Bepergian naik commuter line (CL) memang menyenangakan. Selain hemat, juga bisa mengurangi dampak polusi bagi lingkungan. Tapi, kalau bepergian naik CL ketika hujan sepertinya harus dipertimbangkan lagi. Genangan di stasiun CL adalah salah satu bahaya yang sering ditemui.
Mengapa terjadi genangan?
Pertanyaan ini sebenarnya bisa dijawab oleh siswa Sekolah Dasar. Pada level ini mereka belajar bahwa sifat alamiah air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang renda. Sesederhana itu untuk memahami sifat air. Tapi mengapa banyak fasilitas yang tidak seharusnya menampung air, tapi justru jadi tempat penampungan air?
Ya jawabannya juga sederhana: karena fasilitas tidak dibangun dengan memperhatikan sifat air. Genangan terjadi karena air sulit mengalir ke tempat saluran air. Dengan kata lain, air dipersulit untuk masuk ke selokan. Diksi dipersulit ini artinya memang by design fasilitas publik tidak dirancang agar air mudah mengalir tanpa mengandalkan bantuan manusia/mesin.
Bagaimana agar air tidak menggenang?
Air harus dimudahkan menuju selokan. Nanti dari selokan baru diteruskan ke sumur resapan, sungai, atau fasilitas lainnya. Sesederhana itu.
Untuk bisa menuju selokan, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, kemiringan area basah. Sama seperti kamar mandi basah, lantai fasilitas publik yang bersifat terbuka seperti kebanyakan stasiun CL hendaknya dibuat miring. Pastinya tidak perlu semiring rumah miring di Dufan karena air hanya perlu sedikit kemiringan agar bisa mengalir. Dalam banyak literatur, kemiringan jalan dibuat 1-2 derajat untuk memudahkan aliran air.
Perbesar
Genangan di salah satu stasiun pascahujan.
Lantai stasiun yang dibuat rata tentu saja tidak memudahkan air untuk mengalir tanpa harus dibantu oleh petugas stasiun. Ditambah lagi, kadang ada titik-titik tertentu yang kemiringan atau cekungannya justru terbalik, menjauhi saluran air, hingga jadi tempat penampungan air.
Kedua, jarak aliran air harus dibuat sependek mungkin. Misalkan lebar peron adalah 10 m (untuk memudahkan). Jika lebarnya dijadikan setengahnya saja (5 m), tentunya waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir menjadi lebih cepat (abaikan friksi dengan lantai, angin, dll). Dengan demikian, titik selokan harus dibuat banyak dan mendekati lokasi yang banyak menerima air.
Idealnya, ada perhitungan kebutuhan luas minimal penampang selokan tergantung debit air yang datang ketika hujan paling deras di stasiun tersebut, sehingga nanti diperoleh kecepatan air hujan masuk selokan, apakah sudah memenuhi standar minimal. Jika belum ada standar minimal untuk hal ini, tidak ada salahnya ditetapkan, bukan malah dibiarkan.
Contoh saluran air di stasiun yang ideal
Salah satu negara tetangga dengan curah hujan sangat sedikit bisa menjadi acuan bersama. Negara yang kering saja sudah mempertimbangkan aliran air hujan.
Perbesar
Salah satu stasiun dengan saluran air di tengah
Pemasangan saluran air di tengah peron memudahkan air menuju ke selokan. Artinya, di tengah-tengah peron harus ada saluran air yang ditanam di bawahnya. Metode ini memang lebih rumit karena kemiringan dari 4 arah harus menuju ke arah selokan tersebut.
Cara sederhana yang lebih mudah adalah membuat kemiringan peron ke arah pinggiran stasiun. Air dari tengah peron akan mengalir ke pinggir stasiun dengan jarak setengah peron. Kekurangan metode ini adalah benda beroda (misal kursi roda, koper, sepeda) bisa meluncur ke arah rel jika tidak diganjal/dikunci.
Apapun metode yang digunakan, selayaknya peron didesain dengan tepat agar tidak ada genangan. Penggunaan material aspal sudah tepat untuk mencegah orang terpeleset ketika hujan. Akan tetapi, aspal tidak bersahabat dengan air. Genangan akan memperpendek usia pakai aspal. Jika aspal sudah mulai rompal, justru pasir dan batu halus menjadi bahaya baru bagi para pengguna jasa CL.