kekerasan dalam tindak kejahatan, potensi pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset dan nilainya jauh dari kerugian," ungkapnya.

5. Bersikap Kooperatif selama Persidangan

Majelis hakim menilai selama persidangan Zarof Ricar selalu bersikap kooperatif.

Sehingga berdampak pada tidak terhambatnya proses peradilan.

"Menimbang bahwa bersikap kooperatif selama persidangan dapat menjadi pertimbangan, yaitu hadir di setiap persidangan tanpa upaya menghindar."

"Memberikan keterangan walaupun sepenuhnya tidak melakukan kesalahan, tidak melakukan hal yang menghambat proses peradilan," jelas Rosihan.

6. Jadi Tersangka di Perkara Lain

Ketua Majelis Hakim Rosihan menyebut, selain menjadi terdakwa kasus suap Ronald Tannur, Zarof Ricar juga menjadi tersangka dalam kasus pidana lainnya.

Yakni kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang hingga kini masih dalam tahap penyidikan oleh Kejagung.

Sehingga, ada kemungkinan Zarof Ricar mendapat hukuman pidana lain dalam kasus TPPU ini.

Hukuman pidana kasus TPPU ini, juga tidak bisa diakumulasi dengan hukuman kasus suap Ronald Tannur sebelumnya.

"Menimbang bahwa terdakwa juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara TPPU yang kini masih tahap penyidikan oleh Kejagung."

"Sehingga sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru karena tidak diakumulasi dengan perkara ini," jelasnya.

(Faryyanida Putwiliani)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.