TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ratusan pengemudi truk mengeluhkan peraturan terkait Zero Over Dimension and Over Loading (Zero ODOL). Mereka melakukan unjuk rasa di Surabaya, Kamis (19/6/2025).
Sosialisasi peraturan baru ini telah berlaku sejak 1 Juni dan berakhir pada 30 Juni 2025 mendatang. Kendati demikian, kebijakan tersebut membuat para sopir truk resah.
Angga Firdiansyah Ketua Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) mengatakan, pemerintah belum sepenuhnya siap menerapkan peraturan Zero ODOL.
“Unjuk rasa kali ini menuntut pemerintah menghentikan peraturan Zero ODOL terlebih dahulu, karena pemerintah belum ada persiapan. Regulasi tarif yang semestinya dibenahi terlebih dahulu. Saat ini yang terjadi hanya kesepatan pemilik barang dan pengemudi,” ujarnya.
Para pengemudi yang melanggar Zero ODOL hanya memenuhi industri dan kebutuhan pasar saja. Sementara muatan tersebut tidak lain dari penyedia barang, jika tidak diangkut para pengemudi tidak dapat muatan.
“Iya selama ini kelebihan barang dari pihak pemilik barang, kalau tidak diambil nggak dapat muatan. Karena sopir lainnya mau muat barang tersebut meski ada kelebihan kapasitas,” kata Angga.
Di satu sisi pengemudi menanggung resiko yang dibebankan kepada pemilik barang. Angga menjelaskan, peraturan yang ada tidak akan berpihak kepada pengemudi. Karena yang di lapangan adalah sopir yang memuat barang tersebut bukan pemilik barang yang dengan sengaja membebankan kelebihan kapasitas.
Peraturan Zero ODOL memberlakukan pemberhentian muatan jika ditemukan melebihi kapasitas. Hal ini yang membuat para pengemudii kecewa dan memicu unjuk rasa.
“Peraturan Zero ODOL membuat teman-teman kecewa, banyak yang takut dengan peraturan tersebut. Jika terjadi menghentikan muatan yang rugi pasti pihak sopir,” ungkapnya.
Pengemudi yang tugasnya hanya mengangkut, kini mengalami kerugian yang besar jika peraturan tersebut diberlakukan.
Namun pada kenyataannya, ketika muatan melebihi kapasitas yang terjadi dilapngan seringkali sopir memberikan upeti kepada petugas.
“Yang terjadi di lapangan timbul suap menyuap atau pungli dengan petugas, supaya muatan tetap jalan dan sampai ditujuan,” tuturnya.
Pengemudi truk sebetulnya sepakat dengan pemerintah mengenai peraturan pengguna jalan, namun aturan itu hendaknya dikaji ulang. Mengingat pengemudi truk hanya mengangkut dari pihak penyewa atau pabrik.
Sementara berat muatan yang lebih menurut pengakuan Didik (56) sopir truk lintas provinsi bukan keinginan para pengemudi. Melainkan dari pihak penyewa truk atau pabrik itu sendiri yang selalu melebihkan barang muatan yang akan diangkut.
“Peraturan itu sangat baik, tapi setidaknya ditinjau lagi, peraturan yang ada sekarang memberatkan kami sebagai sopir truk. Barang yang kami muat sebetulnya menyesuaikan kapasitas tetapi pihakk penyewa yang memaksa kami mengangkut lebih,” ujar Didik yang ikut unjuk rasa.
Pihak pengemudi serba salah jika tidak membawa muatan, di satu sisi mereka butuh penedapatan disisi lainnya jika membawa muatan lebih taruhannya menghadapi petugas. Penghentian muatan menurut mereka sangat tidak bijaksana.
“Kalau terjadi penghentian, kami ini nanti makan apa. Satu-satunya pekerjaan yang dari sopir pekerjaan lainnya kami tidak punya,” ujar Didik yang muat barang sampai lintas provinsi.
Hal senada diungkapkan Saiful (47), ia sangat keberatan dengan peraturan baru. Dulunya peraturan muatan masih dapat diterima para pengemudi. Sekarang banyaknya peraturan makin mempersulit para pengemudi truk.
“Dengan peraturan yang baru, kami wong cilik makin sulit. Bayangkan kalau kami tidak ada muatan kami tidak mempunyai pendapatan,” tuturnya saat ditemui di depan Kantor Dolog, Jalan A. Yani Surabaya.
Menurut Saiful, peraturan yang diterapkan tentang muatan, tetap saja bukan pihak penyewa yang terkena sanksi melainkan para sopir yang menanggung akibatnya.
Sedangkan penyewa atau pemilik barang tidak mau tahu soal kondisi di lapangan. Pun dengan sanksi atau pungli yang seringkali terjadi menimpa para pengemudi truk.
Sanksi hukum yang akan diterima pengemudi antara lain sanksi pidana untuk Over Dimension, sanksi Pidana untuk Over Loading dan sanksi Administratif untuk pelanggar ODOL. (*)