Soroti Pidato Prabowo di SPIEF 2025, Rocky Gerung: 10 Tahun Jokowi Gagal Menghasilkan Keadilan
Sri Juliati June 22, 2025 01:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pidato Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto soal mazhab ekonomi yang ingin dia jalankan di Indonesia.

Diketahui, Prabowo telah menyatakan ingin mengambil sisi baik dari masing-masing sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis dalam menjalankan pemerintahannya.

Prabowo juga mengkritisi adanya kolusi antara pemodal besar dengan pejabat pemerintah dan elit politik di Indonesia yang membuat masyarakat kesulitan keluar dari garis kemiskinan.

Hal tersebut dinyatakan Prabowo saat berpidato di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 akhir pekan ini.

Prabowo Ingin Keseimbangan

Menurut Rocky Gerung, Prabowo Subianto ingin mencari keseimbangan dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme untuk diterapkan di tanah Air.

"Presiden dengan tegas mengatakan bahwa sistem kapitalisme itu adalah rakus, karena itu, membuat dunia ini kehilangan keadilan," kata Rocky Gerung dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Minggu (22/6/2025).

"Sementara, sistem sosialisme juga tidak mungkin diadopsi oleh Indonesia, karena sifatnya yang menyebabkan ketergantungan individu pada supply negara," jelasnya.

"Prabowo menganggap, bagian buruk dari sosialisme dan kapitalisme itu mesti ditolak tuh," imbuhnya. 

"Jadi, Prabowo berupaya untuk balancing antara sifat inovatif dari kapitalisme untuk menghidupkan kompetisi yang fair, dan negara juga harus ambil bagian untuk menyelesaikan problem ketidakadilan yang disebabkan oleh eksploitasi kapitalis," papar mantan dosen filsafat di Universitas Indonesia (UI) itu.

"Itu artinya, ada bagian sosialistik yang bagus, yaitu intervensi negara untuk menghasilkan keadilan, ada bagian kapitalistik yang juga bagus yaitu inovasi, kreativitas dan kompetisi," tambahnya.

"Kita melihat bagaimana Presiden Prabowo berupaya untuk mencari semacam keseimbangan karena Indonesia tetap harus tumbuh dengan prinsip inovasi, prinsip kompetisi, tapi pada saat yang sama harus ada intervensi negara untuk menghasilkan keadilan, yaitu koperasi, misalnya," ujarnya.

Pemerintahan Jokowi Tak Sanggup Hasilkan Keadilan

Terkait pandangan mazhab ekonomi Prabowo tersebut, Rocky Gerung juga menambahkan kritikannya terhadap pemerintahan sebelumnya di era Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Menurut akademisi kelahiran Manado, Sulawesi Utara 20 Januari 1959 ini, Jokowi mengusung model ekonomi kapitalistik.

Model tersebut, kata Rocky, malah menimbulkan ketidaksetaraan atau kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat.

Sehingga, Rocky menilai, Prabowo ingin menyeimbangkan akumulasi dan distribusi dengan mazhab ekonomi yang akan dibawanya. 

"Yang jelas bahwa model yang diusung oleh Jokowi selama 10 tahun itu yang menyebabkan Indonesia gagal menghasilkan keadilan," jelas Rocky Gerung.

"Karena model kapitalistik ala Jokowi itu justru menimbulkan disparitas," tambahnya.

"Nah, bagian-bagian ini yang saya kira penting untuk mulai membaca bahwa arah konseptual dari pemerintahan Presiden Prabowo adalah menyeimbangkan antara akumulasi dan distribusi," kata dia.

SPIEF 2025: Prabowo Ingin Jalan Tengah Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialis

Sebagai informasi, Prabowo menyatakan akan memilih jalan tengah antara sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme.

Sebab, menurut Ketua Umum Partai Gerindra itu, solusi terbaik bagi Indonesia adalah merumuskan jalan sendiri yang berpijak pada karakter bangsa. 

Hal ini dia sampaikan dalam pidato di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) 2025, Jumat (20/6/2025) di Rusia.

“Saya memilih jalan tengah, mengambil yang terbaik dari sosialisme dan yang terbaik dari kapitalisme,” ujar Prabowo.

Prabowo menilai, kapitalisme murni hanya menghasilkan ketimpangan, sedangkan sosialisme murni tidak realistis karena cenderung membuat masyarakat enggan bekerja dan terlalu bergantung pada negara. 

"Tapi jalan kita adalah jalan tengah. Kita ingin menggunakan kreativitas dari kapitalisme. Inovasi, inisiatif, ya, kita butuh itu," paparnya.

"Namun kita juga butuh intervensi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan, dan untuk melindungi yang lemah," lanjutnya. 

Selanjutnya, Prabowo menyebut bahwa negara-negara di Asia Tenggara cenderung mengikuti kekuatan besar dunia.

Sehingga, terjadi dominasi model ekonomi neoliberal dan pasar bebas tanpa banyak campur tangan negara. 

Kemudian, Prabowo memandang bahwa elit Indonesia juga mengikuti pendekatan tersebut, sehingga gagal menciptakan arena persaingan yang adil bagi semua lapisan masyarakat.

Prabowo juga menilai, meski ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 5 persen per tahun dalam tujuh tahun terakhir, belum ada pemerataan kesejahteraan yang dihasilkan.

“Kekayaan tetap berada di tangan segelintir orang, kurang dari 1 persen populasi. Dan menurut saya, ini bukan formula keberhasilan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Prabowo menegaskan, setiap negara harus mengikuti filosofi ekonomi yang sesuai dengan budaya dan latar belakangnya sendiri.

Kemudian, Prabowo menambahkan bahwa saat ini kemiskinan di Indonesia masih sulit diberantas lantaran kekayaannya masih dikuasai segelintir elite, seperti konglomerat, pejabat, dan politikus.

Dia mengatakan kelompok tersebut saling berkolisi yang berakibat masyarakat miskin sulit keluar dari garis kemiskinan tersebut untuk naik ke kelas menengah.

“Ada bahaya di negara-negara berkembang seperti Indonesia dari apa yang kita anggap sebagai bahaya penguasaan negara," papar Prabowo.

"(Yaitu) kolusi antara pemodal besar dengan pejabat pemerintah dan elite politik. Pada akhirnya, kolusi antara kelompok ini tidak membuahkan hasil pengentasan kemiskinan dan perluasan kelas menengah,” pungkasnya.

(Rizki A.) (Tribunnews.com/Yohannes Liestyo) (Kompas.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.