Bank Dunia: Data BPS Paling Tepat Ukur Tingkat Kemiskinan RI
kumparanBISNIS June 22, 2025 08:00 AM
Bank Dunia resmi memperbarui garis kemiskinan global tahun ini. Dalam laman resminya, lembaga tersebut menegaskan pentingnya pembaruan ini untuk memastikan pengukuran kemiskinan tetap mencerminkan kondisi global terkini. Langkah ini membuat sebagian besar negara, termasuk Indonesia, melihat lonjakan signifikan dalam angka kemiskinan berdasarkan standar internasional.
Tiga garis kemiskinan internasional yang kini digunakan masing-masing mencerminkan standar hidup di negara berpendapatan rendah, menengah ke bawah (LMIC), dan menengah ke atas (UMIC). Untuk Indonesia, hasilnya mencolok, sebanyak 5,4 persen penduduk tergolong miskin secara ekstrem (berdasarkan standar negara berpendapatan rendah), 19,9 persen tergolong miskin menurut standar LMIC, dan 68,3 persen menurut garis UMIC.
Namun, angka-angka ini tidak berarti bahwa kemiskinan di Indonesia memburuk. Angka yang tampak lebih tinggi tersebut justru mencerminkan ambang batas yang juga meningkat secara global, seiring dengan meningkatnya standar hidup minimum yang diterapkan banyak negara.
Di tengah kompleksitas standar dan garis kemiskinan ini, Bank Dunia menekankan, garis kemiskinan nasional Indonesia yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) tetap menjadi tolok ukur paling relevan untuk perumusan kebijakan dalam negeri.
“Untuk pertanyaan-pertanyaan mengenai kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah yang paling tepat sebagai tolok ukur,” tulis Bank Dunia dalam laporan Bank Dunia Memperbarui Garis Kemiskinan Global: Indonesia, dikutip Minggu (22/6).
Garis kemiskinan resmi Indonesia sendiri ditetapkan secara provinsi, dan dibedakan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Per September 2024, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 8,57 persen.
Garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru, untuk negara-negara berpendapatan rendah, kini ditetapkan sebesar USD 3 per hari (setara dengan sekitar Rp 546.400 per bulan setelah memperhitungkan biaya hidup di Indonesia). Dalam hal ini, Bank Dunia menggunakan data yang sama dengan pemerintah Indonesia untuk mengukur kemiskinan, yaitu data SUSENAS. Namun, pendekatannya berbeda.
“Bank Dunia menggunakan survei resmi nasional, SUSENAS, untuk mengukur kemiskinan pada garis kemiskinan internasional, sumber data yang sama yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk statistik kemiskinan nasional,” ungkapnya.
Perbedaannya terletak pada penyesuaian harga yang dilakukan oleh Bank Dunia dari aspek waktu, lokasi geografis, hingga antarnegara, sesuatu yang tidak diterapkan dalam garis nasional.
Dua garis kemiskinan internasional lainnya didefinisikan sebagai nilai tipikal garis kemiskinan nasional di antara negara-negara LMIC, yang ditetapkan sebesar USD 4,20 per hari (sekitar Rp 765.000 per orang per bulan), dan di antara negara-negara UMIC sebesar USD 8,30 per hari (sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan).
Penting untuk dicatat bahwa pengukuran kemiskinan dengan standar internasional bertujuan untuk melihat posisi Indonesia secara global, bukan sebagai dasar kebijakan dalam negeri.
“Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia sesuai digunakan untuk memantau kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global,” kata Bank Dunia.
Perubahan garis kemiskinan global ini juga bertepatan dengan transisi Indonesia yang kini diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (UMIC) sejak 2023. Dalam kelompok ini, terdapat negara-negara dengan PDB per kapita hingga USD 14.005 dolar hampir tiga kali lipat dari PDB Indonesia yang masih di angka USD 4.810 dolar.
Dengan lonjakan standar, lebih banyak penduduk Indonesia yang kini dikategorikan sebagai miskin menurut garis UMIC, dibandingkan saat Indonesia masih berada di kelas LMIC. Meski demikian, kemajuan jangka panjang Indonesia tetap diakui.
“Kemajuan Indonesia yang stabil dalam mengurangi kemiskinan selama empat dekade merupakan sebuah pola yang menonjol dalam definisi yang digunakan sebelumnya dan tetap menonjol menggunakan garis kemiskinan terbaru,” tulis Bank Dunia.