'Menghidupkan' Hamid Rusdi, Pahlawan Pejuang yang Masih Terasing di Tanah Kelahiran
GH News June 21, 2025 08:04 PM

TIMESINDONESIA, MALANG – Di Kabupaten Malang Jawa Timur, tepatnya dari Desa Sumbermanjing Kulon, Kecamatan Pagak Kabupaten Malang, nama Mayor Hamid Rusdi dilahirkan. Sosok yang kelak memilih menjadi pejuang, hingga akhirnya ditetapkan menjadi pahlawan nasional. 

Berdasarkan silsilah keluarga, Hamid Rusdi merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, putra dari seorang tokoh ulama yang dikenal sebagai saudagar oleh masyarakat setempat. Yakni, H. Umar Rusdi. 

Hamid Rusdi dilahirkan di sebuah kampung, tepatnya di Dusun Krajan Desa Sumbermanjing Kulon Pagak Kabupaten Malang, pada tahun 1911 silam. 

Meski dikenal dibesarkan dari keluarga berada, semasa remaja Hamid Rusdi sudah menunjukkan jiwa patriotisme tinggi. Ia memilih ikut berjuang dan bergerilya mengusir penjajah yang ingin menguasai Tanah Air tercinta. 

Hamid Rusdi sempat mengikuti pelatihan militer dari Jepang yang kala itu menduduki Pertiwi sejak tahun 1943. Serangan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, membuat Jepang angkat kaki dari Indonesia.

Tahu Jepang menyerah, Hamid Rusdi bersama para pejuang yang lain melakukan pelucutan senjata kepada tentara Jepang. Pelucutan senjata itu bukan perkara mudah. Tetapi, Hamid Rusdi saat itu menjadi komandannya dengan gagah berani melucuti senjata tentara Jepang.

Pascamomen Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Hamid Rusdi direkrut menjadi Badan Keamanan Rakyat atau yang saat ini disebut sebagai TNI. 

Selama karir militernya, Hamid Rusdi mendapat pangkat sampai Letnan Kolonel (Letkol). Namun, pada tahun 1948 atas alasan efisiensi keuangan negara, pangkatnya turun menjadi Mayor. 

Setahun berselang, Hamid Rusdi kembali ikut dalam pertempuran melawan Agresi Militer Belanda II.

Pada pertempuran ini, Hamid Rusdi memimpin kelompok pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK). Kelompok inilah yang menginisiasi bahasa walikan atau bahasa yang diucapkan terbalik saat berkomunikasi. Tujuan menggunakan bahasa walikan itu, untuk mengelabuhi mata-mata dari Belanda.

Pada agresi militer Belanda II itu, pejuang Hamid Rusdi pun wafat ditangan penjajah pada 8 Maret 1949, di usianya 38 tahun. Ia terkena peluru senapan pasukan kolonial di pinggir sungai kawasan Wonokoyo, Kedungkandang.

Jasadnya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati Kota Malang sejak tahun 1949.

Sosok sang pahlawan pejuang Hamid Rusdi hingga saat ini diabadikan pada sebuah monumen patung yang gagah berdiri di Jalan Simpang Balapan, Klojen, Kota Malang.

Pengamat sejarah, Agung Buana, mengatakan Monumen Hamid Rusdi dibangun atas inisiasi Korem 083/Baladhika Jaya dan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Monumen ini diresmikan pertama kali pada 10 November 1975 lalu.

Jasa perjuangan kemerdekaan Hamid Rusdi juga diabadikan di nama Terminal Hamid Rusdi, juga nama Jalan Hamid Rusdi di Kota Malang.

Di kampung kelahirannya sendiri di Desa Sumbermanjing Kulon, nama Hamid Rusdi memang diketahui sebagian warga setempat. Namun begitu, kisah penting dari jejak pengabdian Mayor Hamid Rusdi dan keluarganya belum cukup literasi untuk dipahami luas, terutama generasi muda dan anak-anak. 

Tim Jejak Kearifan Amartya Bhumi, yang diwakili Budi Hartono, sempat berkunjung ke keluarga dan rumah asli, dimana pahlawan Kolonel Hamid Rusdi dibesarkan orang tuanya. 

Bangunan rumah Hamid Rusdi, yang berada di sebelah selatan simpang empat Sumbermanjing Kulon itu memang masih utuh, namun kini digunakan bercampur untuk tempat usaha. 

Di kawasan wilayah Desa Sumbermanjing Kulon ini, juga tidak tampak tanda atau monumen yang menggambarkan sosok pahlawan Hamid Rusdi, yang sarat keteladan dan nilai perjuangan, pengabdian dan kepedulian untuk kemaslahatan rakyat. 

Konon, sejumlah tanah milik keluarga Hamid Rusdi juga telah dihibahkan. Salah satunya untuk kepentingan pendidikan di daerah setempat. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.