Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim operasi militer ke Iran bertujuan mencegah pengembangan senjata nuklir.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan target serangan jauh lebih luas—bahkan menyasar langsung pusat kekuasaan Iran.
Sejak Jumat (13/6/2025), Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke berbagai titik strategis di Iran.
Selain fasilitas nuklir, jet tempur Israel juga menghantam gedung Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan di Teheran.
Markas besar kepolisian dan pusat komando Pasukan Quds juga menjadi sasaran.
Pasukan Quds merupakan unit elite Garda Revolusi Iran yang berada langsung di bawah Ayatollah Ali Khamenei.
Israel juga menyerang ladang gas South Pars, salah satu cadangan gas alam terbesar di dunia.
Ladang ini menjadi sumber energi utama bagi militer Iran.
Menurut Clive Jones, profesor keamanan regional dari Durham University, serangan ini mengikuti prioritas bertahap.
Pertama, menghentikan atau memperlambat program nuklir Iran.
Kedua, melemahkan sistem militer dan kepemimpinan yang mendukungnya.
“Israel menyerang pabrik bahan bakar dan tanker pengisian yang berkaitan dengan program rudal,” kata Jones.
Filippo Dionigi dari University of Bristol menyebut, beberapa target dipilih untuk menciptakan efek kejut.
Termasuk serangan ke gedung pemerintah saat siaran langsung televisi.
Tujuannya adalah mengganggu rantai komando dan menciptakan kekacauan internal.
Strategi ini dikenal sebagai Doktrin Gurita, istilah yang diperkenalkan mantan PM Naftali Bennett pada 2021.
Pendekatan ini tidak lagi hanya menyasar proksi Iran seperti Hizbullah atau Hamas.
Sebaliknya, Israel langsung menyerang “kepala gurita”, yaitu rezim Iran itu sendiri.
Netanyahu bahkan menyerukan rakyat Iran untuk melawan pemerintah mereka.
Dalam unggahan di media sosial saat serangan dimulai, ia mengatakan bahwa Israel sedang “membuka jalan bagi rakyat Iran menuju kebebasan.”
Menurut Veronika Poniscjakova dari University of Portsmouth, pesan itu merupakan sinyal jelas keinginan Israel untuk mendukung perubahan rezim.
Namun, para analis memperingatkan bahwa intervensi asing bisa jadi bumerang.
Dionigi menilai, serangan luar justru bisa membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan memperkuat kekuasaan yang ada.
Institut Studi Perang menyebut, serangan Israel terhadap kementerian keamanan dan markas polisi bisa mengganggu kontrol sosial Iran.
Tapi belum jelas apakah cukup untuk memicu pemberontakan dari dalam.
“Ketika negara diserang, bahkan warga yang tidak menyukai rezim bisa bersatu membela tanah air,” ujar Jones.
Shahin Modarres, Direktur Iran Desk di International Team for the Study of Security Verona, menilai Israel memang ingin menggulingkan pemerintahan Iran.
Menurutnya, serangan ke infrastruktur energi bertujuan menimbulkan keresahan dan mendorong rakyat kehilangan kepercayaan terhadap penguasa.
Bagi Iran, ini adalah perang eksistensial.
Sedangkan bagi Netanyahu, ini adalah pertaruhan politik besar.
Jika gagal menghancurkan program nuklir atau memicu perubahan rezim, pemerintahannya bisa menghadapi tekanan besar di dalam negeri.
“Segalanya bergantung pada bagaimana Netanyahu mengakhiri perang ini,” pungkas Modarres.
Dikutip dari Al Jazeera, ledakan keras mengguncang ibu kota Iran, Teheran, pada hari keenam konflik dengan Israel.
Israel mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, menargetkan lokasi produksi senjata dan fasilitas sentrifus.
Serangan ini terjadi setelah Iran kembali meluncurkan rudal ke wilayah Israel.
Termasuk dalam serangan itu adalah rudal hipersonik Fattah, yang diklaim Iran mampu menembus sistem pertahanan udara Israel.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendesak Iran untuk “menyerah tanpa syarat.”
Dalam pernyataannya, Trump menyatakan bahwa AS kini memiliki “kendali penuh dan total atas langit di atas Iran.”
Pernyataan itu disampaikan di tengah meningkatnya eskalasi konflik antara Israel dan Iran yang memasuki hampir satu pekan.
Militer Israel mengklaim telah menyerang 1.100 target di Iran dalam lima hari terakhir.
Juru bicara militer Effie Defrin mengumumkan angka tersebut dalam konferensi pers, seperti dikutip The Times of Israel.
Ia menyatakan bahwa serangan itu bertujuan menetralisir ancaman nuklir dari Iran.
“Angkatan Udara beroperasi dengan bebas di Iran – ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Defrin.
Pernyataan itu disertai video yang menunjukkan serangan udara Israel di wilayah Iran.
Inggris mengumumkan penarikan sementara anggota keluarga staf diplomatiknya dari Israel.
Langkah ini diambil karena meningkatnya risiko akibat konflik antara Iran dan Israel.
“Anggota keluarga staf di Kedutaan Besar Inggris di Tel Aviv dan Konsulat di Yerusalem telah ditarik sementara sebagai tindakan pencegahan,” demikian pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris.
Kedutaan dan konsulat tetap beroperasi untuk menjalankan layanan penting bagi warga negara Inggris.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan dua fasilitas nuklir Iran menjadi sasaran serangan Israel.
Fasilitas tersebut adalah bengkel produksi sentrifus di Karaj dan Pusat Penelitian Nuklir di Teheran.
Di Teheran, sebuah bangunan yang digunakan untuk memproduksi dan menguji rotor sentrifus canggih terkena serangan.
Di Karaj, dua bangunan hancur yang sebelumnya digunakan untuk membuat komponen sentrifus, menurut IAEA.