Zainal Petir Lapor Polda Jateng, Soroti Objek Wisata Belum Berizin di Kabupaten Semarang
deni setiawan June 21, 2025 01:30 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Direskrimsus Polda Jateng segera menindaklanjuti laporan adanya beberapa objek wisata di Kabupaten Semarang yang disebut-sebut belum berizin.

Hal itu sebagai langkah lanjutan guna memastikan keamanan dan kenyaman pengunjung.

Sebab, perizinan berupa bangunan dan wahana permainan wajib dipenuhi para pengelola tempat wisata.

Hal ini diungkap Kompol Maradona Armin Mappaseng, Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jateng selepas menerima laporan dari Koordinator YLBH Petir Jawa Tengah, Zainal Abidin Petir pada Kamis (19/6/2025).

Pasca laporan itu, pihak kepolisian akan mempelajari terlebih dahulu pada objek kasus yang disebut beroperasi tanpa izin di Kabupaten Semarang itu.

Termasuk juga, berkoordinasi dengan dinas terkait berkaitan persoalan perizinan maupun tata ruang wilayah pada dua objek wisata yang dilampirkan oleh Zainal Petir.

''Terima kasih atas informasi dan laporan tersebut."

"Telah kami tindaklanjuti dengan pengumpulan bahan serta keterangan dari beberapa pihak,'' kata Kompol Maradona Armin Mappaseng dalam keterangan tertulisnya. 

Diketahui, Zainal Petir melakukan pelaporan ke Ditreskrimsus Polda Jateng tekait adanya dugaan beberapa objek wisata di Kabupaten Semarang yang didirikan tanpa izin.

Zainal Abidin Petir pun mengapresiasi langkah cepat Ditreskrimsus Polda Jateng. 

Laporan itu terkait ketidaksesuaian tata ruang dan proses perizinan, sehingga objek wisata tidak bisa mengajukan perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau yang sebelumnya bernama izin mendirikan bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), serta perizinan lainnya.

''Berdirinya objek wisata itu perlu jaminan keamanan berdasarkan perizinan yang diajukan ke Pemerintah Daerah."

"Apalagi pembangunan hotel, villa, maupun wahana permainan di objek wisata tanpa izin, ini menyangkut keamanan masyarakat serta lingkungan,'' ucap Zainal Abidin Petir.

20250620 _ Zainal Abidin Petir Lapor Polda Jateng
LAPORAN - Koordinator YLBH Petir Jawa Tengah, Zainal Abidin Petir memperlihatkan berkas laporan yang diserahkan kepada pihak Ditreskrimsus Polda Jateng pada Kamis (19/6/2025). Hal ini berkaitan dengan persoalan objek wisata belum berizin di Kabupaten Semarang.

Desak Pemkab Semarang Bertindak Tegas

Sebelumnya diberitakan, advokat Semarang, Zainal Abidin Petir mendesak Pemkab Semarang tegas terhadap objek wisata yang melanggar bahkan diduga belum mengantongi izin dalam pembangunan maupun pengembangannya.

Dia menilai, Pemkab melalui dinas terkait belum tegas bahkan terkesan ada pembiaran.

Padahal, menurutnya, perizinan merupakan aturan dasar dan semestinya bisa ditegakkan secara tegas tanpa tebang pilih oleh pemerintah daerah sebagai pelaksana dan pengawas.

Sedangkan investor atau pemilik usaha sebagai pemohon perizinan harus mengikuti aturan yang diberlakukan di tiap daerah.

"Kami dapat laporan dari masyarakat jika ada beberapa objek wisata di Kabupaten Semarang yang dibangun tanpa mengantongi perizinan, termasuk dalam pengembangan objek wisata tersebut."

"Kami sayangkan, objek-objek wisata yang dimaksud justru terkesan dibiarkan tanpa ada tindakan tegas."

"Ini kemudian memunculkan kecemburuan pengelola usaha yang lain, yang selama ini sudah tertib aturan," ucapnya.

Koordinator YLBH Petir Jawa Tengah ini mencontohkan dua objek wisata yang diadukan atau dilaporkan oleh masyarakat kepada dirinya.

Bahkan kedua objek wisata ini disebutnya sempat menjadi sorotan DPRD Kabupaten Semarang karena diduga belum mengantongi perizinan namun pembangunan atau pengembangan berjalan tanpa hambatan.

"Contohnya adalah Celosia 2 di Kecamatan Bandungan dan fasilitas hotel atau villa di Kompleks Dusun Semilir Kecamatan Bawen," bebernya.

Yang disayangkan, lanjutnya, dari hasil penelusuran ke dinas terkait seperti DPMPTSP, Dispar, maupun DPU Kabupaten Semarang, di kedua objek itu masih proses perizinan.

"Kalau belum clear perizinannya, mengapa kok diperbolehkan membangun dahulu?"

"Sehingga jangan disalahkan jika muncul asumsi masyarakat jika ada pembiaran dari pemerintah setempat."

"Kalau benar belum mengantongi izin atau masih proses, harus segera ditutup atau dilarang beroperasi," tandas Zainal Petir.

Diutarakannya, perizinan adalah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi investor ketika hendak membangun kawasan wisata atau tempat usaha.

Perizinan itu diawali melalui Sistem Informasi Tata Ruang (Simtaru) Kabupaten Semarang. 

"Apabila berada di kawasan hijau atau perkebunan, sudah bisa dipastikan wilayah tersebut tidak akan disetujui pendirian bangunan."

"Ini berkaitan erat juga dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR)."

"Ini adalah dokumen penting yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR), selain Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)," urai Zainal Petir.

Dilanjutkannya, PKKPR tersebut adalah hal penting bagi para pelaku usaha, khususnya mereka saat ingin mendirikan bangunan untuk kegiatan usaha.

Hal tersebut karena menjadi acuan untuk pemanfaatan ruang, perolehan tanah, pemindahan hak atas tanah, hingga penerbitan hak atas tanah.

Dari PKKPR inilah bisa berlanjut ke kajian teknis dan konstruksi dari DPU, terkait faktor keamanan bangunan atau konstruksi.

Ketika itu sudah terpenuhi, sebagai syarat muncul izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau yang sebelumnya disebut Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Termasuk juga Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada bangunan hotel, villa, maupun wahana yang didirikan di kawasan objek wisata."

"Nah, dari laporan DPU, kedua objek wisata yang kami sebutkan itu, belum ada kajian teknis dan konstruksinya."

"Karena itu, kami minta Bupati Semarang bisa mengambil sikap tegas atas beberapa permasalahan perizinan tersebut."

"Jangan diabaikan, jangan sampai menimbulkan kecemburuan karena kesan tebang pilih," tandasnya.

Sebelumnya, Bupati Ngesti Nugraha mengklaim telah berkoordinasi dengan beberapa pihak.

"Investasi di Kabupaten Semarang harus berjalan, tetapi tidak lantas abai terhadap kewajibannya seperti perizinan sesuai tata aturan yang berlaku," ungkapnya.

DUSUN SEMILIR - Dokumentasi suasana di wisata Dusun Semilir, Kabupaten Semarang.
DUSUN SEMILIR - Dokumentasi suasana di wisata Dusun Semilir, Kabupaten Semarang. (DOKUMENTASI TRIBUN JATENG)

Terkendala Regulasi

Sebelumnya telah diberitakan di Tribunjateng.com, Legal and QA Manager Dusun Semilir, Shenita Dwiyansany menjelaskan bahwa proses perizinan sudah dilakukan, namun sempat terkendala regulasi.

Menurutnya, awal izin villa diunggah melalui sistem OSS (Online Single Submission) dengan klasifikasi usaha Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) villa. 

Namun ternyata sistem menolak karena villa dikategorikan sebagai hunian pribadi.

Sementara Dusun The Villas merupakan fasilitas penginapan dalam kawasan usaha, bukan rumah tinggal.

“Karena itu, kami diarahkan oleh DPMPTSP Jateng, beserta Dinas Pariwisata, PUPR, dan Lingkungan Hidup untuk mengubah perizinan Nomor Induk Berusaha (NIB) menjadi hotel berbintang."

"Kami mengikuti arahan tersebut meski sebenarnya konsep kami adalah villa."

"Ini soal penyesuaian regulasi,” kata Shenita, Senin (26/5/2025).

Dia menambahkan, pihak Dusun Semilir juga telah mengajukan judicial review atas regulasi tersebut, karena dinilai kurang relevan dengan kondisi lapangan.

Menurut Shenita, Dusun Semilir tetap taat aturan dan berkomitmen menyelesaikan seluruh izin pendukung secara bertahap.

“Prosesnya memang sedang berjalan dan kami rutin membayar pajak, baik untuk hotel maupun restoran,” imbuh dia.

Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohening menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi awal mengenai persoalan itu. 

Pihaknya meminta dinas terkait untuk segera menggelar pertemuan guna mengurai persoalan perizinan ini.

“Kami bersama pihak eksekutif masih mengevaluasi perizinan, mengidentifikasi masalah-masalahnya, dan menemukan jalan keluarnya."

"Termasuk juga objek-objek wisata lainnya, coba kami kaji juga, sehingga harus kami koordinasikan dengan DPMPTSP terlebih dahulu."

"Kami juga ingin semua tempat usaha atau wisata beroperasi sesuai ketentuan yang dilalui bersama."

"Meskipun ada kesulitan misalnya perubahan regulasi dari pusat,” kata Bondan Marutohening.

Dia juga menyebut bahwa perubahan sistem perizinan pasca diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja menjadi satu di antara faktor transisi yang belum optimal diterapkan oleh semua pihak. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.