TRIBUNJATENG.COM, KLATEN - Pada masa mendatang, robot dengan kecerdasan artifisial (KA) atau artificial intelligence (AI) akan jadi penguasa dunia. Dalam semua aspek kehidupan, robot akan lebih ahli dan terampil dari manusia, sehingga kehidupan di bumi ini akan mereka ambil alih. Manusia bakal kalah saing, terpinggirkan, menjadi budak, atau malah musnah menyeluruh.
Itu adalah gambaran distopia yang oleh sejumlah pihak dikhawatirkan akan benar-benar terjadi. Kekhawatiran itu muncul sebagai dampak perkembangan teknologi robotik dan kecerdasan buatan yang sangat pesat, bahkan bersifat eksponensial.
Ilustrasi bagaimana robot dan AI bisa menjadi ancaman bagi umat manusia antara lain tergambar dalam film Marvel Cinematic Universe (MCU) yang berjudul The Avengers: Age of Ultron (2015). Karakter Ultron awalnya adalah AI buatan Tony Stark dan Bruce Banner. Dijelaskan dalam Marvel Cinematic Universe Wiki, Ultron diciptakan dengan maksud awal untuk melindungi bumi dari segala ancaman domestik maupun ancaman dari luar angkasa. Namun demikian, melalui pemahaman yang dia bangun sendiri dengan mengakses seluruh data di internet tentang sejarah umat manusia, Ultron akhirnya menjadi ancaman bagi kemanusiaan itu sendiri. Dia merencanakan genosida setelah berkesimpulan bahwa manusialah ancaman sejati bagi bumi.
Kekhawatiran mengenai distopia teknologi tersebut bukan hanya muncul dari pikiran kalangan awam dan film-film fiksi ilmiah belaka, melainkan juga beberapa ilmuwan terkemuka. Salah satunya mendiang fisikawan tersohor asal Inggris, Stephen Hawking. Dalam wawancaranya yang dipublikasikan BBC News pada 2 Desember 2014, Hawking mengatakan bahwa perkembangan kecerdasan buatan secara penuh dapat berarti berakhirnya umat manusia.
“Setelah AI mencapai tahap di mana dia bisa meningkatkan dirinya sendiri pada tingkat yang semakin cepat, manusia, yang dibatasi oleh evolusi biologis yang lambat, tidak akan bisa bersaing dan akan digantikan,” jelas Hawking kepada BBC.
Bagi Agur Yake Mulia (29), pendiri Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Autobot School Klaten, bayang-bayang tentang distopia adalah cara pesimistis dalam memandang perkembangan teknologi. Dia memilih untuk melakukan hal sebaliknya: berpikir positif dan optimistis.
Pria kelahiran 13 Januari 1996 ini meyakini, perkembangan teknologi, khususnya robotik dan AI, justru memberikan peluang-peluang baru yang bisa membawa manusia menjadi ras yang lebih maju. Syaratnya: penguasaan terhadap teknologi ini harus dibangun sejak dini.
Hal itulah yang menjadi alasannya mendirikan Autobot School. Lewat lembaga kursus ini, dia membekali anak-anak dengan keterampilan robotik dan seluk-beluknya.
Harapannya, anak-anak tersebut siap menyambut masa depan sebagai manusia-manusia yang menguasai teknologi, bukan malah sebaliknya, dikuasai teknologi.
“Teknologi bisa membuat hidup lebih mudah. Jangan sampai manusia tidak bisa memanfaatkan,” kata Agur ketika ditemui TribunJateng.com di kantor Autobot School, Gedung Cakra Square Lantai 3, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (21/6/2025).
Menurut Agur, kekhawatiran bahwa perkembangan teknologi akan menjadi ancaman bagi manusia terus terjadi secara berulang.
Adaptasi teknologi baru selalu menimbulkan gejolak. Namun, sejarah peradaban manusia membuktikan, asal dimanfaatkan dengan benar, teknologi adalah berkah luar biasa.
“Contohnya dulu ketika mesin ATM pertama kali muncul, banyak karyawan bank di-PHK. Tapi ternyata dengan adanya mesin ATM, bank membuka semakin banyak cabang, dan di situlah mereka membuka lowongan-lowongan baru,” kata Agur.
Dia percaya, dengan adanya teknologi, manusia justru akan mendapat pekerjaan yang lebih “memanusiakan manusia”.
“Kalau kita lihat di pabrik ada pekerja yang tiap hari hanya memindah barang berkali-kali, nantinya pekerjaan itu bisa dikendalikan robot, sehingga manusia bekerja di bidang lainnya,” ungkap dia.
Agur menyebutkan, berdasarkan data Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI), untuk menyongsong 2030, Indonesia masih membutuhkan 3 juta talenta digital. Artinya, setiap tahun dibutuhkan 500 ribu talenta digital baru. Itulah peluang karier yang harus ditangkap melalui penguasaan teknologi.
Hal itu jugalah yang sedang dilakukan Agur di Autobot School, mempersiapkan generasi penerus yang melek teknologi dan bisa mengisi kebutuhan talenta digital pada masa mendatang.
“Bidang pekerjaannya banyak, termasuk yang berhubungan dengan AI. Makanya AI ini harus dianggap peluang, bukan ancaman. Dari dulu teknologi itu pisau bermata dua. Yang penting tahu cara memanfaatkannya dan paham etikanya,” jelas Agur.
Minat Agur terhadap dunia robotika sudah muncul sejak dia masih duduk di bangku sekolah dasar di Kota Surakarta. Dia beruntung memiliki orang tua yang peka. Mereka bisa menangkap bakat itu dari kebiasaan Agur membongkar-pasang mainannya semasa kecil.
“Saya dari kecil memang suka otak-atik, misalnya mainan mobil saya bongkar, rodanya saya lepas lalu pasang lagi. Akhirnya kelas 5 SD saya diikutkan ekstrakurikuler robotik. Kebetulan di sekolah saya, SD Kalam Kudus Surakarta, ada ekskul itu,” kata putra dari pasangan Yohanes Junaidi dan Sekina Indriani ini.
Kegiatan ekskul robotik itu dia tekuni hingga jenjang SMP. Saat menjadi siswa SMP Kalam Kudus Surakarta, dia kerap mengikuti perlombaan robotika.
Saat Agur hendak memasuki jenjang pendidikan menengah atas, perekonomian keluarganya goyah. Usaha kecil-kecilan orang tuanya sebagai pengepul karton bekas kolaps. Mereka pun pindah ke Klaten untuk mencoba peruntungan baru dengan membuka usaha pewangi laundry.
Beruntung, di Klaten juga ada sekolah yang bisa menampung bakat dan minat Agur. Dia melanjutkan pendidikan di jurusan mekatronika SMK Leonardo.
Di SMK, keahlian Agur kian terasah. Prestasi demi prestasi dia raih. Salah satunya, Robot Prototipe Antiteror hasil karyanya lolos dalam ajang Krenova Kabupaten Klaten.
Atas rekomendasi dari pihak sekolah, untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Agur mendaftar sebagai penerima beasiswa Bidikmisi. Untuk diketahui, Bidikmisi merupakan program beasiswa kuliah dari pemerintah untuk siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu.
Dengan beasiswa tersebut, pada 2014 Agur pun mulai menempuh pendidikan tinggi di D3 Teknik Mekatronika Politeknik Mekatronika Sanata Dharma Yogyakarta.
Saat Agur masih menjadi mahasiswa, salah satu teman orang tuanya meminta agar anaknya yang masih SD diajari supaya bisa mengikuti lomba robotik. Di situlah karier Agur sebagai pendidik bidang robotika bermula. Dia mulai bersentuhan dengan pedagogi atau ilmu pengajaran.
“Saat itu saya baru mempelajari dunia pendidikan. Karena murid les saya masih SD, saya berusaha menyampaikan ilmu yang saya punya dengan bahasa yang bisa dimengerti anak-anak,” terang dia.
Berjalannya waktu, semakin banyak anak yang ingin les robotik. Bersama seorang rekan, pada 2016 Agur pun mendirikan sekolah robotika bernama Rotobot. Modal awalnya antara lain dari uang saku beasiswa Bidikmisi yang dia kumpulkan.
Dengan kurikulum khusus yang mereka susun, ada 25 anak yang mengikuti les robotika di sebuah tempat yang mereka sewa di Jalan Kopral Sayom nomor 23, Klaten.
Sayang, karena ada perbedaan pandangan di antara Agur dan partnernya, Rotobot harus ditutup dan berhenti beroperasi pada 2018.
“Saat itu saya sebetulnya punya pilihan untuk bekerja di industri. Tapi ternyata anak-anak les minta untuk tetap diberi pembelajaran robotik. Sehingga saya membuka sekolah robotik lagi dengan nama Autobot,” kisah Agur.
Autobot masih bertempat di lokasi lama sebelum pada April 2023 berpindah ke tempat yang lebih representatif di Gedung Cakra Square.
Kini, di tempat ini ada 147 anak dari jenjang TK hingga SMA yang belajar robotika. Adapun jumlah tutornya 22 orang.
Siswanya tak hanya berasal dari Klaten dan sekitarnya. Ada pula siswa asal Semarang dan Jakarta yang belajar di Autobot dengan metode daring.
Kurikulum yang dibuat oleh Agur disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak. Misalnya untuk anak TK, lebih ditekankan tentang konsep dasar.
“Setiap jenjang punya tujuan berbeda. Untuk anak TK diberi pengetahuan dasar supaya dia tidak kaget. Misalnya kenapa mobil bisa jalan. Kalau sudah SD, kami ajari dasar-dasar pemrograman secara sederhana, yakni bagaimana suatu alat bisa bergerak, pasti ada yang mengontrol dan memerintah robotnya,” papar dia.
Secara bertahap, para siswa kemudian diberi pelajaran tentang algoritma pemrograman, menyusun komponen elektronika, sinkronisasi mekanik, hingga menghasilkan alat yang bersifat automasi. Pada akhirnya, setiap anak diharapkan bisa menghasilkan produk robot yang memang sesuai keinginan mereka.
Misalnya, pada Ramadan tahun ini, tiga orang siswa Autobot School membuat robot pemukul beduk takbiran.
Mereka ialah Muhammad Arfa Zafran Zain, Syakieb Al-Azmi, dan Rajendra Hafizh Abdul Alim. Ketiganya masih duduk di bangku kelas 3 SD dan sudah belajar di Autobot sejak TK.
“Senang belajar di sini. Kemarin bikin robot pemukul beduk karena waktu itu mau lebaran,” kata Arfa.
Agur menjelaskan, pihaknya memang membuat ekosistem Autobot sesuai tahapan tumbuh kembang anak. Siswa didorong untuk berkarya sesuai keinginan masing-masing dengan melihat kondisi di sekitarnya. Mereka juga dilatih agar bisa mempresentasikan apa yang mereka buat.
Ekosistem pembelajaran ini sukses diterapkan sehingga kini Autobot School berhasil membuka cabang di Solo, Yogyakarta, dan Salatiga.
Kiprah Agur di bidang pendidikan robotika mengantarkannya mendapat berbagai apresiasi. Salah satunya, pada Februari 2018 dia diundang menjadi narasumber dalam program gelar wicara televisi yang terkenal, Kick Andy.
Menurutnya, kesempatan tersebut muncul berkat hasil kolaborasi Kick Andy dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti). Mereka mencari alumnus Politeknik yang berdampak bagi masyarakat.
“Ketika itu saya juga dapat hadiah short course Mekatronika di Seneca Polytechnic, Toronto, Kanada,” kata dia.
Agur juga berhasil mendapatkan apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tingkat provinsi bidang pendidikan pada tahun 2023.
Dengan judul kegiatan “Pembelajaran Automasi, Robotika, Coding, dan Design untuk TK-SMA” yang menjelaskan tentang kiprahnya di Autobot School, Agur berhasil meraih penghargaan tersebut dalam tingkat Provinsi Jawa Tengah.
“Apresiasi SATU Indonesia Awards ini mendorong saya untuk lebih berkembang, berprestasi, dan berkontribusi bagi masyarakat,” ujar Agur.
Seperti yang sudah disinggung di awal tulisan ini, Agur tidak ingin orang Indonesia paranoid dengan perkembangan teknologi. Sebaliknya, dia ingin semua orang melek teknologi, paham, dan bisa menggunakannya dengan baik.
Ketimbang terus was-was bakal “dikalahkan” oleh teknologi robot dan AI, menurut Agur, lebih baik orang mempersiapkan diri agar lebih adaptif dalam pemanfaatan teknologi.
“Maka anak-anak kami bekali pemahaman bahwa teknologi bisa digunakan untuk membuat hidup kita lebih mudah. Saya berkiprah di bidang pendidikan untuk bisa menyebarluaskan pemahaman itu,” papar Agur.
Dia menjelaskan, anak-anak yang les di Autobot School tidak semua harus menjadi pembuat robot. Namun, dia ingin memastikan bahwa mereka, ketika nanti berkarier atau berkiprah di bidang apa pun, bisa menggunakan teknologi untuk mengefisienkan hidupnya.
“Misalnya di sini ada yang cita-citanya jadi dokter, dia harus bisa memanfaatkan teknologi kedokteran termutakhir, dan kita lihat saat ini dokter menggunakan alat-alat canggih yang sifatnya robot,” tutur dia.
Untuk membentuk generasi penerus yang menguasai teknologi, Agur tak hanya mendidik anak-anak. Dia menyadari, guru-guru di sekolah juga harus punya pemahaman memadai.
Dalam hal ini, Autobot School telah ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA).
“Tahun ajaran baru 2025/2026 ini, Kemendikdasmen memberikan kesempatan pada sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan mata pelajaran pilihan Koding dan KA. Hal ini didasari perkembangan teknologi AI yang pesat dan penuh tantangan. Kemendikdasmen ingin anak-anak siap menghadapinya,” jelas Agur.
Sebagai LPD, Autobot School akan mendidik dan melatih para guru, terutama guru mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), untuk menguasai kurikulum Koding dan KA.
Agur berharap, upaya edukatif yang dia lakukan dengan menyasar para siswa dan guru ini akan berbuah manis. Orang-orang akan menguasai teknologi, bukannya dikuasai oleh teknologi. Memang harus demikian. Sebab, siapa yang menguasai teknologi, dialah yang menguasai peradaban. (mzk)