TIMESINDONESIA, SEMARANG – Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Dr KH Nasrulloh Afandi, Lc., MA., menyerukan pelaksanaan taubat nasional lintas agama sebagai solusi mencegah kehancuran bangsa. Seruan tersebut disampaikan saat menjadi khatib Salat Jumat di Masjid Mapolda Jawa Tengah, Jumat (20/6/2025).
Dalam khutbah bertema “Membangun Indonesia Berbasis Akhlakul Karimah”, Gus Nasrul –sapaan akrabnya– menegaskan bahwa kondisi moral bangsa Indonesia saat ini berada dalam keadaan darurat.
"Di hari Jumat yang mulia, di mimbar yang mulia ini, kami menyerukan dan mengajak semua elemen bangsa Indonesia ini, lintas usia, remaja hingga orang tua, khususnya para pejabat publik bangsa Indonesia, pejabat pusat maupun daerah. Sungguh sangatlah tepat, jika kita menyerukan, bahwa bangsa Indonesia darurat untuk melakukan taubat massal berskala nasional," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI Pusat itu menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya kerusakan moral di berbagai lapisan masyarakat. Ia menyoroti rusaknya akhlak remaja akibat pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, hingga meningkatnya penipuan online.
“Para pegawai banyak yang tidak bertanggung jawab atas tugasnya, pedagang tidak jujur, dan pejabat tinggi justru terlibat mega korupsi. Ini semua tanda-tanda kehancuran moral. Jika dibiarkan, bangsa ini bisa hancur,” ujarnya.
Sebagai solusi konkret, Gus Nasrul mengajukan empat pilar reorientasi kebangsaan yang dinilainya bisa menjadi dasar membangun peradaban Indonesia yang maju dan berkeadilan.
Pertama, reorientasi kedisiplinan dan ketaatan beribadah (hablum minallah). Ia menyebut bahwa bangsa yang tidak dilandasi kesalehan akan mudah rapuh, sebagaimana yang terjadi dalam kejatuhan Kekaisaran Romawi.
"Sepanjang sejarah, peradaban manapun yang tidak dilandasi dengan religiusitas dan kesalehan, maka bangsa itu akan hancur. Edward Gibbon dalam The Roman Empire menulis, kerusakan moral jadi awal kehancuran Roma, meski kuat secara militer dan ekonomi," ungkap Gus Nasrul.
Kedua, reorientasi akhlak individual dan tanggung jawab pribadi (muhasabah al-nafs). Ia mengingatkan bahwa warga negara harus disiplin terhadap diri sendiri agar bisa bertanggung jawab kepada orang lain dan negara.
“Jika setiap individu sadar akan tanggung jawab dan kedisiplinannya, bangsa ini akan dipenuhi orang-orang berkualitas,” jelasnya.
Ketiga, reorientasi hubungan sosial (hablum minannas). Gus Nasrul menyayangkan budaya saling fitnah dan hujat di media sosial, serta keretakan hubungan antarwarga.
Keempat, reorientasi tanggung jawab terhadap lingkungan (hifdzul bi’ah). Ia menilai pencemaran air, limbah industri, hingga penebangan hutan ilegal sebagai bentuk kelalaian kolektif bangsa terhadap alam.
“Kerusakan lingkungan juga cermin dari minimnya kesadaran warga negara terhadap tanggung jawab atas benda mati dan ekosistem,” ucapnya.
Menurut Gus Nasrul, jika keempat pilar tersebut diterapkan secara konsisten oleh seluruh lapisan masyarakat, Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat, rukun, dan diberkahi.
“Insya Allah, negara kita akan menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Di bawah naungan Bhinneka Tunggal Ika, meski berbeda agama dan budaya, kita tetap bisa bersatu membangun bangsa,” pungkasnya.
Gus Nasrul juga dikenal sebagai alumnus Universitas Al-Qarawiyyin Maroko, pengasuh Pesantren Balekambang Jepara, serta pernah menjadi penasihat resmi Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024. (*)