Kebijakan penghapusan tipping fee jadi angin segar bagi Pemprov DKI Jakarta untuk memperbanyak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Selama ini, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta, Asep Kuswanto, tipping fee menjadi salah satu hambatan utama dalam pembangunan PLTSa di Jakarta.
Tipping fee adalah biaya yang dibayarkan oleh pemda kepada pihak pengolah sampah. Pembayaran dilakukan per tonase sampah.
“Kami dengar itu kan sudah tidak ada tipping fee. Kemarin itu tipping fee kan memang menjadi sebuah kendala di kami karena memang keterbatasan lokasi daerah kami,” kata Asep saat ditemui di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6).
Jika sesuai dengan isi Perpres, nantinya seluruh pembiayaan akan ditanggung pemerintah pusat. Dengan begitu, Pemda dapat lebih fokus pada percepatan pembangunan.
“Juga memang masalah tipping fee ini masih menjadi masalah isu yang harus kami carikan solusinya. Kalau memang ternyata sesuai dengan Perpres tersebut tidak ada tipping fee, itu kan membawa angin segar buat Pemda di mana memang nanti semuanya itu dari pemilihan penyedianya,” jelas Asep.
Perbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPST Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Foto: M. Mizard Alhamdani/kumparan
“Kemudian proses kerja samanya hingga nanti subsidi dari pemerintah pusat kepada PLN itu ditanggung oleh pemerintah pusat. Itu yang disampaikan oleh pemerintah pusat kepada kami,” lanjutnya.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan bentuk solusi nyata dari pemerintah pusat kepada daerah, yang sudah lama dinantikan agar pembangunan PLTSa bisa segera direalisasikan.
“Nah ini kan sebenarnya merupakan sebuah solusi nyata dari pemerintah pusat kepada seluruh daerah di Jakarta. Itu yang memang kami sangat tunggu-tunggu, itu kami sangat nanti-nanti, supaya nanti ke depannya kami bisa segera membangun PLTSa ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Asep mengatakan pemerintah pusat menargetkan pembangunan PLTSa di 33 lokasi di Indonesia dapat mulai pada tahun 2026. Jakarta menjadi salah satu daerah yang diharapkan dapat memulai lebih awal sebagai pendahulu.
“Sesuai dengan harapan dari pemerintah pusat dari yang pernah disampaikan oleh Pak Menteri LHK kepada kami, memang diharapkan di 2026 itu sudah mulai ada konstruksi pembangunan PLTSA di seluruh Indonesia, untuk yang 33 lokasi itu, yang memang tergantung nanti kesiapan daerahnya akan seperti apa,” ungkap Asep.
“Nah, Jakarta memang sebagai salah satu pilot yang diharapkan bisa memulai, itu akan segera kami mulai,” tandasnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menyatakan siap untuk membangun empat hingga lima PLTSa sebagai bagian dari rencana pengelolaan sampah. Hasil pendapatan PLTSa ini sekaligus mendukung pendanaan proyek tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall.
“Yang pertama kami menunggu Perpres dari pemerintah pusat. Tetapi prinsipnya seperti juga dengan arahan Bapak Presiden apakah nanti PLTSa-nya 5 atau 4, Jakarta siap untuk itu. Listriknya nanti siapa yang akan membeli? Tentunya listriknya akan disalurkan melalui PLN,” ujar Gubernur Jakarta Pramono Anung di Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (16/6).
Ia menjelaskan, listrik hasil pengolahan sampah nantinya akan disalurkan melalui PT PLN. Dengan skema ini, pemerintah daerah tak lagi memerlukan skema tipping fee seperti pada proyek-proyek sebelumnya.
Tipping fee adalah biaya yang dibayarkan oleh pemda kepada pihak pengolah sampah. Pembayaran dilakukan per tonase sampah.
“Sehingga yang dulu menjadi persoalan selalu harus ada tipping fee-nya maka tipping fee sudah tidak diperlukan lagi. Karena dengan teknologi yang sekarang ini generator atau PLTSa ini teknologinya sudah tidak terlalu canggih seperti dulu, ini sudah menjadi teknologi yang medium, semua orang bisa menggunakan itu,” jelas Pramono.