Siswa SD Dibiarkan Sawer Biduan saat Perpisahan Sekolah, Uang dari Orangtua, Kepsek: Kami Kecolongan
Mujib Anwar June 21, 2025 01:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Video siswa SD sawer biduan saat acara perpisahan sekolah viral di media sosial.

Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 14 Juni 2025.

Siswa dalam video tersebut merupakan murid Sekolah Dasar Negeri atau SDN 1 Kenayan Tulungagung, Jawa Timur.

Saat itu sekolah mengadakan acara tasyakuran perpisahan siswa kelas 6.

Namun untuk aksi sawer adalah inisiatif paguyuban wali murid.

Video ini ramai kritik publik hingga akhirnya sang kepala sekolah atau kepsek angkat bicara.

Menurut keterangan pihak sekolah, acara resmi perpisahan yang diselenggarakan sangat sederhana, hanya berupa kegiatan seperti paduan suara, pelepasan topi, dan pelepasan balon.

"Acaranya sangat sederhana. Kita buka terop, terus pasang banner, hanya itu. Tidak ada tampilan sama sekali, tandanya hanya paduan suara dan tidak masang panggung," kata Kepala SDN 1 Kenayan Tulungagung Admim Kholisina di ruang kerjanya, Jumat (20/6/2025), melansir dari Kompas.com.

Namun, dalam video yang beredar, terlihat siswa menyawer biduan.

Kegiatan tersebut berlangsung di dalam kelas SDN 1 Kenayan Tulungagung.

Sejumlah siswa yang diketahui siswa SDN 1 Kenayan tampak berjoget mengikuti alunan musik sambil memberi lembaran uang kepada biduan yang tengah bernyanyi.

Pihak sekolah menegaskan bahwa kegiatan sawer tersebut merupakan inisiatif dari wali murid, yang tergabung dalam paguyuban kelas 6 SDN 1 Kenayan.

"Untuk yang video viral itu, itu adalah semuanya murni dari wali murid, dari paguyuban kelas 6 SDN 1 Kenayan," terang Kholisina.

Setelah kejadian tersebut viral, pihak sekolah langsung mengambil langkah dengan menghubungi para wali murid yang mengadakan kegiatan tersebut.

Hasilnya, wali murid menyampaikan permohonan maaf secara lisan dan tertulis kepada pihak sekolah.

Dalam surat juga disampaikan bahwa uang sawer tersebut dari para orangtua yang diberikan kepada siswa.

"Kemarin setelah kejadian itu, sudah viral itu, akhirnya wali murid dihubungi, dan akhirnya wali murid sudah minta maaf ke sekolah. Kemarin ke sekolah minta maaf secara lisan dan tertulis," terang Kholisina.

Kejadian ini menjadi evaluasi bagi pihak sekolah.

Mereka mengakui kecolongan dan menilai bahwa tindakan sawer tersebut tidak pantas bagi anak-anak.

Pihak sekolah berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

"Ya, ini semuanya apa ya? Kita mengakui kalau kecolongan itu, dan kejadian itu adalah tidak pantas untuk anak-anak, ke depannya semoga tidak ada kejadian yang begini lagi, dan harus tidak ada," terang Kholisina.

Sementara itu dalam berita lain, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengingatkan sekolah agar tidak menyelenggarakan acara pelepasan siswa secara berlebihan.

Ia menegaskan, kegiatan semacam itu boleh dilakukan selama semua orang tua atau wali murid sepakat dan tidak ada yang merasa keberatan.

“Boleh dilakukan asal tidak memberatkan. Jika ada satu saja wali murid yang keberatan, maka acara tidak boleh digelar,” ujar Wahyu, Kamis (5/6/2025).

Wahyu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada orang tua dan wali murid, dengan catatan tidak ada pihak yang dirugikan, terutama secara finansial.

“Jangan sampai justru membebani orangtua,” tegasnya.

Ia juga menekankan, tidak ada larangan resmi terkait acara perpisahan sekolah, asalkan tidak ada unsur paksaan.

“Ini pelepasan, bukan wisuda. Boleh dilakukan jika semua sepakat, tapi begitu ada satu keluhan, sebaiknya dibatalkan,” jelasnya.

Pernyataan tegas ini disampaikan Wahyu menanggapi banyaknya keluhan dari wali murid yang merasa terbebani dengan acara perpisahan mewah, bahkan ada yang digelar di hotel.

Kondisi tersebut kerap memicu polemik berkepanjangan dan permintaan agar acara serupa tidak diadakan.

Sayekti, warga sipil yang bergerak di isu pendidikan mengatakan, berdasarkan kajiannya bersama Malang Corruption Watch, dia menemukan 64 jenis pungli yang dikemas dalam berbagai macam cara.

Salah satu di antaranya bagaimana mengemas momen perpisahan dengan menyelenggarakan acara seperti wisuda. 

"Tidak semua orangtua menginginkan itu, tapi seperti dipaksa. Bahkan uang tabungan tidak bisa diambil karena digunakan untuk kelulusan itu. Padahal kan itu uang tabungan pribadi," katanya.

Di Kota Malang, pendidikan gratis pun masih dianggap belum dapat dirasakan merata. Buktinya, masih ada sejumlah anak putus sekolah, pun tidak lanjut ke jenjang berikutnya.

"Hal ini menunjukan masih ada problematika pendidikan gratis," ungkapnya.

"Di sekolah yang katanya gratis, masih ada pungli dengan kedok sumbangan. Namanya sumbangan kan seikhlasnya, tapi ini ada nominalnya," imbuh Sayekti. 

Sayekti mendorong agar Pemkot Malang bisa memperbaiki kondisi ini. Pendidikan telah menjadi kebutuhan primer masyarakat sehingga sudah sepatutnya akses mudah dijangkau.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.