Konflik Israel-Iran: Sikap Indonesia dan Dampak terhadap Perekonomian
Ferdian Ahya Al Putra June 22, 2025 09:00 PM
Beberapa waktu terakhir, dunia dihangatkan dengan konflik yang melibatkan Israel dan Iran. Dikutip dari berbagai sumber, konflik fisik tersebut dipicu oleh serangan Israel yang dilancarkan pada hari Jum'at (13/06/25).
Serangan udara tersebut mengincar fasilitas militer dan nuklir milik Iran. Israel mengklaim bahwa Iran sedang mempersiapkan bom nuklir, sehingga mereka membenarkan tindakan tersebut. Sejak saat itu, kedua negara saling balas membalas serangan yang menimbulkan berbagai kerusakan dan korban luka maupun tewas.
Dikutip dari Anadolu, sejak Israel melancarkan serangan pada 13 Juni 2025, korban yang berjatuhan telah mencapai 430 korban tewas dan sekitar 3500 mengalami luka-luka. Melihat eskalasi konflik yang ada, jumlah korban tersebut tentunya masih bisa bertambah.
Lalu, bagaimana pandangan pemerintah Indonesia terhadap konflik fisik tersebut?
Indonesia merupakan salah satu pihak yang turut angkat bicara mengenai konflik tersebut. Dilansir dari laman resmi presiden, Prabowo Subianto menyerukan untuk mengutamakan diplomasi damai untuk semua pihak.
"Kita ingin semua turunkan suhu, kita ingin cari penyelesaian yang damai untuk semua pihak,” ujar Presiden Prabowo kepada awak media.
Selain karena tujuan perdamaian, dan faktor kemanusiaan, pernyataan Prabowo cukup masuk akal, terutama bagi Indonesia. Indonesia sendiri dalam konstitusinya pun sudah jelas menyatakan kesiapannya untuk menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.
Selama ini Indonesia juga memiliki politik luar negeri bebas aktif, yaitu bebas dalam menentukan sikap serta tidak terikat pada blok mana pun. Kemudian juga aktif dalam penyelesaian-penyelesaian isu global, termasuk dalam isu keamanan dan perdamaian. Jika dilihat dari sejarahnya Indonesia juga telah menjadi inisiator untuk berbagai pergerakan penting seperti Konferensi Asia Afrika (KAA) maupun gerakan non-blok.
Selain itu, tentu ada kekhawatiran bahwa jika konflik tersebut semakin meluas, hal itu dapat berdampak bagi Indonesia, termasuk kaitannya dengan rantai pasok global.
Dampak bagi Perekonomian Indonesia
Meskipun konflik tersebut berkaitan dengan isu keamanan dan geopolitik, namun tidak menutup kemungkinan adanya dampak ekonomi bagi negara lain, termasuk Indonesia.
Indonesia dengan Iran misalnya, telah menjalin hubungan diplomatik sejak lama. Bahkan, menurut laman Indonesia.go.id, hubungan diplomatik tersebut telah terjalin sejak tahun 1950, atau hubungan tersebut telah berusia 75 tahun per 2025.
Pada konteks ekonomi, Iran telah menjadi mitra dagang bagi Indonesia. Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag RI), total perdagangan Indonesia - Iran mencapai USD 206,9 juta. Namun, tren menunjukkan dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 19.31%.
Kemudian, Ekspor Indonesia ke Iran Ekspor Indonesia ke Iran tercatat sebesar USD 195,1 juta dan impor dari Iran mencapai USD 11,7 juta. Indonesia surplus sebesar USD 183,4 juta.
Masih dari data yang sama, produk ekspor utama Indonesia ke Iran (Non-migas) dalam juta USD meliputi Kacang lainnya, segar atau kering (53,6), Sepeda Motor (40,8), Asam lemak monokarboksilat industri (18.4), papan serat dari kayu (17.9), dan suku cadang serta aksesoris kendaraan (8.7).
Di sisi lain, Indonesia juga memiliki beberapa komoditas yang diimpor dari Israel meskipun mereka tidak memiliki hubungan diplomatik. Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS), impor Indonesia dari Israel didominasi oleh komoditas non migas (35,2 juta USD). Beberapa jenis komoditas yang diimpor seperti peralatan dan suku cadang mesin/barang elektronik.
Meskipun proporsi perdagangan Indonesia dengan kedua negara termasuk kecil, namun, jika konflik yang terjadi antara Iran dan Israel terus meluas dan tak kunjung ada penyelesaian, maka kondisi tersebut dapat berdampak pada terganggunya rantai pasok yang pada akhirnya dapat berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Lebih dari sekadar dampak ekonomi
Potensi kerugian yang dihasilkan dari eskalasi konflik tersebut bukan hanya sekedar dampak ekonomi. Lebih dari itu, konflik tersebut dapat memicu terjadinya perang yang lebih besar karena melibatkan berbagai aktor negara di dalamnya. Dampak yang paling dikhawatirkan adalah jatuhnya lebih banyak korban jiwa dan kerusakan yang lebih parah.
Berkaca pada pengalaman sejarah, setiap negara sepakat bahwa perdamaian abadi dan kemanusiaan merupakan dua hal yang harus dijujung tinggi. Kita berharap bahwa perdamaian harus bersifat inklusif dan universal. Oleh karena itu, standar ganda pada isu-isu semacam ini mestinya harus dihilangkan.
Bagi Indonesia, bapak bangsa dapat dikatakan sangat visioner, terutama dalam memaknai sila kedua yaitu, kemanusiaan yang adil dan beradap. Terdapat berbagai butir penting dalam sila tersebut, termasuk tentang membela kebenaran dan keadilan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itu, patut disimak apa yang akan dilakukan oleh para pemimpin negara saat ini, termasuk Indonesia dalam mendorong dan mewujudkan perdamaian untuk dunia yang lebih baik.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.